Alena menaikkan sudut bibir bagian kanan. Kemudian, kepalanya diangguk-anggukan dengan ringan. Menandakan bahwa ucapan sang atasan disetujui. Sesuai dengan fakta. Ia tak akan dapat untuk menampik. Mengakui adalah hal yang harus dilakukannya.
"Aku memang tidak akan pernah membuat kau kecewa, Miss Geovant. Aku juga sadar diri. Jadi, aku akan meminta maaf kepadamu untuk sikapku yang tidak mengenakan," ujar Alena sungguh-sungguh, walau santai saja.
"Tidak usah. Aku tidak pernah marah. Aku profesional. Hanya aku suka mengatakan apa yang ada di dalam kepalaku jujur. Kau juga sudah tahu sifatku bagaimana bukan?"
Alena mengangguk ringan. Senyumannya kian melebar. Tawa diloloskan. Mencairkan suasana yang sedikit tegang. Kemudian, ia menduduki kursi di depan meja kerja atasan sekaligus salah satu sahabat baiknya itu.
Alena menegapkan tubuh dan kedua tangan disilangkan di dada. Masih dipandanginya lekat sosok Amanda Geovant. Ekspresi yang ditunjukkan oleh wanita itu berbeda dari kemarin. Membuatnya menjadi kian curiga. Tentu saja, ia harus mengonfirmasi segera.
"Kau menelepon dan memberitahukanku jika ada projek baru untukku. Jelaskan cepat kepadaku. Kau jangan menunda-nunda lagi dan menyebabkanku ingin tahu terus," pinta Alena dengan suaranya yang tidak santai. Intonasi juga ditinggikan.
"Kau bahkan mengirimkan bodyguard khusus untuk menjemputku, Boss. Kau tidak percaya bukan jika aku akan sungguh menerima pekerjaan ini?" Alena pun tak segan mengungkapkan kecurigaannya.
"Kau sangat pandai menebak pikiranku. Kau benar. Aku baru hendak menjemputmu. Tapi, baguslah kau sudah datang dan memenuhu janjimu kepadaku."
Alena terus mengembangkan senyuman. "Nah jika sudah begitu, bisakah cepat jelaskan kepadaku?"
"Hahaha. Kau tidak sabaran, Nona. Aku akan jelaskan jika kau mau menerima. Maksudku benar akan menyanggupi. Kau sudah sering menolak. Aku tidak mau kau ulangi. Aku yang harus menanggung malu pada klien karena perubahan kau buat."
Alena tak cepat menjawab, kali ini. Memang tidak akan mudah membujuk atasannya. Ia harus menetapkan kesepakatan serta juga negoisasi. Namun, Alena bukan tipikal yang dapat segera memutuskan akan mengambil tawaran. Tidak ingin dirinya sampai merugi.
Di sisi lain, keuangannya pun telah semakin menipis saja. Hampir tiga bulan ia menolak semua projek diberikan. Sebab, belum ada yang sesuai dengan apa diinginkannya.
"Kau ingin berubah pikiran lagi? Oke, aku tidak akan memaksa. Jika bagimu tidak bagus. Akan aku limpahkan pada yang lain. Tapi, kau sungguh bodoh jika menolak bayaran satu juta dollar setiap bulan. Kau akan bekerja selama kurang dari 200 hari."
Kedua mata Alena seketika membulat. "Apa katamu tadi? Satu juta dollar? Wow, jumlah yang fantastis. Dia pasti pria kaya raya. Kau tidak bilang padaku."
"Jelas saja. Dia adalah billionaire muda. Dia memiliki paras yang tampan. Kau pasti akan suka dan terpesona dengan pria itu. Aku punya foto dia. Akan aku perlihatkan. Memang sengaja tidak aku jelaskan karena rasanya tidak akan penting bagimu. Aku tahu kau tidak terlalu suka dengan uang."
Alena menambah tinggi lagi kedua ujung bibirnya. Melebarkan senyuman. Sosok pria berdiri tegap dengan setelan jas hitam di dalam foto, begitu dilihatnya lekat. Alena pun langsung merasakan ketertarikan dengan alasan tak cukup bisa logis.
"Baiklah. Aku akan menerima kerja sama dengannya. Apakah aku juga harus bercinta bersama dia?" tanyanya to the point.
"Itu urusan kau dan dia. Aku tidak ingin ikut campur. Aku memberi hak kau untuk mau atau tidak. Jangan menanyakan kepadaku. Lagipula, kau dan dia yang akan bercinta. Bukanlah aku yang terlibat, Miss Amanda."
"Maka dari itu, aku merekomendasikan kau kepadanya. Aku selalu memerhatikan para staf agar bisa nyaman bekerja dengan klien. Tidak semata-mata karena uang saja."
