Happy reading and enjoy~
Matanya menatap tangga yang menjulang di atasnya, apa ia harus menaiki tangga ini demi bisa keluar dari sini? Atau menahan lapar hingga jam waktu makan siang berakhir dan wanita yang bekerja sebagai resepsionis ini kembali bekerja?
Ah sebaiknya ia memang harus pergi dari sini, melewati puluhan anak tangga agar bisa mengisi perutnya yang keroncongan. Masih menjinjing heels nya Luna berjalan menaiki anak tangga, menatap sedikit putus asa pada tangga yang menjulang.
"Semangat!" ucapnya pada diri sendiri. Kata-kata yang tidak berguna karena ternyata sudah lebih dari dua puluh menit tangga ini terlihat seperti tangga keabadian yang tidak putus-putus.
Setiap perbelokan pada tangga ada pintu besi yang sama seperti yang berada di bawah ketika Luna memasukinya tadi, tetapi pintu besi itu seolah berkompromi membuatnya tidak bisa masuk akibat terkunci rapat.
Dan alhasil sepanjang tangga ia hanya membuang-buang waktu yang menyebabkan perutnya kembali berbunyi. Rasa lapar yang menyengat menyerangnya dengan ganas. Jika tau begini lebih baik ia menunggu hingga jadwal makan siang berakhir.
Lagi-lagi dirinya melakukan hal konyol. Luna menyeka dahinya yang mengeluarkan bulir keringat. Pandangan matanya tertuju pada tangga yang masih terbentang jauh, lalu tiba-tiba dari arah tangga terdengar kegaduhan sebelum akhirnya tubuh seseorang jatuh dari tangga dan hampir saja mengenainya. Kedua mata Luna terbelalak ketika mendapati seorang lelaki memakai jas jatuh dari arah tangga dengan keadaan tubuh yang berdarah.
Luna berlari menghampiri lelaki itu, menyentuh dengan hati-hati tubuhnya yang kaku. "Ka-kau tidak apa-apa?" tanyanya panik.
Karena terlalu khawatir pada tubuh yang terbaring lemah di hadapannya Luna sampai tidak menyadari bahwa ada seorang pria yang berada di atas tangga menatap ke arahnya dengan tajam, oh, atau lebih tepatnya menatap ke arah lelaki yang terbaring lemah di hadapannya.
Masih belum menyadari bahwa ada manusia lain yang berada di tangga itu, Luna berteriak minta tolong pada atas tangga. Berharap ada seseorang dibawah sana yang bisa membantunya.
Deheman seseorang menghentikan teriakkannya, Luna berpaling dan kedua matanya terkunci pada mata emerald bermanik abu gelap itu. Tubuhnya terpaku dengan rasa dingin yang memaku bahkan jika tidak ingin menambah daftar semua kekonyolannya hari ini mungkin saja Luna sudah menggigil hanya dengan sebuah tatapan.
Menelan ludah dengan susah payah dan entah mengapa sikap terintimidasi secara sepontan menguar dari tubuhnya hingga Luna merasa ciut dan mengecil. Oh, ya Tuhan ... bagaimana hanya dengan tatapan bisa membuatnya seperti ini?
"Bi-bisakah kau menolongnya? Kurasa dia terjatuh dari tangga ...." ucapan Luna memelan di akhir kalimat sebab sebuah pemikiran baru terlintas di benaknya.
Bagaimana jika lelaki ini bukan jatuh dari tangga, melainkan dorongan yang di sengaja oleh pria bermanik abu gelap yang saat ini menuruni tangga dengan langkah elegan sekaligus mengintimidasi ini. Seorang pria berjas hitam mengikutinya dari belakang.
Jadi ... ini bukan sebuah kebetulan melainkan pembunuhan!? Diliriknya lelaki lemah yang mengeluarkan banyak darah dari tubuhnya, lelaki itu masih membuka kedua matanya dengan sayup-sayup.
Tidak salah lagi, ini memang benar-benar kasus pembunuhan yang sialnya Luna menyaksikan itu semua. Dirinya akan menjadi saksi di pihak kepolisian karena masalah ini kemungkinan akan tersebar, pembunuhan antar karyawan Washington Corp.
Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terburuk, buru-buru Luna menjinjing kembali heelsnya sebelum tadinya diletakkan di lantai karena ingin melihat keadaan lelaki lemah ini.
"Ak-aku tidak melihat apa-apa. Anggap saja aku tidak pernah ada." Ia membalikkan tubuhnya bersiap-siap ingin menuruni tangga guna menghindari apapun masalah yang terjadi.
Oh, tolonglah ia hanya ingin menemui Allard tetapi tampaknya tidak ada satupun yang berjalan dengan lancar karena langkahnya dihentikan oleh satu tangan kokoh yang memeluk pinggulnya dengan erat. Mendorong tubuh Luna kebelakang hingga merapat pada sosok tak dikenalnya ini. Luna menoleh ke belakang, mendongak dengan wajah penuh harap.
