Share

03

Happy Reading and Enjoy~

Kini sebaliknya, resepsionis itu yang memandang Luna dengan sinis, "Atau bisa Anda telepon Tuan Allard agar kami percaya bahwa Anda benar-benar kekasihnya."

Luna menatapnya dengan jengkel, ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetik nomor Derald sahabatnya sebelum berbicara dengan nada kesal kepada orang diseberang telepon.

"Aku tertahan di meja resepsionis, cepat telpon sekretarismu dan suruh dia kesini untuk menjemputku." Luna menoleh ke arah resepsionis yang memasang wajah datar. "Jangan lupa untuk memotong gajinya karena dia tidak sopan padaku!" sambungnya dingin.

Perkataan Luna memberi sedikit perubahan pada wajah resepsionis bernama Casandra itu, ia mulai berdiri dengan gelisah.

Tanpa mendengarkan jawaban Derald yang sudah pasti akan mengatainya bodoh, Luna mematikan ponselnya. Pandangannya beralih pada resepsionis itu, "Apa kau sudah percaya?"

"Saya akan percaya jika sekretaris Tuan Allard sendiri yang datang menjemput Anda."

"Dan membiarkan gajimu terpotong? atau bahkan pekerjaanmu yang menjadi taruhan?" Luna menyahut sinis.

Kedua kakinya bahkan sudah gemetar sejak tadi, tetapi sebisa mungkin tubuhnya masih berdiri tegak dengan angkuh. Luna melirik arlojinya lalu menghentakkan kakinya dengan kesal. "Lebih baik aku makan siang dari pada menghabiskan waktu disini," ujarnya sinis sembari matanya melirik tajam ke arah resepsionis yang kini mulai terlihat sopan kembali.

Dengan angkuh Luna berjalan menuju halaman Washington Corp hingga langkahnya yang terasa gemetar berhenti pada taman WS Crop, duduk disana dengan lemas. Itu terasa menegangkan, bersyukur ia bisa pergi dengan baik-baik. Oh ya Tuhan ... bagaimana bisa ia menemui Allard?

Ponselnya bergetar dan tidak perlu repot-repot untuk mengetahui siapa yang menelponnya, Luna mengangkat dengan lemah. Jantungnya masih berdetak dan bahkan tenaganya terasa terkuras.

"Kau gila?" sembur si penelepon di sebrang sana ketika Luna mengangkat panggilannya.

"Mungkin," jawabnya lemah.

Derald menghela napas. "Apa yang kau lakukan saat ini?"

Luna menyandarkan tubuhnya pada bangku taman, wajahnya menengadah ke arah langit. "Entahlah, aku juga tidak tau. Yang terpenting aku harus menemui Allard Washington untuk menjadi istrinya atau mungkin simpanannya. Mommy berkata itu jalan satu-satunya agar bisa lolos dari perjodohan konyol ini."

"Kenapa harus Allard? kau bisa meminta bantuanku, maksudku ... kau bisa menikah denganku untuk menghindari perjodohan ini."

Hening, Luna tertegun, tetapi sesaat kemudian ia tertawa. "Ini bukan perjodohan biasa, Derald. Ini perjodohan bisnis dan aku harus menikah dengan pria tua agar bisa membantu ekonomi keluargaku kembali seperti sedia kala atau setidaknya kembali menjadi yang lebih baik. Aku harus menikah agar memperhalus bahasa bahwa ternyata Daddy menjualku. Memangnya kau bisa membeliku, Derald? tidak kan? kita sama-sama lulusan SMA meskipun kau orang kaya, tetapi tetap saja tidak bisa membeliku. Mommymu akan melarangnya."

Luna memejamkan matanya, seandainya bisa kabur dan berlari sudah ia lakukan.

"Aku akan belajar sungguh-sungguh dan mewarisi harta Daddy, Luna. Setelah sukses aku akan menikahimu."

"Itu membutuhkan waktu yang lama, Derald! Tidakkah kau tau bahwa pernikahanku sebentar lagi? Daddy sudah bersikeras dan aku tidak bisa mengelak. Aku akan menjadi istri pria tua berumur 60 tahun. Aku akan menjadi olok-olokkan tetangga, atau bahkan ... bahkan sasaran empuk istri pertamanya dan anak-anaknya."

Hening kembali, tidak ada yang berbicara. Meskipun sekelilingnya terasa berisik, tetapi Luna tidak bisa mendengar apapun selain helaan napas Derald di ujung telepon dan juga isakannya yang kembali hadir. Takdir sudah ditentukan, sekuat apapun menolak tetap saja tidak ada jalan.

