Share

Part 4 : Meet and See

Setelah belasan jam lamanya perjalanan, antara sadar dan jetlag Mikaela akhirnya tau dimana dia menginjakan kakinya sekarang. Ia berdiri di tempat yang paling ingin ia hindari.

Bagai kutukan, seharusnya ia bertanya dahulu sebelumnya dimana ia akan bekerja. Karena terlanjur tergiur dengan fasilitas dan gaji yang dijanjikan oleh Leo, dengan gegabah Mikaela menandatangani kontrak kerja selama setahun.

Dan disinilah dia sekarang. Berdiri di gedung megah D.E Corp. Mikaela tahu benar gedung ini adalah milik ayah Darren yang sekarang sudah diambil alih oleh putranya itu.

Ingin rasanya Mikaela lari dari tempat itu, tetapi langkah kakinya memberat ketika ingat bahwa ia sudah terlambat untuk melarikan diri. Bi Salma sudah diantar ke apertemen barunya yang sudah disiapkan oleh Leo, sedangkan Mikaela langsung dibawa ke tempat dimana ia akan bekerja selama setahun nanti.

Yang membuatnya sedikit lega adalah, setidaknya dia akan bekerja di tempat yang sama dengan salah satu sahabat lamanya, Tiwi. Walaupun Tiwi belum mengetahui kalau Mikaela akan bekerja ditempatnya, karena Mikaela merahasiakan hal itu dari semua orang yang penting untuknya.

Mikaela memutuskan tidak memberi tahu siapapun sebelum dia benar-benar resmi bekerja, karena rencananya ia akan memberikan kejutan setelah bekerja di perusahaan besar kepada orang-orang terdekatnya kecuali Bi Salma yang memang menjadi orang pertama yang  mendengar bahwa Mikaela sudah diterima bekerja, tetapi yang terkejut sekarang adalah dirinya sendiri.

Kaki Mikaela gemetar ketika Leo membawanya untuk menemui seseorang yang menempati jabatan tertinggi di gedung itu. Seperti menunggu detik-detik hukuman mati, Mikaela tahu siapa yang akan dia hadapi sebentar lagi. Darren.

Bagaimana bisa nasib kembali membawanya kepada pria itu. Pria yang hingga saat ini masih selalu memenuhi pikiran Mikaela. Memenuhi tiap sudut hatinya, tiap hembus napasnya dan tiap doanya.

"Kau terlihat sangat gugup." ucap Leo ketika mereka memasuki lift untuk menuju ke lantai atas, tepatnya lantai dimana mungkin jantung Mikaela akan berhenti berdetak.

"Sedikit."

"Apa kau sakit? Wajahmu pucat."

"Aku baik-baik saja Mr. Leo."

"Baiklah kalau begitu."

Lift yang membawa mereka berhenti, Mikaela menelan ludah ketika Leo mempersilakannya keluar terlebih dahulu. Mereka disambut oleh seorang wanita sexy yang sangat cantik.

Mata nakal Leo terlihat menjelajah ke tubuh wanita itu dan Mikaela tau, dia hanya berdecak sambil mengurusi ketegangannya sendiri saat wanita itu membawanya dan Leo ke satu-satunya ruangan yang ada dilantai itu.

Aura dingin sudah terasa di kulit Mikaela, benar-benar seperti akan menerima hukuman gantung. Padahal Mikaela hanya akan bekerja selama setahun saja, ya itu harapan Mikaela.

Wanita itu mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam, sedangkan Leo dan Mikaela masih menunggu diluar ruangan.

Begitu wanita itu kembali dan mempersilakan Leo masuk Mikaela mematung ditempat. Benar-benar rasanya Mikaela ingin menghilang saat itu juga.

