Share

4. Reunion

Reuni diadakan di sebuah restoran hotel berbintang lima yang terletak di jantung kota Barcelona. Restoran itu menyatu dengan ke kolam renang, dan mengarah langsung ke pantai sehingga jika tamu restoran berkunjung ke sana pada sore hari, mereka dapat menikmati indahnya matahari tenggelam di Barcelona. Restoran dan kolam renang hanya di sekat oleh kaca-kaca besar yang memisahkan tempat itu. Ada pintu yang di desain menggunakan sensor otomatis, pintu akan terbuka dengan sendirinya saat ada orang yang akan melewatinya. Saat tiba di tempat itu Vanilla sedikit heran karena tempat itu tidak terlalu besar, mustahil menampung tiga angkatan siswa di sekolahnya. 

Gadis itu menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan, belum terlalu banyak yang datang karena ia sengaja datang lebih awal, ia juga tidak datang bersama Beck. Xaviera mengatakan jika ia harus menghindari Beck dan mencari teman pria sebanyak mungkin dengan tujuan membuat Beck cemburu. Dan malam ini, Vanilla akan memulai menjalankan rencana yang telah disusun oleh ibunya. Meski Vanilla sendiri sebenarnya sedikit tidak yakin. 

Bagaimana jika Beck tidak terpancing? 

Vanilla melayangkan pandangannya keluar restoran, ke arah kolam renang. Ia melihat beberapa orang gadis yang ia kenal berdiri di tepi kolam renang, asik berceloteh sambil mengambil foto mereka dengan cara selfie. Gadis itu segera memutuskan untuk bergabung bersama gerombolan gadis-gadis itu. 

"Vanilla...." Seorang gadis berambut pirang berjalan dengan langkah kaki lebar menghampiri Vanilla yang baru saja dua langkah melewati pintu otomatis. "Ya Tuhan, kupikir kau tidak akan kembali ke sini." 

Vanilla merentangkan kedua lengannya. "Cassandra, aku sangat merindukanmu," ujarnya. 

"Kau meninggalkanku empat tahun," gerutu Cassandra, ia adalah sahabat baik Vanilla selama ia duduk di bangku sekolah menengah atas. 

"Maafkan aku." Vanilla masih memeluk erat sahabatnya. "Sekarang aku telah kembali." 

"Dan kau tidak memberi tahu jika kau telah kembali," protes Cassandra. 

Vanilla merenggangkan pelukannya, gadis itu menyeringai. "Aku terlalu sibuk dengan toko kue ibuku." 

"Aku akan berkunjung ke toko kalian. Aku merindukan makan kue buatan ibumu sambil duduk di atas menara kecil di belakang rumahmu, astaga." 

"Kalau begitu, berkunjunglah ke rumahku bukan ke toko," ujar Vanilla. 

"Itu lebih baik, aku akan dengan senang hati mendapatkan kue secara gratis." 

Kedua gadis itu tertawa ringan sambil berjalan menuju tepi kolam renang, bergabung bersama gadis-gadis lain. Mereka tanpa canggung saling bertanya kabar lalu berbagi pengalaman selama empat tahun terpisah, berceloteh sebagaimana biasanya sahabat yang telah lama berpisah. 

"Empat tahun benar-benar membuatku berubah," ujar Cassandra yang sedari tadi mengamati penampilan Vanilla yang sangat anggun, berbeda dengan Vanilla yang ia kenal dulu. 

Vanilla tersenyum. "Tidak ada yang tidak berubah, kau juga," ujar Vanilla. 

Menyembunyikan fakta jika sebenarnya ia tidak berubah sama sekali, Ibunya yang bekerja keras selama sebulan melatihnya menggunakan pakaian yang modis, menggunakan make-up, berjalan dengan benar di atas sepatu dengan tumit tinggi dan runcing. 

"Dengar, mulai saat ini karena kau telah kembali ke sini, aku tidak mau tahu lagi. Kau harus sering bergabung bersama kami," ujar Alona. Gadis manis berambut hitam dengan warna mata coklat. 

