Share

2. Thailand, I'm Coming!

Perlahan Cala membuka matanya, ia lalu meraih ponsel yang berada di atas nakas samping kanan kasur. 

"Sudah pagi ternyata," gumamnya. Merenggangkan ototnya, Cala bangun dari tidurnya, lalu bersandar pada kepala kasur. 

Agendanya hari ini adalah mendatangi Ayutthaya. Dari Bangkok ke Ayutthaya Cala memutuskan untuk menggunakan kereta api, dan perjalanan menuju ke sana sekitar 2 jam. 

Selesai membersihkan diri, Cala memutuskan untuk sarapan terlebih dulu.

Cala juga memiliki list hopes nama tempat mana saja yang akan di kunjunginya selama dirinya berada di Thailand.

Ayutthaya, Phuket, Pattaya dan masih banyak lagi. Cala menghela napasnya lalu berjalan melangkahkan kaki mulai menginjakkan tempat bersejarah itu. 

Pakaian yang cukup santai, jumpsuit di atas lutut yang mengekspos kaki jenjang putihnya yang mulus tanpa lengan. Ditambah kaca mata sudah bertengger di hidungnya, dengan topi besar yang melindungi dari teriknya matahari. 

Beberapa jepretan sudah ia dapatkan, kamera kesayangnnya pun bahkan sudah menggantung di lehernya. 

°°°°°

"Apa kau tidak bisa lebih lama lagi kak?" tanya Abraham yang mengantarkan Christop ke bandara. 

Christop menggeleng. "Ada urusan penting yang harus ku selesaikan."

Abraham berdecak. "Tapi kau harus berjanji padaku satu hal."

Christop menaikkan sebelah alisnya. "Are you kidding me? Kau seperti anak kecil, Ab!"

"Ayolah berjanjilah padaku," Abraham merengek seperti anak kecil, kadang Christop berdecak kesal adiknya itu akan memanggilnya dengan embel-embel kak jika ada sesuatu. Jika tidak, maka cukup Thoper tanpa kak di depannya. Dasar menyebalkan. Batinnya.

Mengangguk pasrah. "Baiklah. Cepat katakan."

"Nanti ketika ulang tahunku, kau harus membawa wanita ke sini," ujar Abraham.

Christop membelalakkan matanya. "Kau serius dengan permintaanmu?"

Abraham mengangguk. "Dan dia adalah kekasihmu, tidak boleh meminjam wanita atau pelacur-pelacur di tempat laknat yang biasa kau datangi," tambahnya.

"Kita lihat saja nanti."

"Tapi kau sudah berjanji padaku kak!"

"Aku tidak mengatakannya jika ya," balas Christop.

Abraham mendengus. "Kau menyebalkan!"

Sesampainya di bandara, keduanya turun. Abraham mengantarkan Christop hingga lobi. "Aku akan merindukanmu, Kak!" ujar Abraham bernada sedih, bahkan bocah ingusan itu menangis membuat Christop terbahak.

"Kau menggelikan, Ab!" Christop terbahak. "Sudahlah jangan menangis, lagipula jika urusanku telah selesai aku akan kembali ke China," putus Christop.

Abraham menatap Christop. "Sungguh?" 

Christop mengangguk. "Aku akan berangkat!" 

"Kau tidak ingin memelukku sebagai salam perpisahan, Kak?" tanya Abraham.

Christop mendengus, tapi ia tetap memeluk adiknya itu. "Hati-hati, kak!" 

Sesampainya di Thailand, Christop langsung masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya sejak lima belas menit yang lalu di bandara. 

"Antarkan aku ke mansion," ujar Christop pada sopir pribadinya. 

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di mansion miliknya yang berada di kawasan Bangkok. 

Tatapannya terarah pada luar, matahari begitu terik membuatnya kadang malas untuk ke mana-mana. Besok, seorang suruhannya yang melacak tentang seseorang yang membunuh orang tuanya akan membawakan dokumen-dokumennya. 

Dan orang suruhannya itu berhasil menemukannya. Christop tersenyum miring, ia tidak sabar mengetahui semuanya dan menjalankan dendamnya yang sudah ia rencanakan untuk membalas kematian orang tuanya.

°°°°°

Cala menghela napasnya, menyeka keringatnya yang berada di pelipis. "Huft." 

Memutuskan untuk mencari tempat duduk, dan beristirahat. Gadis itu sudah puas berkeliling. Dan nanti sore ia akan mengunjungi Chiang Mai untuk berbelanja dan mencoba kuliner yang berada disana karena Cala pernah melihat-lihat jika Chiang Mai termasuk tempat kuliner dan berbelanja bisa tawar menawar. 

