Share

Part 5 : Guardians

"Wow, belum ada 24 jam aku mempekerjakan gadis itu, kalian sudah berada disini. Kalian punya informan yang cukup baik." Ucap Darren begitu membuka pintu ruangan kerjanya usai meeting dengan salah satu rekan bisnisnya.

Daffa dan Rendy yang sudah duduk di sofa ruangan Darren sejak tadi seketika berdiri melihat Darren memasuki ruangan dan dengan santai duduk di kursi kebesarannya.

"Kalian mau minum apa?" tawar Darren.

"Apa yang kau lakukan Darren?" protes Daffa.

"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kalian berdua lakukan disini?"

Rendy menghela napas mendekati Darren. "Apa maksudmu?"

"Apa?"

"Kau mempekerjakan Mikaela menjadi sekretarismu."

"Ayolah Rendy, aku hanya memberi dia pekerjaan, apa itu salah?"

"Tapi kenapa harus dia?"

"Tidak tahu, mungkin kami berjodoh." Darren mengangkat bahunya sambil menyeringai membolak balik dokumen yang sudah menumpuk di meja kerjanya sejak kemarin. "Apa kalian tidak merindukannya? Sudah tujuh tahun bukan kalian tidak bertemu dengannya?"

"Apa tujuanmu sebenarnya Darren?" Tanya Daffa yang akhirnya ikut mendekati Darren.

"Kau terlalu berpikiran buruk padaku Daff, bukankah kita saudara kembar? Kau tau? Tidak baik mencurigai saudaramu sendiri."

"Justru karena aku saudaramu."

Darren tidak peduli apa yang dikatakan Daffa, Ia lebih memilih bangkit dari kursinya dan mendekati lemari besar di sebelahnya untuk mengambil beberapa dokumen yang ia butuhkan.

"Lagipula kau ini pengantin baru, seharusnya kau pergi berbulan madu bersama istrimu bukan pergi kesini dan menanyakan hal kecil yang tidak penting. Atau kau rindu padanya?"

"Dimana Mikaela?"

"Aku akan mengirimkan dua tiket pesawat untukmu berbulan madu ke Thailand, pakailah villaku yang ada disana, aku harap kalian bersenang-senang dan memberikanku seorang keponakan."

"Dimana dia Darren?"

"Yang lucu."

Darren kembali duduk di kursinya.

Pintu ruangan Darren terbuka tiba-tiba. "Selamat siang pak, saya membawanya kesini."

Darren melirik sekilas ke arah pintu. Disana sekretarisnya, Lina sudah berdiri menatapnya dengan seorang gadis yang sejak tadi diributkan oleh kedua pria di ruangannya.

"Kau lupa peraturan di kantor ini Lina, kau lupa mengetuk pintunya, ini peringatan terakhir untukmu." Geram Darren. Ia menatap Mikaela yang wajahnya terlihat syok melihat Daffa dan Rendy sedang berada di ruangan itu.

"Maafkan saya pak, tadi.."

"Keluar sekarang."

Lina buru-buru keluar ruangan. Merasa bosnya tengah marah walau dengan nada yang sangat tenang mengusirnya, justru karena ketenangan bosnya itu yang membuat bulu kuduk Lina meremang, itulah hal yang menakutkan dari Darren.

Mikaela ikut membuntuti Lina untuk keluar ruangan sebelum suara Darren menghentikannya.

"Kau tetap disini."

Gadis itu mematung di tempat, dia melihat tangan Lina terkepal menyemangatinya lalu menutup pintu dengan sangat pelan.

Mikaela kembali berbalik arah sambil terus menunduk, tidak berani untuk menatap Daffa, Rendy maupun Darren. Ia bingung karena dirinya sama sekali belum memberitahukan Daffa ataupun Rendy bahwa ia sudah bekerja, parahnya lagi di perusahaan Darren.

"Mikaela." Panggil Daffa pelan. "Kenapa--"

"Kalian berdua keluar." Perintah Darren tiba-tiba.

Rendy menatap Darren terlihat ingin protes. Yang ditatap hanya melihat arloji ditangannya.

