Share

Part 7 : Saingan?

"Kenapa, Ma?"

Darren sedang mempersiapkan bukunya ke dalam tas sambil mengangkat telpon dari Ibunya.

"Temen Mama baru pindah ke Jakarta, dan anaknya baru masuk ke sekolah Daffa."

"Jadi?"

"Mama minta tolong sama kamu, untuk temenin dia. Soalnya Mama nggak enak, Ibunya udah minta tolong ke Mama. Dia belum punya temen di Jakarta."

"Oke, Ma."

"Jangan lupa, ya. Tante Rina itu udah baik sama kita. Jadi Mama harap kamu bisa baik-baik ya sama anaknya Tante Rina."

"Iya, Ma."

Darren menenteng tas ranselnya dan mengambil kunci mobil setelah menutup telpon. Menaruh tas itu di bangku penumpang dan duduk di belakang kemudi. Melesatkan mobilnya ke jalanan yang masih sedikit renggang, belum memasuki kawasan macet.

Lagi. Darren melihat Mikaela dengan anak-anak jalanan di emperan toko pinggir jalan yang sedikit macet yang dekat dengan sekolahnya.

Mika masih terlihat sama dengan pertama kali Darren melihatnya di jalan. Dia sedang membagi-bagikan makanan pada anak-anak itu. Dia itu sekaya apa sih? Darren memperhatikan sambil mengendarai mobilnya pelan, mengawasi cewek bermata hazel itu melalui spion mobil sampai tidak terlihat lagi.

Sesampainya di sekolah seperti biasa Rendy langsung menempel-nempel padanya seperti lem sol sepatu.

"Pagi, cinta," sapanya.

Darren hanya melotot mengabaikannya.

"Kok cuek sih, say, padahal kemarin kita 'kan udah liburan bareng berdua." Rendy merangkul pundak Darren yang sedikit lebih tinggi darinya.

Darren melepas rangkulan Rendy, dan menunjuk belakangnya dengan dagu. Di sana sudah ada beberapa cewek yang berjalan mendatangi Rendy.

"Pagi, Rendy," sapa cewek itu pada Rendy dan beralih memandang Darren sambil tersenyum manis. "Pagi, Daffa."

Cewek lainnya ikut berebut menyapa Darren.

"Ya," ucap Darren sambil berlalu meninggalkan mereka.

"Aahh... denger tuh dia jawab sapaan gue," suara salah satu cewek yang masih bisa Darren dengar.

"Ih, sama gue."

"Sama gue kali."

Darren berdecak melihat tingkah cewek-cewek itu yang sekarang lebih mirip dengan Mikaela.

"Hai, Kak Darren."

Darren refleks menengok mendengar nama aslinya dipanggil lembut seorang cewek.

Cewek itu tersenyum lebar ke arah Darren. Cewek yang memiliki wajah tirus blasteran, dengan rambut yang kemerah-merahan dan tubuh yang cukup tinggi itu menjulurkan tangan ke arahnya.

"Michelle," kata cewek itu.

"Siapa?"

"Anak Tante Rina"

"Oh," Darren membalas uluran tangan cewek yang bernama Michelle itu.

"Nice to know you, Darren"

"Don't call me Darren here."

Michelle hanya tersenyum. "Okay. Tante Ema udah cerita sama aku tentang kak Daffa. I'm sorry to hear that."

"Bagus deh." Darren mengedikan bahu kembali berjalan ke kelasnya.

"Aku cukup kenal sama kak Daffa, walau cuma sebentar tapi aku tau Kak Daffa itu orangnya baik banget."

"Yes, he is."

"Emm, oh iya Kak Darr--"

"Daffa," potong Darren cepat.

"Iya, Kak Daffa. Get well soon for him yaa."

"Thanks."

"Duileh... fans baru ya?" Rendy datang menyambar bagai petir. Kapten basket itu mendekatkan kepalanya pada Darren. "Cantik amat. Siapa, ya? Kok gue baru lihat," bisiknya.

"Kenalan sendiri bisa 'kan?"

Rendy nyengir, Michelle tertawa kemudian mengulurkan tangannya pada Rendy untuk berkenalan. Dengan hati riang gembira Rendy menyambutnya.

.