"Bisakah kau melepasku, Tuan? Aku berjanji tidak akan menyebarkan berita apapun. Aku juga janji akan merahasiakan ini rapat-rapat dari siapapun. Jika berita ini tersebar kau bisa mencariku, tunggu sebentar, aku akan memberikan nomor ponselku."
Ingin mengatakan akan memberikan kartu nama, tetapi sayangnya dirinya yang baru saja tamat SMA dan juga tidak mempunyai usaha apapun tidak memilikinya.
Luna menyentuh tangan yang merangkul pinggulnya dengan hati-hati. "Ku mohon Tuan lepaskan sebentar, aku ingin mengambil ponselku ..."
Dan bukannya melepaskan pelukannya lelaki itu malah bergerak cepat membalikkan tubuh Luna dalam satu kali sentakan, hingga membuat Luna kini berhadapan langsung dan melihat dari dekat manik abu gelap yang menyihir itu. Seketika tubuh Luna kembali menggigil tatkala melihat ada noda darah di pipi lelaki yang berada di hadapannya ini.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu hidup setelah kau menyaksikan semuanya."
Suara bariton itu serak dan dingin, aura kejam menguar hingga Luna merasa kedua lututnya melemas. Jika saja tidak ada tangan lelaki ini yang menahan bobot tubuhnya mungkin saat ini Luna sudah jatuh terduduk konyol di lantai.
"Aku berjanji tidak melaporkannya pada siapapun, ku mohon ..." Kali ini Luna membuat permohonan di dada dengan kedua tangannya.
Bukannya mempertimbangkan keinginan Luna, lelaki itu malah melarikan pandangan matanya ke arah tubuh Luna secara terang-terangan.
Menilai dengan mengangkat alisnya sebelah, pandangannya terjatuh lama di belahan dada Luna yang memang berada dalam santapan lezat para lelaki, sebab dress yang dikenakannya pada saat ini memiliki belahan rendah pada bagian dada.
Ketika matanya kembali pada wajah Luna, rahangnya mengeras. Tangan yang digunakannya untuk memeluk pinggul Luna beralih ke leher, menekan leher Luna dengan kuat tanpa mau repot-repot memikirkan bahwa saat ini yang dicekiknya adalah seorang wanita.
"Katakan siapa yang mengirimmu? dari perusahaan mana?" tanya lelaki tak dikenalnya ini dengan nada dingin seiring dengan cekikannya yang terasa semakin kuat.
"Apa kau bersekutu dengannya? kau istrinya yang mencoba merayuku!?” Pertanyaan-pertanyaan lelaki ini semakin tidak masuk akal.
Napasnya habis, Luna memukul-mukul tangan yang mencekiknya. Wajahnya bahkan sudah memerah. "Ak-aku tidak tau apa yang kau katakan!" jeritnya susah payah.
Lelaki itu melepaskan cekikannya, membuat Luna langsung terjatuh ke lantai sambil terbatuk-batuk memegangi lehernya.
Lelaki itu membungkuk lalu menjambak rambut Luna, "Katakan siapa yang mengirimmu dan aku bisa mempertimbangkan untuk tidak membunuhmu.
Satu bulir air mata mengalir. Ketakutan menjalar ke seluruh tubuhnya, lagi-lagi mata emerald abu gelap ini menyihirnya.
"Ti-tidak ada yang mengirimku Aku hanya ingin mencari makanan karena perutku lapar." Satu isakan lolos.
Lelaki itu tersenyum mengejek. "Mencari makanan di tangga darurat, eh? Kau pikir aku bodoh?" Dilepaskan jambakannya dengan kasar, membuat tubuh Luna oleng.
"Tidak ada ampunan!" desisnya kejam.
Luna hanya ingin mencari makan guna mengisi kekosongan yang berada di perutnya, tidak lebih dari itu, tapi kenapa semuanya berjalan berbeda.
Mommy!
Bersambung...
Halo semuanya, jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini ya. Jangan lupa juga follow Instagram Author; Mesir_Kuno8181
Happy Reading and Enjoy~Lelaki bermanik abu gelap itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, membersihkan tangannya sebelum semenit yang lalu menendang tubuh seorang lelaki yang sudah tidak berdaya itu. Dibersihkan tangannya seolah-olah jijik dengan sesuatu yang baru saja disentuhnya."Urus penyusup itu," perintahnya pada seseorang yang sejak tadi selalu berada di belakang pria bermanik abu ini.Ia berbalik menatap Luna yang terduduk di lantai dengan wajah pucat. "Hei wanita, ikut denganku!" katanya sembari kaki panjangnya melangkah menaiki tangga darurat.Luna mendongak dan tatapan matanya yang berair berhadapan pada pria yang sepertinya adalah asisten dari lelaki bermanik abu itu. Asisten itu tersenyum kaku.