"Apa kita akan berlatih balet lagi?" tanya Vanilla, raut wajahnya tampak sedikit tegang. 

Cassandra tertawa. "Jangan katakan jika empat tahun kau tidak pernah lagi menyentuh sepatu baletmu." 

"Kau benar," ucap Vanilla. 

"Sudah kuduga," ujar Jovanca. "Kalau begitu mulai Minggu depan kita akan belajar menari balet lagi." 

Vanilla memekik, "Ya Tuhan." 

Gerombolan gadis-gadis itu tertawa riang lalu kembali ke dalam obrolan, kali ini mereka mengenang masa remaja mereka. Masa-masa sekolah mereka di mana mereka tergabung dalam klub balet. 

"Omong-omong, kenapa hanya sedikit sekali yang datang?" tanya Vanilla karena setelah setengah jam kemudian hanya ada mereka dan beberapa gadis lain yang bergerombol secara terpisah, juga beberapa orang pria yang Vanilla ingat sebagai kakak kelasnya dulu. 

"Jangan katakan kau tidak tahu juga jika acara ini hanya untuk klub basket dan klub balet," kata Cassandra. 

"Apa?" Bibir Vanilla sedikit menganga tidak percaya, ia mengira acara reuni kali ini adalah reuni besar tiga angkatan. Ia sama sekali tidak mengira jika acaranya hanya untuk klub balet dan basket. 

Pantas saja di undangan tertulis jika dress code-nya santai. 

"Ah, sudahlah. Kita nikmati pesta ini. Lagi pula penyelenggara acara ini Nicholas Knight, anggap saja kita makan malam dan berpesta secara gratis ditraktir olehnya," kata Jovanca. 

"Hah?" Vanilla kembali terkejut. 

"Apa kau ingat kakak kelas kita, Nick?" tanya Cassandra. 

"Ketua tim basket," ujar Alona.

Vanilla hanya mengerjapkan kedua matanya. Tentu saja ia inga, Nick, pemuda paling tampan di sekolahnya, sahabat baik Beck. 

"Dia juga pemilik hotel ini," kata Jovanca. 

"Dan dia juga menggratiskan kita menginap di hotel ini malam ini," timpal Cassandra. 

Vanilla hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Tetapi, mendengar nama Nick sesungguhnya jantungnya berpacu sangat cepat. Mungkin karena dulu ia sangat mengagumi pria itu karena ketampanan dan aksinya di lapangan basket yang membuat semua siswi di sekolah menjerit histeris. Gadis-gadis di sekolahnya mengidolakan Nick hingga mereka bahkan membuat persatuan konyol, yang diberi nama Nick milik bersama. Ada peraturan tertentu di dalamnya, salah satunya adalah melindungi Nick dari gadis yang ingin mengencaninya di sekolah. Yang Vanilla dengar seperti itu desas-desusnya, entah benar atau tidaknya ia tidak tahu persis karena ia tidak bergabung dalam persatuan konyol itu. Lagi pula dulu ia masih kelas satu sementara Nick dan Beck, mereka kelas tiga. Dalam artian ia hanya pernah mengenal Nick selama satu tahun karena setelah Nick lulus, ia tidak tahu ke mana pemuda tampan itu melanjutkan studinya. 

Suara pria berdehem membuat Vanilla dan teman-temannya menoleh ke arah sumber suara. Beck berdiri tidak jauh dari mereka, tangannya di masukkan ke dalam sakunya, menatap Vanilla dengan tatapan dingin. 

"Bisakah aku meminjam Vanilla sebentar?" tanya Beck entah kepada siapa, yang jelas tatapan matanya terfokus kepada Vanilla. 

Teman-teman Vanilla terkikik, mereka telah terbiasa menyaksikan pemandangan seperti itu. Menyaksikan Beck yang tiba-tiba datang lalu menjauhkan Vanilla dari mereka, menyaksikan Vanilla berdebat dengan Beck karena masih ingin berkumpul bersama teman-temannya adalah pemandangan yang mereka jumpai hampir setiap hari saat pulang sekolah. 