"Ini jam kerja, dia harus bekerja, karena aku menggajinya bukan untuk nostalgia, jika kalian berdua ingin reuni, sebaiknya tunggu sampai dia selesai bekerja."

Keduanya hanya menghela napas ketika Darren berjalan membukakan pintu untuk mengusir mereka secara halus. Daffa tahu, memang saat ini adalah jam kerja, daripada berdebat dengan Darren si keras kepala, Daffa memilih menepuk bahu Rendy dan mengiyakan apa yang dikatakan Darren.

"Aku tidak percaya kau melakukan ini padaku." ucap Rendy pasrah melewati Darren untuk keluar dari ruangan itu.

"Dan pemilik separuh perusahaan ini." timpal Daffa di belakang Rendy.

Darren hanya tersenyum menanggapi ucapan keduanya.

"Aku dan Rendy akan menunggumu dibawah." ujar Daffa sebelum Darren benar-benar menutup pintunya.

Mikaela tidak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya bisa menunduk sambil mengaitkan kedua jari telunjuknya ketika mendengar suara pintu yang tertutup kembali.

Di ruangan ini, hanya berdua. Dia dengan Darren. Memikirkan itu saja membuatnya gugup setengah mati.

"Kemarilah." Darren memanggil Mikaela untuk mendekat ke arahnya yang sudah duduk di sofa sambil menyesap sampanyenya sementara Mikaela melamun.

Dengan ragu Mikaela mendekati Darren perlahan. "A..ada apa pak?" tanyanya canggung. Kalimat sekaligus pertanyaan pertama yang dilontarkan Mikaela setelah sekian lama. Seharusnya Mikaela memeluknya sambil mengatakan jika Mikaela merindukan Darren.

"Sejak dulu kau memiliki banyak pahlawan. Itu membuatku muak." Darren menggoyangkan gelasnya sambil mendongak menatap Mikaela.

Mikaela hanya terdiam, masih tanpa menatap Darren yang sudah bangkit dan berjalan ke arahnya. Darren berhenti tepat di depannya.

"Siapa namamu?"

"Mika..ela."

"Ah, ya itu, mulutku tidak sanggup untuk mengucapkan nama itu lagi."

Dada Mikaela terasa sesak mendengar Darren.

"Kau terlihat kotor sekali, coba ceritakan padaku, apa yang sudah terjadi, kenapa kau bisa berada di Paris huh?" Darren berjalan menjauhi Mikaela, mendekat ke jendela kaca yang menampakan pemandangan kota yang super sibuk.

Mikaela masih bertahan di posisinya, mendengar kata 'kotor' sudah benar-benar menguncangnya.

"Aku dengar ayahmu bangkrut, Darimana kau mendapat uang untuk pergi dan melanjutkan studimu ke Paris?"

"......"

"Apa kau menjual dirimu?"

"......"

Darren tertawa, kemudian menghisap sampanyenya lagi.

"Aku sangat yakin kau menjual dirimu. Berapa hargamu?"

"....."

"Aku akan membayar dua kali lipat untuk tidur denganmu." Darren kembali mendekati Mikaela, ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Tangan sebelahnya masih memegang gelas kaca.

Dada Mikaela bergemuruh hebat, bagaimana bisa Darren mengatakan hal sekeji itu padanya. Tangannya mengepal ingin menangis rasanya, tapi ia tahan sekuat tenaga, ia tidak ingin menangis di depan Darren. Sungguh sangat tidak ingin.

"Tapi aku berfikir, pasti hargamu murah ya? Karena..yah.. kau terlihat..." Darren memperhatikan Mikaela dari bawah hingga atas. "Sangat tidak terurus."

"....."

"Aku memakluminya, setelah kau ditinggal ayahmu dan jatuh miskin, pasti kau tidak bisa membiayai perawatanmu."

"....."

Darren kembali meminum sampanyenya sampai habis lalu meletakkan gelas yang ia pegang ke meja dan kembali menatap Mikaela, kedua tanggannya sudah ia masukkan ke kantung celananya. Benar-benar kebiasaan yang tidak bisa Darren hilangkan sejak dulu.

"Berapa uang yang kau butuhkan, katakan saja."

"....."