Mereka masuk ke dalam ruangan yang terasa amat dingin bagi Mikaela. Bahkan Ia tidak ingin menegakan kepala sekedar untuk menatap sekelilingnya, udara disekitar sudah cukup mencekiknya. Mikaela dapat merasakan tatapan tajam dari pemilik mata paling tajam di dunia ini; menurutnya. Mata hitam pekat milik Darren. Mata yang paling ia rindukan sekaligus ia takuti.

"Hi Mr. Darren, How are you?" Tanya Leo berbasa-basi.

Mendengar nama Darren, tubuh Mikaela menegang, tidak dapat bergerak lagi, bibirnya terasa kelu, untuk menggerakkan bola matanya saja sangat susah.

Beberapa detik berlalu, tidak ada balasan dari orang yang ditanya semakin membuat Mikaela merasa tidak nyaman.

"Aku sudah membawakan orang pilihanku, dialah yang terbaik dari yang paling baik." Leo mulai berakting.

"Siapa gadis ini?"

Suara berat Darren membuat kerinduan Mikaela meluap, dia benar-benar merindukan pria itu. Tapi mungkin Darren sudah tidak mengenalinya lagi, bahkan Darren saja bertanya siapa dia, atau mungkin Darren Belum melihat wajah Mikaela yang sedari tadi hanya memandangi karpet yang ia injak?

"Dialah yang akan menjadi sekretarismu." jawab Leo, tanpa dipersilakan, dia sudah duduk dengan manisnya di sofa ruangan itu. Sedangkan Mikaela tetap berdiri tegak, menunduk, tidak tau dimana posisi Darren berdiri sekarang.

"Yang benar saja? Gadis kampungan ini?"

Mikaela sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan Darren, apa dia benar-benar belum melihat bahwa yang dihadapannya sekarang adalah Mikaela.

Mikaela tidak berharap lebih pada Darren, karena pria itu akan menikah, setidaknya setelah sekian lama tidak bertemu, dia ingin hubungannya dengan Darren baik-baik saja seperti layaknya teman.

"Hei, dia cantik."

Mikaela harus berterima kasih pada Leo karena sudah membelanya.

"Kau tau Mr. Leo, yang aku butuhkan adalah seseorang yang pintar dalam bekerja dan memiliki sopan santun."

Terdengar suara ketukan sepatu mendekati Mikaela. Langkah tegap yang hanya dengan mendengarnya saja akan membuat kaki Mikaela melemas.

"Dan kau lihat gadis ini, aku sedang bicara padanya, bagaimana bisa dia hanya menundukkan kepalanya tanpa menatap calon bosnya? Sungguh sangat tidak sopan." Ucap Darren kejam berhenti tepat di depan Mikaela.

Gadis itu menatap sepatu hitam mengkilat Darren. Kepalanya perlahan terangkat, sangat pelan. Saat pandangannya lurus ke depan, yang dia lihat hanya dada bidang pria itu yang terbalut kemeja mahal yang lengan yang digulung sampai ke siku.

Sedikit ragu Mikaela untuk mengangkat kepalanya lebih ke atas. Ketika pandangannya tepat di mata Darren, Mikaela hampir menangis dibuatnya, betapa dia sangat rindu pada pria yang menatapnya penuh dengan kebencian itu, Mikaela dapat merasakannya.

Darren menyeringai, menatap Mikaela dari ujung kaki ke ujung rambut.

"Bukankah dia cantik?" tanya Leo sambil menyesap sampanye yang dibawakan wanita yang akhirnya Mikaela tau adalah sekretaris Darren.

"Seleramu sangat rendah Mr. Leo."

Darren tidak mengalihkan tatapannya dari Mikaela yang terkesiap dan tetap mematung ditempatnya mendengar ucapan Darren.

"Benarkah?" Leo masih berakting.

Darren melangkah pergi dari hadapan Mikaela dan mendekati Leo. Pria itu mengambil gelas kacanya dan menuangkan sedikit sampanye dalam gelas itu dan menyodorkan ke arah Leo, mengajaknya bersulang.