Alena menggangguk-anggukan kepalanya dengan gerakan lebih ringan. "Kau memang bos terbaik, Miss Amanda. Aku betah di sini bekerja karena kau memikirkan kami."
Waktu makan siang sudah selesai sekitar 70 menit yang lalu. Dan pertemuan khusus bersama klien penyewa jasanya, terjadwal pukul dua siang, tak berjalan sesuai dengan jam telah ditentukan akibat keterlambatan dirinya datang ke kantor. Alena sengaja. Tak akan peduli jika nanti atasannya bisa marah atau kesal. Sudah biasa baginya dihadapi.Dengan langkah anggun dan juga raut wajah yang tanpa senyuman, Alena berjalan ke arah ruangan kerja Miss Amanda Geovant. Berjarak sekitar dua meter lagi di depannya. Kurang dari satu menit, ia akan sampai. Namun kemudian, kedua kakinya pun berhenti melangkah mendadak, tepat di depan meja kerja Jasmine Vlaour Reyes. Keberadaan dari seorang pria yang tengah bersama sekretaris sang atasan itu.Dengan senyum semakin merekah, Alena bergegas mendekati mereka. Ia yakin jika kehadirannya tidak disadari oleh Jasmine maupun Raynold, mereka berdua begitu tampak larut akan percakapan yang serius. Tampak jelas dari mimik diperlih
"Cepat masuk Miss Alena!"Alena tak terkejut dengan seruan kencang dari sang atasan. Ada alasan lain yang sudah menyebabkan gerakan kedua kaki menjadi terhenti. Namun, Alena tidak membiarkan hal tersebut berlangsung lama. Ia kembali melangkah menuju ke sofa panjang. Tatapan terpusat pada seseorang berparas tampan dengan tubuh atletis tengah duduk di sana.Benar, sosok pria itulah yang sudah sukses membuatnya terkaget-kaget. Lebih tepat jika dikatakan sebagai bentuk keterpukauan."Jadi, kau klienku selanjutnya?" tanya Alena sopan. Namun, disisipkan juga sedikit nada godaan dalam alunan suara lembutnya."Iya, benar. Perkenalkan aku Davae Hernandez. Kita akan bekerja sama sekitar enam bulan. Aku harap kita bisa bertahan selama itu."Alena menambah kuluman senyum seraya membalas jabat tangan dilakukan oleh pria itu. Kepalanya juga dianggukkan dengan gerakan ringan. Tawa kecil tentu diloloskan untuk mulai mencip
Alena hanya dapat tidur dengan nyenyak tidak lebih dari empat jam saja. Ia terbangun pukul enam pagi. Walau kurang beristirahat dari waktu yang dirinya telah tentukan, tak dirasakan pengaruh pada energi. Alena tetap bugar. Ditambah dengan mengonsumsi vitamin. Maka, tenaganya tidak akan habis cepat. Bisa bertahan dengan baik hingga malam nanti.Alasannya tak dapat tidur lelap karena masih dalam proses penyesuaian akan tempat baru. Ya, ia sudah pindah ke apartemen luas nan mewah milik Davae Hernandez sejak semalam sesuai kesepakatan yang telah mereka berdua setujui secara bersama-sama.Alena memang memiliki kebiasaan buruk yang tak bisa beradaptasi secara cepat dengan lingkungan dan akan berpengaruh pada pola tidurnya. Walau, rasa nyaman sangat kental menggambarkan situasi di apartemen sang atasan. Tak ada gangguan.Alena tentu sudah bertekad akan mampu sesegera mungkin menunjukkan pengendalian. Turut diberi rangsangan positif
"Bangun, Mr. Davae!” seru Alena dengan sengajanya dalam intonasi begitu kencang.“Astaga, kau ternyata menyebalkan dan pemalas juga.” Alena mengungkapkan sindiran. Ia kesal.Nyaris seperti berteriak. Insting meminta ia melakukan hal yang demikian agar Davae Hernandez segera bisa mengakhiri tidur lelap. Mengingat waktu bangun sudah ditentukan.Alena juga mengguncang-guncang tubuh klien tampannya itu dengan cukup keras. Tak akan ada pemberlakuan toleransi atas kemalasan yang ditunjukkan.Alena hanya berusaha menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Jika tak sesuai, maka ia memiliki hak menegur. Tercantum jelas di kontrak.“Ckck. Kau tidak mendengarkanku?” gumam Alena kesal karena tak mendapat respons.Davae masih tetap tertidur, bahkan sekalipun tidak bergerak. Sungguh, pria itu menciptakan kesan negatif pada dirinya dan ampuh mengurangi kekaguman ia miliki.Berkaitan dengan sifat. Jika secara fisik, tak aka