Melihat jam yang berada di ponselnya, sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas siang, dan Cala memutuskan untuk segera menuju stasiun kereta api. Karena Cala ingin segera sampai di penginapan dan istirahat sebentar. Karena ia akan berjalan-jalan lagi sorenya. 

Sesampainya di stasiun Bangkok, Cala sudah dijemput oleh sopir utusan papanya yang sudah ditugaskan untuk mengantarkannya ke mana pun selama berada di Thailand.

Cala menghela napasnya, langsung saja ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatunya. Topi yang dipakainyapun ia lempar ke sembarang arah. Dan perlahan matanya tertutup, gadis itu tertidur.

16.00

Cala membuka matanya perlahan, melirik jam yang ada di dinding sekarang sudah menunjukkan pukul empat sore. Cala bangun dari tidurnya, kakinya mulai melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Merendamkan tubuhnya ke dalam bathup Cala merasakan sensasi yang begitu mendambakan. Aroma mawar menguar, begitu harum. Memejamkan matanya Cala menikmatinya. 

Oh, sepertinya Cala akan menunda keberangkatannya menuju Chiang Mai hanya untuk berendam.

Butuh waktu setengah jam untuk Cala menyelesaikan ritual berendam dan membersihkan dirinya. Bathrobe berwarna putih sudah menutupi tubuhnya. Cala mulai mencari-cari baju yang sudah ia siapkan untuk pergi kulineran dan berbelanja. 

Dan Cala menggunakan atasan baju model sabrina dan bawahan celana pendek di atas lutut berwarna senada. Rambutnya pun Cala putuskan untuk dikepang rembet.

"Pak, antar aku ke Chiang Mai," ujar Cala begitu masuk ke dalam mobil. 

Sopir itu mengangguk, dan langsung melesatkan mobilnya membelah kota Bangkok di sore hari menuju Chiang Mai.

Menunggu perjalanan, Cala menyumpal telinganya dengan headset lagu mulai mengalun, membuat terkadang Cala mengikutinya meskipun pelan. Dan harus kalian tau, jika Cala memiliki suara yang indah. 

°°°°°

Baru saja ia akan beristirahat, Christop sudah mendapatkan telepon dari adiknya Abraham. "Ya! Ada apa kau menelponku, Ab!" geram Christop membuat Abraham yang mendengar terbahak.

"Santai kak, aku hanya akan memberi tahumu jika dalam waktu minggu ini aku akan ke Thailand."

"Ada urusan apa?"

"Ada urusan pekerjaan di sana," 

"Oh."

"Hanya oh?" decak Abraham.

Christop mendengus. "Terserah kau mau kemari atau tidak aku tidak peduli."

"Aku ingin istirahat," ketus Christop lalu menutup sambungan telepon.

"Bocah itu benar-benar menggangguku." Gerutu Christop kesal.

Lalu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

°°°°°

Matahari mulai nampak, sinarnya mulai menerobos ke celah-celah jendela membuat sang empu yang sedang tertidur terusik. 

Christop perlahan membuka matanya. Melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan ia sudah tidur sejak tadi sore sehabis Abraham menelponnya.

Christop menghela napasnya, nanti siang seorang suruhannya sudah siap dengan dokumen-dokumen yang diinginkan. Dan ia akan tau secepatnya. Meraih ponselnya, ia mencari nomor seseorang. 

"Nanti siang datang ke mansionku. Jam sebelas aku tunggu, dan jangan terlambat," ujar Christop begitu teleponnya diangkat.

"Baik, Sir." Jawab seseorang dari seberang. Tanpa berujar lagi, Christop memutus sambungan telepon dan memutuskan untuk mandi.

Selesai mandi, Christop melangkahkan kaki keluar kamar. Di meja makan, makanan sudah terhidang. Christop duduk, lalu mulai mengambil daging domba yang dipanggang dan mulai melahapnya. "Topher!" teriakan itu membuat Christop hampir tersedak karena terkejut.

Christop mendelik begitu tau dalang di balik itu semua adalah adiknya sendiri, Abraham Diwei Alexander. "Kau!" geram Christop menatap adiknya penuh kesal. 

Sedangkan Abraham hanya menatap Christop dengan tampang wajah tanpa dosanya, dengan kedua jari yang terangkat membentuk V. Abraham menyengir. "Maafkan aku, Kak. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu, hehe."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status