Mika celingukan mencari Daffa. Sejak kemarin pesannya kepada Daffa tidak mendapat balasan sama sekali. Bahkan tadi pagi dirinya mengirim pesan ke Daffa untuk datang ke taman seperti biasanya, untuk makan siang, tapi Daffa tidak datang sama sekali.

"Ya ampun 5 menit lagi masuk, tapi kak Daffa nggak dateng-dateng." Mika gelisah sambil terus menerus melihat ke arah arlojinya.

Mika putuskan untuk menelpon Daffa.

"Nomer yang Anda tuju sedang tidak aktif..."

Mika langsung mematikannya begitu mendengar suara wanita yang mengangkat telponnya. "Kemana sih kak Daffa?"

"Mik... Mikaa!"

Siska menghampiri Mika di bangku taman.

"Lo ngapain deh disini?" tanya Siska.

"Lo nggak lihat nih?" Mika menunjuk kotak bekalnya.

"Nah itu yang mau gue omongin. Lo ngapain di sini? Kak Daffa lo lagi asik tuh makan di kantin sama Rendy."

"Yang bener?"

"Iya, makanya gue nyariin lo, karena gue tau lo pasti nungguin cowok nggak jelas itu di sini."

"Nggak jelas?" Mika melotot.

"Maksud gue nggak jelas perasaannya sama lo." Siska terkekeh.

"Kita samperin, yuk!" ajak Mikaela.

"Eh, eh, tunggu. Dia sama cewek juga."

"What?"

"Iya, gue nggak tau siapa, mungkin anak kelas satu kali ya? Anaknya cantik, mukanya bule banget."

Mika setengah berlari meninggalkan Siska. Bisa mati penasaran dia kalau tidak langsung melihat siapa cewek yang makan bareng Daffa yang diceritakan Siska tadi.

"Mika, tungguin!" teriak Siska mengejar Mika.

Ternyata benar kata Siska, mereka duduk bertiga di salah satu meja kantin, Rendy terlihat tertawa dengan cewek itu. Sedangkan Daffa hanya diam sambil memakan baksonya.

"Kak Daffa."

Aktifitas tiga orang itu terhenti ketika Mika memanggil cowok berambut coklat gelap itu. Semua menoleh ke asal suara.

"Eh... Mika, Siska, sini gabung," tawar Rendy.

Mika duduk di samping Rendy karena kursi samping Daffa sudah ditempati cewek setengah bule itu. Siska menggeser kursi sebelahnya untuk duduk samping Mika.

"Hi, Kak."

Mika dan Siska yang merasa disapa menoleh ke arah cewek itu.

"Kenalin aku Michelle, kakak berdua namanya siapa? Temen Kak Rendy sama Kak Daffa ya?" sapa Michelle ramah dengan logat yang masih sedikit kebarat-baratan.

"Siska."

"Mika."

"Salam kenal ya Kak Siska and Kak Mika, aku murid pindahan."

"Kelas satu, ya?" tanya Siska.

Michelle mengangguk.

Entah kenapa Mika merasa tak senang melihat kehadiran Michelle. Menurutnya Michelle duduk terlalu dekat dengan Daffa. Seperti sudah sangat akrab.

"Kak, aku kirim pesan..."

"Hp lowbat," potong Darren.

"Oh, padahal aku udah nunggu di taman daritadi." Mika memonyongkan bibirnya.

"Oh, ya Mik, tadi gue mau ngasih tau lo kalau kita nggak bisa ke taman, tapi lupa," ucap Rendy.

"Kita?"

Rendy tertawa.

"Maaf, Kak, kakak ada perlu sama Kak Daffa ya? Tadi Kak Daffanya aku pinjem nemenin aku keliling sekolah ini, soalnya aku belum kenal sapa-sapa di sini," sela Michelle.

"Oh, belum tau sekolah ini ya? Ya udah besok biar gue aja yang nemenin ya?" Mika tersenyum kesal.

"Nggak usah, Kak, kebetulan aku memang udah kenal sama Kak Daffa. Takutnya ganggu waktu Kak Mika."

Iya, Lo ganggu waktu gue sama Daffa. Batin Mikaela.

"Nggak kok tenang aja, dengan senang hati gue bakal nemenin."