Happy Reading and Enjoy~Pria di hadapannya menjulurkan tangan hingga menyentuh titik sensitif Luna dari luar dress, menekankan tangannya di sana dengan sikap yang luar biasa kurang ajar. Luna bergetar, ketakutannya memancar jelas, hingga pria itu mengerutkan dahi dengan sikap menyelidik."Kau hanya tikus kecil yang mencoba menjadi bangsawan, eh? Jika kau benar-benar kekasih Allard kau tidak mungkin gemetar seperti ini hanya karena sebuah sentuhan." Pria itu berbisik di telinganya. "Sebab Allard menyukai kekerasan dan seharusnya kau sudah terbiasa, bukan?" Di akhir perkataannya pria itu menggigit kecil daun telinga Luna.Hidupnya kacau! Kacau! cepatlah ia keluar d
Happy Reading and Enjoy~Ruangan itu seketika hening, dahi John berkerut lalu tatapannya beralih pada Joan yang duduk dengan wajah pucat."Kau menyuruh anakmu berbohong, Joan?"Joan tergagap. "Dia hanya bermain-main, tuan. Mohon jangan terlalu di pikirkan.""Aku tidak berbohong. Daddy aku sudah bertunangan dengan Allard hari ini. Dan dalam waktu dekat aku memintanya untuk menikahiku.""Kalau begitu, mana cincin tunangannya? Menjadi kekasih Allard pasti mendapat cincin mewah, yang di ranc
Happy Reading and Enjoy~"Nikahi aku!"Allard membalikkan kursinya, menatap tertarik ke arah seorang gadis yang berdiri di hadapannya. Mata gadis itu memancarkan kesungguhan, yang membuat Allard menyunggingkan senyuman tipis.Mengangkat alisnya dengan gaya sombong, Allard berujar, "Layani aku satu malam, jika pelayananmu memuaskan aku akan mempertimbangkan untuk menikahimu."Gadis itu tersentak, tubuhnya menegang. Matanya yang berair menatap Allard dengan pandangan gelisah. Dengan gugup ia menggigit bibir bawahnya kecil untuk menyalurkan rasa dingin yang menjala
Happy Reading and Enjoy~Mengangkat alisnya sebelah, Allard bertanya heran. "Apa yang kau setujui?""Menjadi bonekamu," jawab Luna mantap.Allard mengerjap. Apa gadis ini tau yang di maksud dengan kata 'boneka' di sini? Itu bukan tentang menjadi diam dan penurut saja."Oke baiklah, kau yang sudah memilih. Sekarang ikut aku."Allard berjalan ke satu pintu yang berada di pojok ruangan. Ternyata itu adalah kamar yang bernuansa hitam. Gelap dan dingin. Jantung Luna berdetak dua
Happy Reading and Enjoy~Luna menggeleng pelan. Takut, ia tidak ingin tinggal dengan Allard. Tapi bagaimanapun, akhir hidupnya akan bersama Allard, mungkin sampai napas terakhirnya.Allard menodongkan kembali benda tajam itu ke pipinya. "Aku akan memberikan beberapa syarat yang harus kau patuhi, jika kau melanggar maka ada hukuman khusus. Jadilah gadis yang baik." Allard mengecup pipinya singkat.Seketika ruangan itu berubah menjadi terang, Luna memejamkan matanya. Cahaya lampu membuatnya belum terbiasa, lalu matanya membuka secara perlahan. Menatap Allard yang saat ini berbaring di sebelahnya sembari memainkan ponsel.
Happy Reading and Enjoy~Allard membuka paksa piyama Luna hingga tubuh gadis itu polos tanpa sehelai benang. Ia juga menghidupkan shower dengan air hangat, membuat lapisan kaca pada shower box itu berembun. Tanpa rasa malu lelaki itu juga melucuti pakaiannya sendiri.Luna meringkuk, tubuhnya terasa sakit, air yang menyentuh kulitnya terasa perih. Ia menutup matanya, tidak memiliki keberanian menatap wajah Allard. Kepalanya terdongak, dengan tarikan kuat pada rambutnya. Tarikan yang menyakiti kulit kepalanya. Luna merasa dagunya di cengkram, tangan Allard menyentuh luka pada pipinya, menekan disana dengan kuat.
Happy Reading and Enjoy~Luna membuka kain yang digunakan untuk menutup mulut Yessie. Tidak menyadari Allard yang berjalan mendekat ke arahnya, pria itu mencengkran tangan Luna, membawa gadis itu menjauh dari Yessie. Satu tamparan kuat di layangkan pada pipi Yessie hingga tubuh wanita itu sedikit oleng, Allard kembali memasangkan kain untuk menutup mulut Yessie."Sudah ku bilang menjauh dari mereka! Kenapa kau keras kepala, hah!" teriaknya tepat di depan wajah Luna, membuat gadis itu memejamkan matanya dengan tubuh bergetar."Jangan dekati orang seperti mereka!" desisnya tajam. Allard menariknya menjauh dengan sedikit paksaan, sebab Luna memberontak.