Share

Chapter 6

"Ada apa ini?" Aku mendengar suara Levy yang semakin mendekat.

"Nuva! Ya, Tuhan ! Apa kau terluka?" Levy berlari mengahampiriku lalu membantuku berdiri.

"Ya, setidaknya gaun yang kau berikan tidak kotor karena makanan dan minuman itu," jawabku sambil membersihkan sedikit debu di pakaianku.

"Siapa yang melakukan ini padamu? Jika ada yang melapor pada Mama tamatlah riwayatku," tanya Levy kini wajahnya terlihat sangat kesal.

"Wanita itu," jawabku santai sambil menunjuk wanita tadi yang mendorongku, Levy menoleh ke arah yang kutunjuk.

"Kau!"

"Levy, gadis kecil itu berbohong. Dia saja yang terlalu berlebihan, mengapa juga kau memilih bersama gadis kecil itu. Ia tidak akan dapat memuaskanmu, Levy-ku sayang," jawab wanita itu sambil bergelayut di lengan Levy.

"Levy," panggilku, Levy menoleh dan menatapku lembut.

"Apa itu 'jalang' dan 'merayu'?" tanyaku, seketika bola mata Levy membulat sempurna.

"Apa kau bilang? Mengapa kau tanyakan itu?" Levy berbalik bertanya.

"Wanita itu, menyebutku jalang dan telah merayumu. Aku tidak mengerti, tetapi aku akan tanyakan pada Mama jika kau juga tidak tahu," jawabku datar.

"Tu-tunggu, Nuva. Aku tahu, tapi nanti saja kita membahas itu," jawab Levy dengan suara bergetar.

Levy menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan membunuh, semua orang yang berada di sana perlahan mundur menjauh sambil menatap takut.

"Kau menghinanya ‘jalang' dan kau bilang dia merayuku?" tanya Levy sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum lebar.

"Ya, benarkan dia hanya jalang kecil yang merayumu dengan tingkah polosnya?" jawab wanita itu tanpa merasa bersalah.

Levy mengeluarkan beretta px4 yang tersemat di holster miliknya. Menoleh ke arahku dengan tatapan penuh meminta maaf.

"Maafkan aku, Nuva," ucap Levy dan suara bising detik berikutnya membuat telingaku terasa berdengung.

Doorrr

Suara tembakan menggema di ruangan kasino itu. Untuk kali ini saja aku tidak merasa kesal melihat Levy menembak seseorang di hadapanku, tetapi suara tembakan itu cukup membuatku kesal.

Brugh

Wanita itu terjatuh setelah ditembak Levy. Tidak ada yang bersuara di ruangan itu, alunan musik pun tidak terdengar sama sekali.

"Navier!" panggil Levy.

Navier datang lalu memerintahkan anak buahnya untuk membereskan kekacauan yang ada. Wanita itu mati dengan kepala yang hancur, entah bagaimana bisa kepala wanita itu hancur. Aku hanya melihatnya datar, takut? Aku tidak merasakan takut saat melihat seseorang mati di depanku. Mama berkata itu hal yang wajar jika ada yang mati tertembak. Walaupun sebelumnya aku tidak pernah melihat langsung seseorang tertembak.

"Kalian semua, aku hanya akan mengatakannya satu kali. Jagalah mulut kalian jika tidak ingin mati seperti jalang itu," ujar Levy dan kulihat mereka semua mengangguk mengerti.

Aku mencoba mendekati Levy, dan kulihat ia sedikit menegang. Tatapan takut saat melihatku, penuh penyesalan, dan aku tidak mengerti yang satu lagi.

"Levy."

"Maafkan aku, maafkan aku, padahal aku sudah berjanji untuk tidak menembak orang di depanmu, tapi aku tidak tahan lagi saat wanita itu menghinamu. Sungguh, maafkan aku," ujarnya sambil menundukan wajahnya.

Levy, ia tidak suka jika ada yang menghinaku. Ia akan langsung membunuh setiap ada yang menghinaku. Kini aku tahu wanita itu telah menghinaku. Sejak dulu, ia melakukan pembunuhan demi diriku. Apa itu yang disebut cinta?