Dengusan kesal terdengar dari arah sebrang, Derald tertawa getir. "Benar-benar tidak ada jalan lain ya? Maaf aku tidak bisa membantu."

"Kehadiranmu di dunia ini sudah membantuku, aku bersyukur mempunyai sahabat sepertimu. Terima kasih, Derald. Jika ... suatu saat nanti kita ditakdirkan bertemu semoga kau masih menganggapku sebagai temanmu, ya." Luna tertunduk, tawa miris terlontar di bibirnya.

"Aku tidak pernah melupakanmu, Luna. Oh sial, tidakkah kau tau bahwa aku ingin menikahimu?"

Luna tertawa, "Aku menghargai niat baikmu."

"Bukan." Derald membantah cepat. "Aku ingin menikahimu bukan karena ingin membantumu, tetapi karena ... karena aku menyukaimu, Luna. Selalu dan sejak dulu. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai sahabat, aku selalu melihatmu sebagai seorang wanita. Oh sial, aku tidak bisa melihatmu menikah dengan orang lain, Luna!"

Luna merasa jantungnya berdetak dua kali lebih kuat, berdentam hebat sampai ia sendiri bisa mendengar dentamannya diantara banyaknya suara berisik disekitarnya. Ya, dirinya juga memiliki perasaan yang sama terhadap Derald. Perasaan yang dipendam hingga terasa menyakitkan dengan landasan persahabatan konyol yang mereka jalani. Sekarang untuk saling mengungkapkan perasaan satu sama lain juga tidak berguna.

"Derald a-aku ...." ucapannya terhenti ketika melihat resepsionis wanita yang bernama Casandra itu berjalan ke arah taman. Terburu-buru Luna membuka heels nya lalu berlari menjauh, semoga wanita itu tidak melihatnya.

Menoleh kebelakang lalu kembali berlari dengan mengendap-endap. Ia tidak tau ada dimana tetapi sepertinya saat ini ia berada di bagian belakang Washington Corp. Taman itu berhubungan dengan bagian belakang dan juga basement. Mengapa wanita itu ke taman? seharusnya wanita itu mencari makan siang di luar bukan pergi ke taman.

Dengusan kasar dihembuskannya, menatap kedua kakinya yang terasa panas akibat berlari di atas lantai taman pada siang hari.

"Kau baik-baik saja, Luna?" Suara di seberang telepon menyapanya, ia hampir saja melupakan bahwa panggilannya masih terhubung.

"Hampir saja mati," jawabnya asal. "Apa sebaiknya aku mendatangi rumah Allard? Tempat tinggalnya mungkin lebih bebas dari pada di perusahaannya." Dengusan kesal dikeluarkannya.

Kembali dipakainya heels itu, saat ia ingin berjalan kedua matanya terbelalak. Wanita yang bernama Casandra itu juga menuju ke arahnya. Ap-apa dia ketahuan menyamar sehingga wanita itu ingin menangkapnya lalu melaporkannya ke polisi akibat penipuan? Bagaimana ini?

"Nanti ku telpon lagi," ucapnya terburu-buru sebelum mematikan ponselnya.

Luna kembali melepas heelsnya dan berlari semakin masuk kedalam hingga ruangan berubah menjadi gelap seutuhnya, gelap tetapi bukan basement. Ia menoleh dan wanita itu juga berjalan mengikutinya, tidak salah lagi wanita itu memang mengejarnya! Dadanya berdetak bertalu, Luna membuka pintu besi yang berada di sana dan berpuluh-puluh anak tangga terpampang dihadapannya. Ternyata ini tembusan dari tangga darurat.

Tanpa berpikir panjang ia menaiki satu persatu anak tangga itu dan berhenti untuk mengatur napasnya yang terasa habis. Sialnya wanita yang bernama Casandra itu juga mengikutinya masuk ke dalam tangga darurat, tetapi anehnya Casandra hanya berdiri disana tidak turut menaiki anak tangga, wanita itu seperti menunggu seseorang.

Detik kemudian pintu besi itu terbuka dam seorang pria berjas masuk yang langsung memeluk Casandra. Mereka berciuman, cih! Ternyata wanita itu hanya ingin berpacaran bukan mengikuti dirinya. Syukurlah, kakinya saja sudah mati rasa.

Luna memegang perutnya yang berbunyi, oh tidak! Ia lapar. Misi gagal dan sekarang ia juga kelaparan, bagus sekali. Semua keburukan menumpuk menjadi satu pada hari ini.

Bersambung...


Halo semuanya, jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini ya. Jangan lupa juga follow Instagram Author; Mesir_Kuno8181

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status