Siska melihat kilat muncul dari mata Mika dan mata Michelle yang saling berbentur dan menyerang.

"Udah masuk, gue ke kelas," pamit Darren bangkit dari kursinya.

"Kak, masakanku..."

"Rendy masih siap menampung." Lagi-lagi Darren memotong ucapan Mika.

"Aku juga mau ke kelas nih." Michelle pamit dengan terburu-buru menyusul Darren.

Rendy ingin bangkit juga dari kursinya tetapi dengan sigap Mika dan Siska menarik tangannya.

"Kak, kakak hutang penjelasan sama aku."

"Oke, Mika cantik. Nanti pulang sekolah aja ya si ganteng ini jelasinnya. Sekarang udah masuk nih, nggak lucu kan kalau cowok tertampan di sekolah di hukum bersihin wc seminggu?"

"Lebay deh," ucap Siska.

Rendy tertawa. "Bye"

.

Pulangnya Mika dan Siska sudah menunggu Rendy di warung bakso Mak Ijah depan sekolah.

Rendy melambaikan tangan mendekat setelah turun dari mobilnya yang ia parkir dekat warung. Rendy tidak sendiri, dia bersama seorang gadis manis.

"Siska mau traktir ya?" ledek Rendy begitu sampai.

"Enak aja, yang baru jadian siapa ih?!" Siska melirik ke cewek sebelah Rendy.

"Oh, belum," ucap Rendy santai. Si cewek hanya tersipu malu.

Mika mencebik di samping Siska.

"Kenapa sih, Mika cantik, kok cemberut aja?" tanya Rendy.

"Kak, siapa sih cewek itu? Kok deket banget sama Kak Daffa. Terus tadi juga aku lihat mereka pulang bareng."

"Oh, Michelle."

"Iya tau dia Michelle, kan tadi udah kenalan. Maksud aku dia itu siapanya Kak Daffa?"

"Mika tenang aja, dia itu cuma anak dari temen ibunya."

"Masa?"

"Iya, Darren yang bilang tadi."

"Darren?"

"Ehem, maksudnya Daffa."

"Tapi dia nempelin Kak Daffa terus deh."

Rendy tertawa. "Sabar aja ya, cinta itu ada ujiannya dan butuh perjuangan."

Mika mengangguk menengok ke arah Siska yang juga ikut mengangguk.

"Daffa itu suka sama lo, percaya deh. Cuma lo harus bersabar ya nunggu hari itu tiba."

"Ya ampun Kak Rendy ngomong kayak orang bener aja deh," ledek Siska.

"Gue kan emang orang bener, Sis. Udah gitu ganteng lagi."

Mika tertawa. "Ya udah, Kak Rendy makasih ya waktunya. Kalau mau jalan, ya udah jalan aja sana, kasian tuh cewek kakak nungguin," usir Mika.

"Calon," ralat Rendy lagi yang kemudian dihadiahi cubitan manja dari sang cewek manis itu.

Rendy meringgis sambil meninggalkan Mika dan Siska.

"Daripada lo bete mending kita jajan Banana Ice cream yuk," ajak Siska.

"Ide bagus."

Siska mengandeng Mika ke outlet penjual Banana Ice cream samping warung baksonya Mak Ijah.

"Padahal gue pengen banget makan ini Ice cream berdua sama Kak Daffa."

"Lho bukannya waktu itu lo udah beli kan bareng Kak Daffa."

Mika menggeleng. "Belum, terus kan Kak Daffanya sakit. Hm, mungkin dia udah lupa sama janjinya yang bakal traktir gue ini Ice cream."

Siska mengacak rambut Mika. "Udah deh jangan cengeng. Mellow banget sih lo."

Mika memeluk tangan Siska manja.

"Sis?"

"Hm?"

"Lo yang traktir kan?"

Siska melotot. Ternyata ada maunya ni anak sok-sok manja.

.

"Makasih ya, Kak Darren udah nganterin aku pulang," Michelle menunduk ke arah Darren yang masih ada di dalam mobil.

"Biar lo bisa kasih tau supir lo arah pulang," balas Darren datar.

"Nggak mampir? Mama nanyain lho."

"Salam aja, udah ya gue balik," pamit Darren.

