Share

1. The Deal

Barcelona, 09.00 p.m.

"Sepertinya ada yang spesial, tidak biasanya kau mengajakku bertemu, biasanya kau tidak bersedia bertemu di tempat seperti ini karena segan kepada kekasihmu," ejek Nick sambil memberikan kode kepada bar tender untuk menambahkan wiski di gelasnya.

Mereka berdua di dalam lounge yang berada di dalam sebuah hotel bintang lima. Suasana terbilang cukup santai untuk mengobrol, hanya ada beberapa pengunjung yang juga sedang menikmati cocktail dan juga wiski mereka.

Beck mengguncang pelan gelas wiskinya yang masih utuh seolah agar es batu dan wiskinya menyatu. "Sialan, aku tidak bisa bercinta dengan Sophie dengan leluasa lagi." Ia mengeratkan rahangnya.

"Kalian bertengkar?"

"Kami pasangan yang paling bahagia...." Beck tertawa kecil, hambar. Ia menyesap wiskinya lalu meletakkan gelas itu kembali ke atas meja. "Vanilla kembali."

Nick menaikkan kedua alisnya. "Oh, ya? Luar biasa, kau memiliki tunangan juga kekasih. Aku sangat iri padamu, Dude." Ada sedikit nada sinis terselip dalam ucapan Nick, sayangnya terlalu tipis sehingga Beck dipastikan tidak menyadarinya.

"Jangan bercanda, aku hanya mencintai Sophie."

Nick mengedikkan bahunya. "Jadi, kau mengajakku bertemu di sini hanya untuk mendengarkan kau mengatakan rasa cintamu kepada Sophie?" tanyanya sinis.

Kali ini benar-benar sinis, sangat jelas.

"Vanilla menekanku, ia terus saja mengancamku setiap keinginannya tidak kuturuti."

Bibir Nick mengulas senyum tipis. "Dia pandai membalas dendam." Nadanya terdengar puas meski juga nyaris tidak kentara.

"Ya, dia membalas dendam padaku karena orang tuaku sangat menyayanginya," ujar Beck.

Empat tahun yang lalu tiba-tiba keluarga besarnya berkumpul di rumah Vanilla yang berada tepat di samping rumah keluarga Beck, tidak ada yang menyangka jika malam itu adalah malam di mana orang tua Beck melamar Vanilla.

Perjodohan.

Beck saat itu benar-benar terpojok apa lagi Vanilla dengan malu-malu mengangguk menerima perjodohan yang di anggap sinting oleh Beck, ia benar-benar dibuat geram oleh Vanilla karena gadis itu bertingkah seolah-olah gadis yang amat patuh, menurut dengan apa pun yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya.

"Kenapa kau tidak belajar mencintai Vanilla?" celetuk Nick membuat Beck yang hendak menyesap wiskinya menghentikan gerakannya.

"Dia tidak cocok untukku. Demi Tuhan, dia gadis tomboy, kekanakan, dia tidak bisa berdandan. Dan dia...."

"Kau hanya bisa mengatainya seolah kau tidak memiliki kekurangan," sela Nick.

Beck menyesap wiskinya. "Aku berbicara fakta."

"Aku rasa otak dan matamu harus di cuci," ujar Nick, ia serius.

Di mata Nick, Vanilla adalah gadis yang cantik meski memang sedikit tomboy dan terlalu acuh pada dirinya sendiri. Gadis itu memang sedikit tertutup dan tidak mudah di dekati oleh siswa di sekolah mereka karena begitu tampak oleh Beck jika Vanilla bersama murid laki-laki, Beck akan menggunakan cara apa pun untuk menghalau siswa yang dianggap menganggu Vanilla.

"Aku ingin kau menolongku." Beck menatap Nick, sangat serius.

Nick mengerutkan keningnya. "Aku?"

"Ya, kau. Aku ingin kau merayu Vanilla, jauhkan dia dariku."

Nick tertawa tertahan hingga bahunya terguncang. "Apa kau sinting, Beck?"

"Aku serius."

"Aku yakin, kau sinting."

"Kau hanya perlu merayunya, buat Vanilla menjauh dariku. Setelah aku berhasil membuat pertunangan kami gagal, terserah mau kau apakan dia."

Beck berkata sungguh-sungguh, ia tidak bisa jika harus menikahi Vanilla sementara perasaannya hanya untuk Sophie, gadis kesayangannya yang telah ia kencani selama enam tahun.

Nick menyipitkan sebelah matanya. "Aku rasa kau pria paling kejam di Barcelona."

"Cinta harus memilih. Aku hanya mencintai Sophie dan lagi pula aku dan Sophie, kami sama. Tidak perlu ada pernikahan dalam hidup kami." Beck memberikan kode kepada bar tender untuk mengisi gelasnya yang telah kosong.

Nick sekilas melirik bar tender yang datang dan menuangkan wiski ke dalam gelas Beck.

"Apa Anda ingin menambahkan es batu, Tuan?" tanya bar tender itu ramah.

Beck mengangguk. "Ya."

"Kenapa harus aku yang merayu Vanilla?" Nick menatap Beck dengan tatapan lurus.

"Jangan berpura-pura tidak tahu jika Vanilla sangat mengagumimu dulu di sekolah," jawab Beck dengan nada sinis.

"Aku ketua tim basket, tentu saja banyak gadis yang mengagumiku, mengejarku bahkan melemparkan diri kepadaku dengan suka rela," kata Nick dengan nada sombong yang teramat kental.