"Aku akan membayar berapapun asal kau mau menjadi pelacurku, sebelum menikah rasanya aku ingin sedikit bermain-main dengan gadis murahan."

Mikaela menelan ludahnya berat, sebelum membuka mata dan menatap Darren tepat dimatanya.

"Maaf pak, ini jam kerja. Saya harus bekerja, karena anda menggaji saya bukan untuk nostalgia, jika anda ingin reuni tentang masa lalu saya, sebaiknya tunggu sampai saya selesai bekerja."

Setelah mengucapkan hal itu, tanpa menunggu balasan dari Darren, Mikaela keluar meninggalkan ruangan itu. Hatinya sudah tidak sanggup mendengar penghinaan yang Darren ucapkan padanya.

Mikaela mengusap air matanya begitu sampai ke toilet. Sakit. Hanya itu yang dapat ia rasakan sekarang. Ia mengambil tisu toilet sebanyak mungkin untuk membersihkan sisa butiran-butiran air yang mengalir dipipinya. Ia tidak ingin siapapun melihatnya menangis kecuali dua orang wanita yang baru saja memasuki toilet. Memandangnya dengan tatapan penasaran. Ia akan kembali pada Lina untuk mempelajari apa saja yang harus ia kerjakan nantinya jika Lina sudah keluar dari perusahaan ini.

Mikaela tidak dapat bertemu Tiwi, karena Tiwi bekerja dilantai yang berbeda dengan divisi yang berbeda. Padahal Mikaela ingin sekali pergi menemuinya dan menceritakan apa yang terjadi. Dan satu lagi yang membuatnya sakit kepala. Ia berhutang penjelasan kepada Daffa dan Rendy tentang bagaimana bisa ia bekerja di perusahaan Darren.

.

Waktu istirahat sudah tiba. Mikaela memutuskan untuk pergi menemui Tiwi sebelum pergi ke kantin untuk makan siang. Tiwi mengajaknya makan di cafe kecil tempat mereka bertemu kemarin.

Ponsel Mikaela berdering, telpon masuk dari Rendy. Ia sampai lupa jika Daffa dan Rendy sedang menunggunya, karena tadi Mikaela sangat sibuk mengerjakan laporan pertamanya, yang sangat ingin ia kerjakan dengan sempurna.

Setelah berbicara sedikit pada Rendy, Mikaela menutup kembali ponselnya.

"Siapa?" Tanya Tiwi penasaran mendengar pembicaraan Mikaela.

"Kak Rendy."

"Ada apa?"

"Dia sedang menungguku disini."

"What? Dia disini?"

"Ya, dengan kak Daffa."

"Kau benar-benar beruntung Mikaela, kau punya dua malaikat yang akan menyelesaikan masalahmu."

Mikaela memutar bola matanya malas. "Mereka adalah masalahku sekarang."

"Bukankah kau yang memberitahu mereka kalau kau sedang ada disini."

"Aku sama sekali belum memberitahu mereka."

"Jadi, siapa yang memberitahu mereka?"

"Mungkin Bi Salma."

Mikaela dan Tiwi berjalan sedikit cepat ke arah lobi gedung, Daffa dan Rendy sudah menunggu Mikaela disana.

"Hai kak Daffa, kak Rendy, apa kalian baik-baik saja?" Sapa Tiwi begitu melihat sosok Daffa dan Rendy yang berdiri memunggungi mereka.

Mendengar suara cempreng yang sedikit familiar itu membuat keduanya berbalik.

"Hei Tiwi, aku baik, bagaimana kabarmu?" jawab Daffa dan kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

"Bagaimana kalau kita berbicara di tempat lain. Aku sudah tidak sabar mendengar alasan seseorang." sindir Rendy.

"Makanan di cafe samping kantor ini cukup enak, walaupun tempatnya sederhana, tapi aku yakin kalian tidak akan sakit perut ataupun keracunan jika memakannya." ajak Tiwi.

Daffa tersenyum mengiyakan diikuti Rendy. Mereka tidak memerlukan kendaraan untuk sampai ke cafe itu.

Mereka memilih duduk di kursi bagian dalam yang sedikit tersembunyi, karena ingin mendapatkan privasi.