"Makanlah cepat, walau rasanya tidak enak. Tapi, bisa mengganjal lapar. Sekarang kau yang memilih. Mau makan atau tidak,” ujar Alena santai. Namun, tetap ada penekanan dalam kalimat-kalimatnya.“Aku akan makan semua ini. Rasanya tidak buruk. Masih bisa diterima oleh lidahku. Hmm harus aku akui kau cukup pandai memasak. Ada bakat.”Alena menyiapkan sarapan yang sederhana. Menu tidak cukup sulit untuk ia buat. Roti panggang serta omelet. Ditambah dengan segelas susu hangat. Dirasanya akan mampu mengisi perut Davae hingga jam makan siang nanti tiba.Tadi, sekitar 30 menit yang lalu, Alena pun sempat dilanda oleh perasaan kesal. Sebab, tugasnya bertambah yakni membuatkan makanan untuk Davae Hernandez. Kewajiban yang tidak pernah tertulis di dalam kontrak.Alena terus berperang dengan ego dan juga rasa iba. Pada akhirnya, ia tak ragu memilih kata hati. Alena berpikir tidak ada salahnya melakukan kebaikan. Membantu pria itu.“Bisa
Biasanya, Davae akan sedikit malas menyambut hari baru karena mengingat sejumlah laporan yang di kantor harus dituntaskan sampai malam.Namun, pagi ini sangat berbeda. Ia tidak terbebani dengan pikiran tentang pekerjaan. Hanya diisi oleh sosok Alena. Mulai dari senyuman manis hingga tubuh wanita itu yang seksi. Membuatnya ingin terus saja berimajinasi. Tetapi, berusaha untuk dikontrolnya.Dan, daripada harus berkhayal menerus dan juga menciptakan fantasi semakin liar, Davae memilih menikmati pemandangan manis yang nyata tengah tersaji di hadapannya berkaitan dengan Alena. Wanita itu tengah memasak, memunggunginya.Barang satu menit pun, tak mampu ia mengalihkan fokus dari Alena. Walaupun, hanya bagian belakang tubuh wanita itu dapat diabadikan. Namun, sudah dapat membangkitkan gairahnya.Terutama, bokong dan pinggang ramping Alena yang ingin sekali ia peluk secara erat. Merebahkan kepala juga di salah satu bahu putih wanita itu.Pastinya akan sangatlah
Berangkat dari apartemen mewah sang atasan saat waktu menunjukkan jam sembilan pagi bersama dengan mengendarai mobilsportmahal dari Davae Hernandez menuju ke kantor pria itu.Mereka berdua hanya membutuhkan 30 menit untuk menempuh jarak. Tidak ada hambatan berarti terjadi, misalkan saja kemacetan yang panjang. New York cukup bisa diajaknya bersahabat pagi ini. Alena tentu berharap hingga nanti malam, kendaraan tidak padat di jalan.“Bagaimana menurutmu, Miss Alena?”Alena segera mengalihkan pandangan dari julangan gedung besar dan berarsitektur modern, berlantai hampir dua puluhan yang baru saja dimasuki oleh kendaraan mewah kemudikan sang atasan. Ia pun menebak bahwa mereka akan menuju ke basement guna memarkirkan mobilsportDavae.Sebagai tanggapan atas pertanyaan diajukan oleh pria itu yang sudah mampu dimengerti maksudnya, kepala dianggukan dengan mantap. “Penilaianku?”“Aku semakin yakin kau
Sungguh, sisa waktu selama empat jam lagi bagi Davae sangatlah lama. Ia telah melakukan beragam aktivitas. Ya, termasuk menyibukkan dirinya memeriksa beberapa laporan dan dokumen berkaitan dengan proyek-proyekmallakan dibangun. Namun, tak secara penuh konsentrasi bisa diperoleh seperti hari-hari sebelumnya.Tetap saja, masih ada perhatian yang diberi kepada Alena. Hasratnya semakin membara setiap memandangi lama wajah cantik dan tubuh seksi wanita itu. Terlebih, di bagian dada yang tambah menggoda. Bahkan, tanpa mampu dicegah pikiran kotor nan sensual muncul di dalamnya. Tercipta akibat gairah besar yang tidak kunjung bisa ia salurkan secepatnya. Membuat siksaan kian besar. Belum terpikirkan cara untuk mengatasi."Mr. Davae…,"Bahkan, alunan suara lembut milik Alena tergiang di telinga karena seluruh pikiran yang dikuasai oleh wanita itu. Davae pun masih terus ingin mengontrol dirinya agar tidak terus terbayang akan sosok Alena dan hal-h