"Hei, tenanglah, aku tidak merasa terusik saat melihatmu membelaku. Terima kasih, aku benar-benar berterima kasih. Jadi, berhentilah meminta maaf," jawabku mencoba menenangkan dirinya dan berhasil.

Wajahnya kembali berseri sambil memelukku erat. Dia benar-benar membuatku merasa nyaman di dekatnya. Setelah itu mereka semua kembali ke aktivitas mereka masing-masing dan merasa tidak terjadi apa pun. Wanita yang mendekati Levy pun menjauh takut melihatnya.

Levy mengajariku tentang berjudi dan itu sangat membuatku tertarik. Bagaimana cara untuk menang dan bukan hanya karena peruntungan. Mereka semua hebat, meski kalah pada akhirnya mereka akan menang dan tidak membuat mereka merugi. Levy benar-benar hebat, merancang semua agar semua orang mendapatkan keuntungan.

Kulihat ia sangat bahagia sekali saat mengajariku dan aku menang, walaupun sepertinya ia berusaha mencoba membuatku menang.

Setelah selesai dan aku sudah merasa lelah, melihat jam tangan yang Levy pakai sudah menunjukan tengah malam. Aku merasa mengantuk dan seluruh tanganku kebas, liburan kali ini membuatku lupa akan waktu.

Aku hampir lupa soal Dante, apa dia masih marah? Ia pun tidak menghubungiku. Apakah aku terlalu kasar? Aku baru kali ini bersikap seperti itu padanya. Apa dia akan membenciku?

"Nuva, sebaiknya kita istirahat. Aku akan tidur bersamamu," ujar Levy yang tiba-tiba memelukku dari belakang.

Aku hanya mengangguk lalu mengikutinya dengan tangannya yang menggandengku. Melewati beberapa tamu penting dan meminta izin undur diri.

Levy, semua orang berkata bahwa ia seorang psikopat gila. Suka membunuh dengan keji dan tanpa belas kasihan. Itu memang benar, dulu aku berpikir takut berdekatan dengannya, tapi sikapnya padaku, rasa sayangnya padaku, rasa cintanya padaku, melunturkan rasa takutku padanya. Ia memang psikopat gila, tetapi di sisi lain ia adalah orang yang sangat baik untukku.

Aku menyadarinya, ia hanya akan membunuh orang yang akan mencelakai, menghina, bahkan menyakitiku. Levy adalah orang yang sangat perhatian seperti yang lainnya, ia juga hanya bersikap manis padaku. Dan aku tahu pasti, ia mencintaiku.

"Ada apa, Nuva?" tanyanya berhenti tiba-tiba di depan pintu kamar.

"Apa?" jawabku tidak mengerti.

"Kau menggenggamku cukup keras," jawabnya. "Apa kau takut padaku?"

"Tidak, aku hanya sedang berpikir tentang dirimu," jawabku seadanya.

Levy mengerjapkan matanya lalu membuka pintu kamar, ia mempersilakanku masuk. Aku memasuki kamar itu lalu duduk di sofa dan diikuti olehnya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Levy.

"Kau psikopat gila yang baik hati," jawabku sambil mengambil ponsel milikku.

"Psikopat, huh?" gumam Levy yang terlihat tatapannya sedang menerawang.

"Aku suka semua apa yang ada dalam dirimu, kau berbeda dengan yang lain. Meskipun yang lain juga pasti akan bersenang-senang di atas mayat korban mereka. Kau itu ... istimewa," jelasku sambil melihat raut wajahnya yang kini ada semburat merah lagi.

"Jangan katakan itu, kau membuatku takut," jawab Levy ketus sambil memalingkan wajahnya yang memerah padam.

"Hahaha." Dia lucu sekali jika sedang seperti itu.

Hari-hari yang damai seperti ini sangat menyenangkan. Bagaimana keadaan Dante saat ini? Aku penasaran.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status