"Lumayan juga." Komen Rendy memperhatikan interior cafe yang banyak diisi oleh orang-orang dari kantor Darren.

Pelayan datang menghampiri mereka untuk mencatat pesanan. Daffa dan Rendy hanya memesan kopi hitam dan beberapa cake yang ditawarkan oleh sang pelayan, sedangkan Mikaela dan Tiwi memesan jus dan lunchbox andalan para karyawan kantor.

Setelah mencatat pesanan mereka pelayan wanita yang tersenyum memperhatikan Rendy itu akhirnya pergi dari hadapan mereka.

"Jadi, jelaskan padaku. Dan apa yang dia katakan padamu di dalam tadi?" tuntut Rendy setelahnya.

"Ceritanya panjang kak. Dia hanya memberitahu apa saja tugasku." bohong Mikaela.

"Aku memiliki banyak waktu untuk mendengarkan Mikaela." Daffa meletakkan tangannya di atas meja dan menatap Mikaela lekat.

Mikaela semakin salah tingkah ketika kedua pria dihadapannya menatap ke arahnya dengan pandangan siap akan meledak.

"Jangan marah padaku kak, aku tidak tau kenapa aku bisa bekerja dengannya, karena aku pikir pada awalnya aku bekerja dan melamar di perusahaan Mr. Leo, tetapi ternyata dia membawaku kesini, aku tidak tau kalau aku harus bekerja di perusahaan kak Darren." Mikaela mengatakan itu dengan sekali tarikan nafas.

"Mr. Leo?" Rendy memastikan.

"Kau mengenalnya?" tanya Daffa.

"Tentu saja, aku pernah bertemu dengannya dua kali." jawab Rendy. "Dia yang mengantarkanmu?"

Mikaela mengangguk. Ia memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Rendy dan Daffa.

Setelah mendengarnya, Rendy tampak berpikir. Begitupun Daffa.

"Keluarlah dari sana." Gumam Daffa menatap kosong ke arah air mineral di atas meja. "Aku yang akan membayar ganti rugi atas kontrakmu."

"Tidak kak." Mikaela menggeleng. "Aku sudah mengatakan aku tidak mau menerima apapun lagi darimu."

Mikaela lalu mengalihkan tatapannya ke Rendy. "Dan juga darimu kak."

"Tapi, kau bekerja dengan Darren, Mikaela, ini Darren." Daffa tetap berkeras hati memaksa Mikaela.

"Dia akan menggajiku dua kali lipat kak."

"Bekerjalah di perusahaanku, aku akan menggajimu lima kali lipat." tawar Rendy.

"Aku saja kalau begitu." timpal Tiwi cepat.

Rendy memelototinya, memberi kode supaya Tiwi diam karena mereka sedang membicarakan hal yang penting. Tiwi hanya bisa mencebik.

"Aku akan menghadapinya kak, kalian jangan berlebihan seakan-akan dia akan membunuhku, bagaimanapun kami pernah menjadi teman dekat dulu. Aku yakin aku akan baik-baik saja." ucap Mikaela tersenyum.

"Kau akan baik-baik saja Mikaela, tapi hatimu? Apa kau yakin akan baik-baik saja?"

"Kak Daffa, kau tau bukan bahwa aku bukan gadis lemah? Aku pernah terjatuh ke dalam lubang yang sangat dalam, dan aku bisa menghadapinya. Sekarang aku punya kalian, aku merasa lebih baik, aku pasti baik-baik saja."

"Baiklah, tetapi jika terjadi sesuatu padamu, aku tidak akan tinggal diam." tukas Rendy.

"Kau benar-benar kakak yang baik. Tapi kau jangan berpikiran buruk, aku hanya bekerja kak. Dan aku lapar, ayo makan." Ajak Mikaela melihat makanan yang sudah dihidangkan di atas meja.

"Firasatku buruk.." gumam Daffa yang hanya dapat di dengar oleh Rendy karena Mikaela sudah asik mengobrol dengan Tiwi.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dyah Renggowati
Iya , disini coinnya lebih mahal dr yg lain
goodnovel comment avatar
Jasmin Mubarak
mahal coin na😢😢
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status