Happy Reading and Enjoy~
Kini sebaliknya, resepsionis itu yang memandang Luna dengan sinis, "Atau bisa Anda telepon Tuan Allard agar kami percaya bahwa Anda benar-benar kekasihnya."
Luna menatapnya dengan jengkel, ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetik nomor Derald sahabatnya sebelum berbicara dengan nada kesal kepada orang diseberang telepon.
"Aku tertahan di meja resepsionis, cepat telpon sekretarismu dan suruh dia kesini untuk menjemputku." Luna menoleh ke arah resepsionis yang memasang wajah datar. "Jangan lupa untuk memotong gajinya karena dia tidak sopan padaku!" sambungnya dingin.
Perkataan Luna memberi sedikit perubahan pada wajah resepsionis bernama Casandra itu, ia mulai berdiri dengan gelisah.
Tanpa mendengarkan jawaban Derald yang sudah pasti akan mengatainya bodoh, Luna mematikan ponselnya. Pandangannya beralih pada resepsionis itu, "Apa kau sudah percaya?"
"Saya akan percaya jika sekretaris Tuan Allard sendiri yang datang menjemput Anda."
"Dan membiarkan gajimu terpotong? atau bahkan pekerjaanmu yang menjadi taruhan?" Luna menyahut sinis.
Kedua kakinya bahkan sudah gemetar sejak tadi, tetapi sebisa mungkin tubuhnya masih berdiri tegak dengan angkuh. Luna melirik arlojinya lalu menghentakkan kakinya dengan kesal. "Lebih baik aku makan siang dari pada menghabiskan waktu disini," ujarnya sinis sembari matanya melirik tajam ke arah resepsionis yang kini mulai terlihat sopan kembali.
Dengan angkuh Luna berjalan menuju halaman Washington Corp hingga langkahnya yang terasa gemetar berhenti pada taman WS Crop, duduk disana dengan lemas. Itu terasa menegangkan, bersyukur ia bisa pergi dengan baik-baik. Oh ya Tuhan ... bagaimana bisa ia menemui Allard?
Ponselnya bergetar dan tidak perlu repot-repot untuk mengetahui siapa yang menelponnya, Luna mengangkat dengan lemah. Jantungnya masih berdetak dan bahkan tenaganya terasa terkuras.
"Kau gila?" sembur si penelepon di sebrang sana ketika Luna mengangkat panggilannya.
"Mungkin," jawabnya lemah.
Derald menghela napas. "Apa yang kau lakukan saat ini?"
Luna menyandarkan tubuhnya pada bangku taman, wajahnya menengadah ke arah langit. "Entahlah, aku juga tidak tau. Yang terpenting aku harus menemui Allard Washington untuk menjadi istrinya atau mungkin simpanannya. Mommy berkata itu jalan satu-satunya agar bisa lolos dari perjodohan konyol ini."
"Kenapa harus Allard? kau bisa meminta bantuanku, maksudku ... kau bisa menikah denganku untuk menghindari perjodohan ini."
Hening, Luna tertegun, tetapi sesaat kemudian ia tertawa. "Ini bukan perjodohan biasa, Derald. Ini perjodohan bisnis dan aku harus menikah dengan pria tua agar bisa membantu ekonomi keluargaku kembali seperti sedia kala atau setidaknya kembali menjadi yang lebih baik. Aku harus menikah agar memperhalus bahasa bahwa ternyata Daddy menjualku. Memangnya kau bisa membeliku, Derald? tidak kan? kita sama-sama lulusan SMA meskipun kau orang kaya, tetapi tetap saja tidak bisa membeliku. Mommymu akan melarangnya."
Luna memejamkan matanya, seandainya bisa kabur dan berlari sudah ia lakukan.
"Aku akan belajar sungguh-sungguh dan mewarisi harta Daddy, Luna. Setelah sukses aku akan menikahimu."
"Itu membutuhkan waktu yang lama, Derald! Tidakkah kau tau bahwa pernikahanku sebentar lagi? Daddy sudah bersikeras dan aku tidak bisa mengelak. Aku akan menjadi istri pria tua berumur 60 tahun. Aku akan menjadi olok-olokkan tetangga, atau bahkan ... bahkan sasaran empuk istri pertamanya dan anak-anaknya."
Hening kembali, tidak ada yang berbicara. Meskipun sekelilingnya terasa berisik, tetapi Luna tidak bisa mendengar apapun selain helaan napas Derald di ujung telepon dan juga isakannya yang kembali hadir. Takdir sudah ditentukan, sekuat apapun menolak tetap saja tidak ada jalan.
Dengusan kesal terdengar dari arah sebrang, Derald tertawa getir. "Benar-benar tidak ada jalan lain ya? Maaf aku tidak bisa membantu."
"Kehadiranmu di dunia ini sudah membantuku, aku bersyukur mempunyai sahabat sepertimu. Terima kasih, Derald. Jika ... suatu saat nanti kita ditakdirkan bertemu semoga kau masih menganggapku sebagai temanmu, ya." Luna tertunduk, tawa miris terlontar di bibirnya.
