Dua tahun berlalu membawa begitu banyak perubahan pada tiap-tiap sudut pondasi Die waffe. Mulai dari Shereen yang tidak lagi berkeja sebagai pilot kami karena ia diperintahkan untuk tidak meninggalkan istana, Bonus 5% tambahan saham atas keberhasilan mendapat izin anti trust filing hingga kabar duka yang menyelimuti markas tiga minggu yang lalu. Guru besar kami, Guru Tami telah berpulang. Senyum pucat yang menghantarkan pada gerbang perpisahan tersirat mengatakan bahwa ia akan pergi untuk melanjutkan persahabatannya di surga.
Semoga kedamaian menyertaimu, Guru.
Kini Diruang tengah potret Guru Tami mengenakan Shinobi Shozoko dan Acungan ninjato Paman Frank terlukis gagah. Hariku kini lebih sibuk, semakin banyak wajah yang menuntut dengar ceritaku.
Tanganku bergerak membenarkan lukisan Paman Frank yang sedikit miring. Masih hangat diingatanku ka
Langkahku beku disambut gelagar megah Foxwoods Casino. Aku tergugu heran. Sejak kapan surga menjelma menjadi Hamparan mesin slot; ruang poker; meja permainan BlackJack, Roullete dan Craps; kerumunan pertaruhan anjing, balap kuda dan jai lai; serta Balai Bingo sebesar ini? Tempat yang menyajikan pengalaman gemerlap dunia perjudian diantara restaurant mewah, Shopping center, spa center, top golf swing suite dan Stony Creek Bewery ini benar-benar layak menyandang gelar "The Most".Crazy!"Nona." panggil Jack lirih, "Kau mau menggunakan jasku?"Aku menoleh heran menatap dua kancing teratas jasnya yang sudah tanggal. Matanya merajuk tak nyaman pada leather guipure Lace Gown yang kukenakan. Aku menggeleng kecil ketika mengerti arah pembicaraannya, "Tidak perlu." tanganku bergerak mengaitkan kancing jasnya.Jack menahannya, "Banyak laki-laki yang terus memperhatikanmu sejak kita datang, Nona
“Tuan Thomas.” seorang lelaki diujung meja membuka suara. Kepalanya condong miring menyempurnakan pandang, “Karena keterlambatku, aku baru menyadari ada wajah baru yang duduk diantara kita hari ini. Aku rasa, tak elok bila makan semeja tanpa saling mengenal. Bukan begitu, Tuan?”Yang berbicara itu adalah pemimpin The Marrakesh. Seorang rubah berkepala manusia yang sangat lihai dalam permainan judi, Mr. Pierre. Kami pertama kali bertemu di Tusk Rio Casino, Afrika Selatan, saat Mr.Thomas menjeb
Mobil membelah jalanan meninggalkan pertemuan membosankan semalam. Aku melepas kanzashi dan membiarkan rambutku jatuh terurai. Kubuka sedikit kaca mobil, membiarkan rambutku diterbangkan angin. Mataku terpejam menikmati suasana. Ini adalah hal yang paling kusuka; Berkendara dengan kecepatan penuh, kaca mobil yang terbuka, angin dingin yang membelai kepala dan musik kencang sepanjang perjalanan. Cara berlibur paling sederhana.Jack menepikan mobil. Tangannya bergerak melepas jas dan menyelimutkan ke tubuhku. Aku ters
Malam jatuh di langit markas. Hitamnya pekat menggemakan gemerlap bintang dan rembulan. Lampu kota berkedip dari kejauhan, beberapa diantaranya nampak redup seolah mengingatkan hari mulai larut. Aku bersandar ditepian, membiarkan angin terus membelai puncak kepala. Tanganku masih keukeuh membolak-balikkan lembaran berkas laporan bulanan yang baru saja dihaturkan Jack. Menjelang awal bulan aku selalu sesibuk ini, banyak berkas yang harus ditanda tangani dan banyak masalah kecil yang harus segera dikuliti.“Semua laporan yang kau minta ada didalam sana, Non
Malam makin menyingsing sedang kepalaku makin bising. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Shereen berlarian menganggu jam tidurku. Alpazoram yang biasanya berhasil membantu mataku terpejam kini mengaku kalah dan memilih mendengarkan debat panas antara hati dan logika. Hingga Domba dalam pikiranku usai dihitung, aku tak kunjung terlelap dan terus bergelut dengan malam.Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Mataku menangkap jam di dinding, hampir pukul tiga pagi. Itu jelas bukan Sora atau Kyrene. Karena jika itu mereka, pasti pintu sudah terbuka kasar. Lalu, siapa yang datang sedini ini?"Nona, ini aku. Apa kau sudah tidur?"Jack."Masuklah." ujarku sembari memiringkan tubuh menyambut terbukanya pintu, "Ada apa Jack?" tanyaku.