"Tapi karena kau sudah jauh-jauh membawanya kesini, baiklah aku akan menerimanya bekerja."

.

Mikaela keluar ruangan dengan lemas, mengingat bagaimana sikap Darren yang tidak bersahabat kepadanya. Ia segera menghidupkan ponsel yang sejak tadi ia matikan.

Beberapa pesan masuk ke ponselnya. Dari Rendy, Daffa, Bi Salma serta sahabatnya.

Hal yang pertama kali Mikaela pikirkan adalah menghubungi Tiwi dan mengabaikan semua pesan yang masuk. Ia ingin menceritakan semuanya kepada sahabatnya itu.

Leo menyuruhnya pulang terlebih dahulu untuk istirahat karena ia harus sudah mulai bekerja keesokan harinya. Tetapi bagaimana Mikaela dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman kalau keadaannya seperti ini? Ia butuh seseorang untuk menenangkan hatinya dan Tiwi adalah orang yang tepat untuknya. Selain Tiwi sahabat baiknya, Tiwi adalah orang yang paling mungkin dapat ia temui sekarang.

Mikaela menunggu hingga hampir dua jam lebih di cafe dekat kantor Darren, sampai akhirnya Tiwi dengan tergopoh-gopoh berlari menghampiri dan memeluknya. Waktu menunjukan pukul dua belas lebih tujuh menit, jam istirahat makan siang bagi Tiwi.

"Mikaela, I miss you so much." Tiwi memeluk Mikaela erat, begitupun Mikaela.

"Miss you too."

"Aku sangat terkejut kau ada disini." Tiwi mengajak Mikaela duduk kembali.

Mikaela celingukan, seperti mencari sesuatu.

"Tenang saja, Darren tidak mungkin mau datang ke Cafe kecil seperti ini."

Tiwi yang sebelumnya sudah mendengar banyak cerita tentang Darren mengerti apa yang dimaksud Mikaela.

"Kau tau? kau akan sangat terkejut mendengar ceritaku."

"Ada apa? Kau terlihat sangat pucat."

"Aku akan bekerja di tempatmu."

Kalimat itu sukses menghentikan aktivitas Tiwi yang sedang memilih-milih makanan.

"Apa aku tidak salah dengar?"

Mikaela menggeleng pelan.

"Kau tau kan, perusahaan itu milik Darren sekarang."

"Tentu saja."

"Lalu? Apa kau sudah gila? Kau sudah siap bertemu dengannya? Kau tau kan dia sudah bertunangan?"

"Aku tau semuanya, kau tau itu, aku tidak punya pilihan lain sekarang. Aku sudah menandatangi kontrak kerja."

"Bagaimana bisa?"

Mikaela menceritakan kejadian sejak ia melamar kerja hingga ia dipanggil Leo untuk wawancara yang ternyata hanya untuk mencarikan Darren seorang sekretaris.

"Jadi, Mr. Leo mengancammu akan menuntut ratusan juta kalau kau tidak ingin bekerja?"

"Ku pikir dia tidak bercanda, itu kesalahanku karena aku dengan tergesa-gesa menandatangani kontrak." Mikaela mulai putus asa.

"Tapi menurutku itu sangat berlebihan, aku tau bagaimana Mr. Leo, dia sangat suka bercanda, mungkin itu hanya guyonannya."

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Kau sudah bertemu dengan Darren?"

Mikaela mengangguk.

"Lalu? Apa yang dia katakan?"

"Dia menerimaku bekerja. Tapi.."

"Tapi apa?"

"Kau tau, aku berpikir dia sangat membenciku."

"Aku tau, jika kak Daffa tidak merekomendasikan aku untuk bekerja di perusahaan ini, dia tidak akan mempekerjakanku, karena aku adalah sahabatmu."

"Maafkan aku."