"Aku tidak pernah melupakanmu, Luna. Oh sial, tidakkah kau tau bahwa aku ingin menikahimu?"
Luna tertawa, "Aku menghargai niat baikmu."
"Bukan." Derald membantah cepat. "Aku ingin menikahimu bukan karena ingin membantumu, tetapi karena ... karena aku menyukaimu, Luna. Selalu dan sejak dulu. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai sahabat, aku selalu melihatmu sebagai seorang wanita. Oh sial, aku tidak bisa melihatmu menikah dengan orang lain, Luna!"
Luna merasa jantungnya berdetak dua kali lebih kuat, berdentam hebat sampai ia sendiri bisa mendengar dentamannya diantara banyaknya suara berisik disekitarnya. Ya, dirinya juga memiliki perasaan yang sama terhadap Derald. Perasaan yang dipendam hingga terasa menyakitkan dengan landasan persahabatan konyol yang mereka jalani. Sekarang untuk saling mengungkapkan perasaan satu sama lain juga tidak berguna.
"Derald a-aku ...." ucapannya terhenti ketika melihat resepsionis wanita yang bernama Casandra itu berjalan ke arah taman. Terburu-buru Luna membuka heels nya lalu berlari menjauh, semoga wanita itu tidak melihatnya.
Menoleh kebelakang lalu kembali berlari dengan mengendap-endap. Ia tidak tau ada dimana tetapi sepertinya saat ini ia berada di bagian belakang Washington Corp. Taman itu berhubungan dengan bagian belakang dan juga basement. Mengapa wanita itu ke taman? seharusnya wanita itu mencari makan siang di luar bukan pergi ke taman.
Dengusan kasar dihembuskannya, menatap kedua kakinya yang terasa panas akibat berlari di atas lantai taman pada siang hari.
"Kau baik-baik saja, Luna?" Suara di seberang telepon menyapanya, ia hampir saja melupakan bahwa panggilannya masih terhubung.
"Hampir saja mati," jawabnya asal. "Apa sebaiknya aku mendatangi rumah Allard? Tempat tinggalnya mungkin lebih bebas dari pada di perusahaannya." Dengusan kesal dikeluarkannya.
Kembali dipakainya heels itu, saat ia ingin berjalan kedua matanya terbelalak. Wanita yang bernama Casandra itu juga menuju ke arahnya. Ap-apa dia ketahuan menyamar sehingga wanita itu ingin menangkapnya lalu melaporkannya ke polisi akibat penipuan? Bagaimana ini?
"Nanti ku telpon lagi," ucapnya terburu-buru sebelum mematikan ponselnya.
Luna kembali melepas heelsnya dan berlari semakin masuk kedalam hingga ruangan berubah menjadi gelap seutuhnya, gelap tetapi bukan basement. Ia menoleh dan wanita itu juga berjalan mengikutinya, tidak salah lagi wanita itu memang mengejarnya! Dadanya berdetak bertalu, Luna membuka pintu besi yang berada di sana dan berpuluh-puluh anak tangga terpampang dihadapannya. Ternyata ini tembusan dari tangga darurat.
Tanpa berpikir panjang ia menaiki satu persatu anak tangga itu dan berhenti untuk mengatur napasnya yang terasa habis. Sialnya wanita yang bernama Casandra itu juga mengikutinya masuk ke dalam tangga darurat, tetapi anehnya Casandra hanya berdiri disana tidak turut menaiki anak tangga, wanita itu seperti menunggu seseorang.
Detik kemudian pintu besi itu terbuka dam seorang pria berjas masuk yang langsung memeluk Casandra. Mereka berciuman, cih! Ternyata wanita itu hanya ingin berpacaran bukan mengikuti dirinya. Syukurlah, kakinya saja sudah mati rasa.
Luna memegang perutnya yang berbunyi, oh tidak! Ia lapar. Misi gagal dan sekarang ia juga kelaparan, bagus sekali. Semua keburukan menumpuk menjadi satu pada hari ini.
Bersambung...
Halo semuanya, jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini ya. Jangan lupa juga follow Instagram Author; Mesir_Kuno8181
Happy reading and enjoy~Matanya menatap tangga yang menjulang di atasnya, apa ia harus menaiki tangga ini demi bisa keluar dari sini? Atau menahan lapar hingga jam waktu makan siang berakhir dan wanita yang bekerja sebagai resepsionis ini kembali bekerja?Ah sebaiknya ia memang harus pergi dari sini, melewati puluhan anak tangga agar bisa mengisi perutnya yang keroncongan. Masih menjinjing heels nya Luna berjalan menaiki anak tangga, menatap sedikit putus asa pada tangga yang menjulang."Semangat!" ucapnya pada diri sendiri. Kata-kata yang tidak berguna karena ternyata sudah lebih dari dua puluh menit tangga ini terlihat seperti tangga keabadian yang tidak putus-putus.Setiap perbelokan pada tangga ada pintu besi yang sama seperti yang berada di bawah ketika Luna memas
Happy Reading and Enjoy~Lelaki bermanik abu gelap itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, membersihkan tangannya sebelum semenit yang lalu menendang tubuh seorang lelaki yang sudah tidak berdaya itu. Dibersihkan tangannya seolah-olah jijik dengan sesuatu yang baru saja disentuhnya."Urus penyusup itu," perintahnya pada seseorang yang sejak tadi selalu berada di belakang pria bermanik abu ini.Ia berbalik menatap Luna yang terduduk di lantai dengan wajah pucat. "Hei wanita, ikut denganku!" katanya sembari kaki panjangnya melangkah menaiki tangga darurat.Luna mendongak dan tatapan matanya yang berair berhadapan pada pria yang sepertinya adalah asisten dari lelaki bermanik abu itu. Asisten itu tersenyum kaku.