Pagi ini entah kenapa mataku masih terlalu malu menatap lukisan Haha yang bertengger anggun di dinding bangunan utama. Senyumnya menyungging angkuh seolah mengejekku karena tak mampu berdiri tegak dihadapannya tiga hari belakangan. Aku menunduk menatap layar ponsel yang menyala di telapakku. Sebenarnya, ada yang ingin kubicarakan.Dalam bisu, Paman Frank berdehem. Seolah menyuruhku segera berbicara setelah sekian lama berdiri canggung dihadapannya."Semalam, Shereen membagikan data-data tentang kasus perdagangan sel telur di Tuvallu padaku. Seperti biasa, gadis itu pantang menyerah." tanganku mengacungkan ponsel menunjukkan beberapa gambar, "Ini adalah foto kondisi terkini dari korban diruang bawah tanah rumah sakit. Seperti yang bisa kalian lihat, kondisi mereka buruk. Rahim membusuk, celana penuh darah, kotoran di sudut ruang dan pena
Dua hari kemudian, mobil-mobil kami berhenti diseberang rumah sakit bersalin Tuvallu. Beberapa saat kemudian, beberapa mobil berkaca hitam beriringan memasuki ruang parkir basement. Rumah sakit ini benar kumuh dan terlalu kecil untuk lalu lalang penumpang sebanyak itu didalamnya. Aku memberi kode kepada Kyrene untuk segera memasang radar pengintai. Kami harus paham situasi sebelum masuk kedalam."Wah, gila." komentar Sora. Aku menoleh, turut memperhatikan layar monitor Kyrene.Mobil-mobil itu berhenti didepan pintu kaca yang telah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan badan kekar meloncat turun membuka pintu penumpang. Perempuan-perempuan yang langkahnya tertatih bergandengan keluar. Kamera radar bergerak menyusuri ruangan putih yang menuntun mereka pada suatu tempat."96 perempuan." Ky
Dua hari setelah Tongatapu mengumumkan kematian Mr. Tonga dan melantik kepala keluarga baru, The Boss menggelar pertemuan mendadak di Foxwoods. Seolah menyongsong hadirnya maut, balairung senyap tak semewah dulu. Tidak ada barisan sambutan pelayan. Tidak ada minuman selamat datang. Tidak ada Dario yang berdiri di ambang pintu masuk. Tidak ada apapun, kecuali berpasang mata yang menyelorot marah menatap kami. Rupanya, hari ini die Waffe menjadi tamu utama.Mr. Thomas berdehem menatap Sora yang menguliti apel dengan wakizashi. Setelah sadar berpasang mata menghardik diam-diam, ia menghentikan pergerakan dan membalas satu persatu tatapan mereka. "Ada yang salah?" tanyanya.Seluruh ruangan diam dan menghindari kontak mata saat seorang putri Jenderal besar sedang berbicara. Aku tersenyum kecut mengejek dalam bisu. Tidak sal