Bibir Vanilla tampak sedikit mengerucut, Beck selalu begitu dari dulu. Pria bermata biru tembaga itu selalu mengganggu setiap ia sedang menikmati waktunya bersama teman-temannya. Vanilla bangkit dari duduknya, mengikuti langkah kaki Beck menjauh dari teman-temannya dan mereka berhenti di bagian tepi kolam renang yang sepi. 

"Bukankah sudah kukatakan jika kau harus berangkat ke sini bersamaku?" Beck diam-diam mengamati penampilan Vanilla yang berbeda dari biasanya. 

Terlihat cantik, tentu saja. Gadis itu mengenakan gaun berwarna hitam bergaya santai tetapi elegan dengan potongan lurus di atas lutut. Gaun itu sedikit sempit tetapi terlihat nyaman di pakai. Tetapi, bukan itu masalahnya. Bukan kenyamanan tetapi karena lekuk tubuh Vanilla terbentuk dengan sempurna membuat Beck diam-diam menelan air liurnya. 

"Aku bisa pergi sendiri, Daniel mengantarkanku," ucap Vanilla datar. 

"Kembali bersamaku, jangan menginap di sini, jangan berbaur dengan para pria, aku akan mengawasimu," ujar Beck dengan nada memerintah yang amat kental. 

Vanilla mencebik di dalam hati, ia sudah tahu akan seperti ini. "Aku berhak berbaur dengan siapa saja, kau tidak berhak mengaturku," ujar Vanilla datar. Xaviera mengatakan jika ia harus tegas melawan Beck jika pria itu mulai tidak masuk akal dan Vanilla sekuat tenaga memberanikan dirinya. 

"Kau tunanganku," desis Beck, rahangnya jelas mengeras. Nyaris tidak bisa menyembunyikan emisinya karena Vanilla melawannya. 

"Bukankah kau mengatakan kita tidak ada hubungan, Beck?" tanya Vanilla sambil terkekeh. 

"Jangan coba-coba menentangku atau kau, kuseret kembali ke rumahmu," geram Beck sarat ancaman. 

Vanilla menghela napasnya. Beck, pria itu selalu mengatakan bahwa ia tidak mencintainya tetapi sikap posesifnya membuat Vanilla sekali lagi menaruh harapan. "Baiklah, aku tidak akan berbaur dengan pria mana pun." 

Tunggu saja, Beck. Aku akan membalasmu seratus kali lipat. 

"Nah, itu baru Vanilla-ku," ujar Beck puas, ia menepuk-nepuk puncak kepala Vanilla pelan. 

Namun, Vanilla dengan kasar menepis telapak tangan Beck yang ada di atas kepalanya lalu tanpa berucap apa pun gadis itu melangkahkan kakinya menjauhi Beck, kembali menuju kursi di mana teman-temannya berada. 

"Bodyguard-mu, kukira sudah berubah, ternyata belum." Cassandra langsung melayangkan ejekannya ketika Vanilla telah kembali bersama mereka. 

"Sebaiknya kita masuk saja, acara akan segera dimulai sepertinya," ujar Vanilla tanpa menghiraukan ejekan Cassandra, matanya mengamati ke dalam restoran. 

"Sepertinya begitu," kata Jovanca. 

BERSAMBUNG....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate bintang.

Salam manis dari Cherry yang manis.

🍒

Comments (7)
goodnovel comment avatar
jaja din
biarin saja si beck ITU...
goodnovel comment avatar
Dewy Zainudin
baguss vanilla harus tegas dan jual mahal.jgn mau diatur dg orang yg gak mau menghargai hubunganya,yg sebenarnya
goodnovel comment avatar
Yuli Ningsih
kok antagonis vanilla sifat tomboy tapi ikut team ballet, lucu lah, terserah penulislah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status