Nick adalah salah satu putra pengusaha sukses di Barcelona, ayahnya bahkan memiliki perusahaan berskala internasional yang tersebar di beberapa negara di Eropa. Pria bermanik mata biru itu juga calon pewaris tunggal dari bisnis keluarga Knight yang maju pesat. Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas ketampanan Nick juga terlalu mencolok, ia bahkan pernah di nobatkan sebagai siswa tertampan di sekolahnya dan Vanilla, gadis itu salah satu penggemar Nick.

"Maka dari itu aku meminta bantuanmu. Aku yakin, kau tidak perlu berusa keras untuk mendekati Vanilla lagi, ia akan luluh dengan mudah padamu."

Nick tersenyum miring. "Apa keuntungaku?"

"Aku akan memberikan satu mobil sport keluaran terbaru tahun ini, kau bisa pilih yang paling mahal."

Nick memutar gelas wiski di atas meja, pelan. Sudut bibirnya sedikit terangkat. "Aku bisa membelinya... berikut pabriknya. Tapi, menikmati pemberianmu sepertinya menyenangkan."

Beck menaikkan sebelah alisnya. "Jadi, kau bersedia?"

"Anggap saja begitu," ujar Nick. "Tapi, tidak ada garansi Vanilla kembali padamu."

***

Beck bergegas kembali ke rumahnya kerena Vanilla memanggilnya melalui panggilan telepon dan mengancam akan memberi tahu orang tua Beck jika ia tidak segera kembali. Selalu begitu, Vanilla terus saja menekannya membuat Beck benar-benar semakin muak terhadap Vanilla.

Dengan langkah kaki panjang Beck menaiki tangga di rumahnya lalu mendorong pintu kamarnya dengan kasar. Ia melangkah mendekati ranjang di mana seorang gadis tengah berbaring di atas ranjangnya sambil menutupi wajahnya menggunakan novel.

Beck menarik novel yang menutupi wajah Vanilla yang berpura-pura tertidur, sesaat Beck mengamati wajah tunangannya dari dekat, Cantik. Tidak di pungkiri gadis berambut coklat terang itu memang cantik, kulitnya terlihat begitu halus dan tampak dirawat dengan baik.

Mengesampingkan kekagumannya beck sedikit menyaringkan suaranya, "Jangan berpura pura tidur!"

Vanilla membuka matanya perlahan, menatap Beck dengan tatapan sinis. "Jadi begini caramu memperlakukan tunanganmu?"

"Kau bukan tunanganku, Vanilla." Beck membalas tatapan Vanilla tidak kalah sinis.

"Oh ya? Apa kau lupa? Apa harus kuingatkan?" Vanilla tersenyum mengejek.

Melihat senyum mengejek di bibir Vanilla benar-benar membuat perasaan Beck jengkel. Vanilla memanggilnya dan memerintah Beck kembali dalam sepuluh menit atau ia akan mengadukan kepada orang tua Beck yang sedang berada di Canada bahwa Beck sedang pergi bersama Sophie meninggalkan Vanilla seorang diri di rumah.

"Vanilla." Beck menjeda ucapannya sejenak untuk menarik napasnya. "Kuuingatkan kembali, jangan bermain main denganku dan jangan pernah mengganggu urusan pribadiku!" Ia menekankan suaranya.

Vanilla mengubah posisinya, ia duduk di tepi ranjang dengan posisi kakinya menjuntai di tepi ranjang, rambutnya yang panjang tergerai bergelombang di biarkan berantakan di pundaknya yang hanya mengenakan jubah tidur dari kain sutra tipis, dadanya tampak tegak meski tidak menggunakan bra membuat Beck sempat meneguk air liurnya melihat pemandangan yang tersaji jelas di depannya.

Vanilla menelan ludahnya. "Aku calon istrimu, Beck. Aku berhak atasmu."

Beck tersenyum sinis. "Kau tidak memiliki hak mengaturku, apalagi mengancamku."

"Beck... aku calon istrimu." Nada suara Vanilla begitu rendah.

Beck menatap Vanilla, yang jelas ia tidak ingin menyakiti Vanilla dengan kata-katanya. Tetapi, ia tidak bisa memberikan harapan kepada Vanilla. "Aku tidak mencintaimu, Vanilla."

Jantung Vanilla terasa tertikam. Ini bukan pertama kali Beck mengatakan hal itu tetapi tetap saja ia adalah seorang wanita yang memiliki perasaan halus. Ditolak berulang kali oleh tunangannya sendiri adalah penghinaan terbesar dalam hidupnya namun ia harus terus bertahan karena sebenarnya ia memang mencintai Beck. Entah sejak kapan.

"Kau pikir aku mencintaimu? Kau jangan salah sangka, aku hanya menuruti keinginan keluarga kita, aku tidak ingin mengecewakan mereka," ucap Vanilla dengan nada sangat sinis menyembunyikan fakta bahwa perasaanya sangat sakit.

Gadis itu bangkit dari duduknya, ia maju dua langkah hingga jarak antara dirinya dan Beck mungkin hanya tinggal satu jengkal. Vanilla menatap Beck dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Beck bahkan mungkin dirinya sendiri. Mendamba, tetapi penuh kekecewaan. Mungkin seperti itu lebih tepatnya.

"Ayo batalkan perjodohan konyol ini." Beck berucap dengan nada sangat rendah.

Meski nada suara Beck tidak terdengar sinis dan tidak juga tinggi, nyatanya sekali lagi, badai kekecewaan menerpa Vanilla karena penolakan Beck. Ia bahkan belum merayu Beck, ia bahkan belum berhasil menaiki ranjang Beck.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.

Salam manis dari Cherry yang manis.

🍒

Komen (15)
goodnovel comment avatar
Agus Roma
lumayan bagus...
goodnovel comment avatar
Aulia Angel
saiya suka
goodnovel comment avatar
Tika Axel
good story
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status