"Iya kak, hati-hati di jalan."

Darren mengendarai mobilnya santai. Entah ini nasib sialnya atau nasib baiknya dikelilingi cewek-cewek cantik yang punya kelebihan bicara, atau tipikal cewek itu memang cerewet ya?

Kalau bukan karena ibunya Darren pasti akan menolak menemani cewek manja macam Michelle. Apalagi Michelle tahu semua rahasianya. Hanya Rendy dan Michelle. Sebisa mungkin Darren harus bersikap baik pada Michelle dan juga pada si cewek bawel itu.

Huh, Darren ingat bagaimana tidak bersahabatnya Mika pada Michelle tadi. Kalau saja Mika tahu dirinya bukan Daffa apa Mika akan tetap bersikap seperti itu?

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Panggilan dari Zania. Segera saja Darren mengangkatnya.

"Ya, sayang?"

"Kamu udah makan siang, sayang?"

"Udah."

"Bagus deh."

"Kamu telpon cuma mau nanya itu?"

"Kangen."

Dada Darren menghangat ketika kata itu diucapkan Zania.

"Sabar ya, semoga kita bisa balik seperti dulu."

"Iya sayang, aku selalu berdoa. Kamu lagi nyetir ya? Aku matiin ya? Kamu jangan nyetir sambil telpon dong. Yang hati-hati sayang."

"Iya, babe."

"Love you."

Zania mematikan teleponnya.

See, Zania memang pengertian dan berbeda dengan Mika.

"Hm, kenapa juga gue harus bandingin Zania sama Mika?" gumam Darren.

Darren berhenti di lampu merah. Darren merasakan kaca mobilnya diketuk-ketuk. Ternyata seorang anak yang menawarkan koran. Darren ingat anak itu salah satu anak jalanan yang belajar dengan Mika.

Entah ada angin apa, Darren merasa ingin memarkirkan mobilnya di salah satu pinggiran toko dan menghampiri anak tadi. Bukan ingin, tetapi Darren sudah melakukannya sekarang.

Dihampiri anak yang seingatnya bernama sama dengannya itu.

"Darren?" panggil Darren setengah tidak rela jika ada yang menyamai namanya.

"Kak Daffa!"

Anak itu menjerit memancing mata anak lain untuk melihat ke arahnya.

Darren dan yang lainnya berlari berebut memeluk Darren.

Darren merasa canggung dan melepaskan pelukan mereka sambil menuntun mereka duduk di salah satu stan minuman.

"Kak Daffa kok udah lama nggak dateng?" tanya gadis kecil yang Darren ketahui bernama Nina.

"Sibuk."

"Kak Mika juga bilang begitu, dia bilang kalau Kak Daffa sibuk, jadi nggak bisa dateng-dateng lagi."

"Oh ya?" Darren pura-pura tertarik. "Bang, es tebunya lima ya," ucapnya kemudian pada Mamang es.

"Yeeeyy," mereka bersorak.

"Yang lain mana? Kok cuma berlima?" tanya Darren basa basi.

"Mereka jualan koran di lampu merah sebelah sana kak," Darren menunjuk ke arah kiri.

"Kalian nggak sekolah?"

Wajah anak-anak itu berubah murung. Darren tau jawabannya dari raut wajah mereka. Okay. Darren menyesal bertanya tentang itu.

"Kami nggak sekolah, Kak. Tapi kami bisa membaca sama berhitung sedikit, kak Mika yang ngajarin kami," ucap Nina dengan raut wajah bahagianya yang terpancar.

"Sejak kapan Kak Mika ngajarin kalian?"

"Hmmm... sejak dulu, aku lupa." Nina terlihat mengingat-ingat.

"Sejak Ibu kak Mika meninggal, sejak 2 tahun yang lalu," Darren Junior menjawab. Mungkin Darren lebih mengerti karena usianya yang lebih tua dari Nina.

"Kalian sudah makan siang?"

Mereka kompak menggeleng.

"Sekalian pesen siomay sana, kakak traktir." Darren menunjuk gerobak siomay samping outlet es.

Mereka bersorak sekali lagi. Darren tersenyum melihat anak-anak itu terlihat gembira. Tanpa sadar dia memegang dadanya. Begini ya rasanya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status