"Sudahlah, itu bukan salahmu. Lalu, apa yang akan kau lakukan? Aku tidak pernah mendengar kalau sekretaris Darren akan mengundurkan diri, tapi setelah kedatanganmu ku pikir wanita itu akan dipindah atau dia akan mengundurkan diri, karena setahuku dia sangat pandai dan cekatan dalam bekerja."

"Aku masih bingung."

"Kau sudah memberitahu kak Daffa atau kak Rendy?"

"Aku belum memberitahu mereka."

"Aku harap mereka akan membantumu."

"Sepertinya aku tidak akan memberitahu mereka dulu, aku tidak ingin terus menerus merepotkan mereka, lagipula kak Daffa sudah mempunyai istri."

"Mikaela..."

"Aku akan mencobanya, aku akan bekerja sebaik mungkin, aku tidak ingin mengecewakan orang-orang yang sudah membantuku."

"Apa kau yakin?"

"Bukankah kau ada di sampingku?"

"Tentu saja aku akan selalu ada untukmu kapanpun kau memerlukanku, tapi tidak sekarang. Kau tau aku lapar, dan jam makan siang ku hanya satu jam."

Mikaela terkekeh, sedikit terhibur dengan kehadiran Tiwi, mereka segera memesan makanan, karena Tiwi tidak punya banyak waktu dan Mikaela juga harus segera pulang ke apartemen barunya untuk beristirahat.

Ia sangat lelah, lelah karena perjalanan yang cukup jauh, lelah karena harus berhadapan kembali dengan seseorang dari masa lalunya.

"Sebaiknya kau harus benar-benar mempersiapkan dirimu besok. Karena peraturan di kantor sangat ketat." ujar Tiwi di sela-sela kunyahannya.

"Aku tau."

"Persiapkan hatimu juga."

Mikaela mengerutkan dahinya.

"Karena tunangan Darren sering datang ke kantor untuk mengantar makan siang, atau sekedar mampir."

Gerakan tangan Mikaela terhenti saat  memotong daging dipiringnya, ia tidak terkejut dengan ucapan Tiwi, sudah sewajarnya, Mikaela juga akan melakukan hal yang sama jika dia adalah seorang tunangan dari pria super sibuk seperti Darren.

"Seperti sekarang." Lanjut Tiwi. "Lihatnya ke belakangmu."

Mikaela memutar kepalanya ke belakang seperti apa yang Tiwi katakan.

"Wanita cantik yang berbaju biru, berambut panjang, yang tinggi bak model dengan tubuh yang membuat semua wanita di kantor iri. Dia adalah tunangan Darren."

Mikaela memperhatikan wanita itu dengan seksama, dengan gayanya yang anggun dan elegan, dia tidak malu membawa sebuah rantang cantik berwarna biru cerah. Dia tersenyum ramah kepada semua orang yang berpapasan dan menegurnya.

"Dia lebih cantik dari yang ku lihat di foto." Komentar Mikaela pelan kembali memandang Tiwi.

Sebelumnya Mikaela memang sudah pernah melihat tunangan Darren dari internet, dan ternyata di luar bayangan Mikaela, wanita itu berkali-kali lebih cantik aslinya daripada yang sebelumnya pernah Mikaela lihat.

"Apa kau baik-baik saja?" Tiwi sedikit khawatir dan menghentikan makannya.

"Tentu saja, berikan aku alamat tempat tinggalmu, aku tinggal di apertemen dekat sini."

"Benarkah?"

"Ya, aku dengan Bi Salma."

"Baiklah, aku akan mengirim alamatku, nanti sepulang kerja aku akan mampir ke apartemenmu, aku ingin bertemu dengan Bi Salma."

Mikaela tersenyum, dia bersyukur masih ada Tiwi disampingnya sekarang. Jadi dia tidak terlihat sangat menyedihkan, melihat bagaimana tidak sebandingnya dia dengan tunangan Darren. Bagai langit dengan bumi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status