Happy Reading and Enjoy~Pria di hadapannya menjulurkan tangan hingga menyentuh titik sensitif Luna dari luar dress, menekankan tangannya di sana dengan sikap yang luar biasa kurang ajar. Luna bergetar, ketakutannya memancar jelas, hingga pria itu mengerutkan dahi dengan sikap menyelidik."Kau hanya tikus kecil yang mencoba menjadi bangsawan, eh? Jika kau benar-benar kekasih Allard kau tidak mungkin gemetar seperti ini hanya karena sebuah sentuhan." Pria itu berbisik di telinganya. "Sebab Allard menyukai kekerasan dan seharusnya kau sudah terbiasa, bukan?" Di akhir perkataannya pria itu menggigit kecil daun telinga Luna.Hidupnya kacau! Kacau! cepatlah ia keluar d
Happy Reading and Enjoy~Ruangan itu seketika hening, dahi John berkerut lalu tatapannya beralih pada Joan yang duduk dengan wajah pucat."Kau menyuruh anakmu berbohong, Joan?"Joan tergagap. "Dia hanya bermain-main, tuan. Mohon jangan terlalu di pikirkan.""Aku tidak berbohong. Daddy aku sudah bertunangan dengan Allard hari ini. Dan dalam waktu dekat aku memintanya untuk menikahiku.""Kalau begitu, mana cincin tunangannya? Menjadi kekasih Allard pasti mendapat cincin mewah, yang di ranc
Happy Reading and Enjoy~"Nikahi aku!"Allard membalikkan kursinya, menatap tertarik ke arah seorang gadis yang berdiri di hadapannya. Mata gadis itu memancarkan kesungguhan, yang membuat Allard menyunggingkan senyuman tipis.Mengangkat alisnya dengan gaya sombong, Allard berujar, "Layani aku satu malam, jika pelayananmu memuaskan aku akan mempertimbangkan untuk menikahimu."Gadis itu tersentak, tubuhnya menegang. Matanya yang berair menatap Allard dengan pandangan gelisah. Dengan gugup ia menggigit bibir bawahnya kecil untuk menyalurkan rasa dingin yang menjala
Happy Reading and Enjoy~Mengangkat alisnya sebelah, Allard bertanya heran. "Apa yang kau setujui?""Menjadi bonekamu," jawab Luna mantap.Allard mengerjap. Apa gadis ini tau yang di maksud dengan kata 'boneka' di sini? Itu bukan tentang menjadi diam dan penurut saja."Oke baiklah, kau yang sudah memilih. Sekarang ikut aku."Allard berjalan ke satu pintu yang berada di pojok ruangan. Ternyata itu adalah kamar yang bernuansa hitam. Gelap dan dingin. Jantung Luna berdetak dua
Happy Reading and Enjoy~Luna menggeleng pelan. Takut, ia tidak ingin tinggal dengan Allard. Tapi bagaimanapun, akhir hidupnya akan bersama Allard, mungkin sampai napas terakhirnya.Allard menodongkan kembali benda tajam itu ke pipinya. "Aku akan memberikan beberapa syarat yang harus kau patuhi, jika kau melanggar maka ada hukuman khusus. Jadilah gadis yang baik." Allard mengecup pipinya singkat.Seketika ruangan itu berubah menjadi terang, Luna memejamkan matanya. Cahaya lampu membuatnya belum terbiasa, lalu matanya membuka secara perlahan. Menatap Allard yang saat ini berbaring di sebelahnya sembari memainkan ponsel.
Happy Reading and Enjoy~Allard membuka paksa piyama Luna hingga tubuh gadis itu polos tanpa sehelai benang. Ia juga menghidupkan shower dengan air hangat, membuat lapisan kaca pada shower box itu berembun. Tanpa rasa malu lelaki itu juga melucuti pakaiannya sendiri.Luna meringkuk, tubuhnya terasa sakit, air yang menyentuh kulitnya terasa perih. Ia menutup matanya, tidak memiliki keberanian menatap wajah Allard. Kepalanya terdongak, dengan tarikan kuat pada rambutnya. Tarikan yang menyakiti kulit kepalanya. Luna merasa dagunya di cengkram, tangan Allard menyentuh luka pada pipinya, menekan disana dengan kuat.