Berangkat dari apartemen mewah sang atasan saat waktu menunjukkan jam sembilan pagi bersama dengan mengendarai mobil sport mahal dari Davae Hernandez menuju ke kantor pria itu.
Mereka berdua hanya membutuhkan 30 menit untuk menempuh jarak. Tidak ada hambatan berarti terjadi, misalkan saja kemacetan yang panjang. New York cukup bisa diajaknya bersahabat pagi ini. Alena tentu berharap hingga nanti malam, kendaraan tidak padat di jalan.
“Bagaimana menurutmu, Miss Alena?”
Alena segera mengalihkan pandangan dari julangan gedung besar dan berarsitektur modern, berlantai hampir dua puluhan yang baru saja dimasuki oleh kendaraan mewah kemudikan sang atasan. Ia pun menebak bahwa mereka akan menuju ke basement guna memarkirkan mobil sport Davae.
Sebagai tanggapan atas pertanyaan diajukan oleh pria itu yang sudah mampu dimengerti maksudnya, kepala dianggukan dengan mantap. “Penilaianku?”
“Aku semakin yakin kau
Sungguh, sisa waktu selama empat jam lagi bagi Davae sangatlah lama. Ia telah melakukan beragam aktivitas. Ya, termasuk menyibukkan dirinya memeriksa beberapa laporan dan dokumen berkaitan dengan proyek-proyekmallakan dibangun. Namun, tak secara penuh konsentrasi bisa diperoleh seperti hari-hari sebelumnya.Tetap saja, masih ada perhatian yang diberi kepada Alena. Hasratnya semakin membara setiap memandangi lama wajah cantik dan tubuh seksi wanita itu. Terlebih, di bagian dada yang tambah menggoda. Bahkan, tanpa mampu dicegah pikiran kotor nan sensual muncul di dalamnya. Tercipta akibat gairah besar yang tidak kunjung bisa ia salurkan secepatnya. Membuat siksaan kian besar. Belum terpikirkan cara untuk mengatasi."Mr. Davae…,"Bahkan, alunan suara lembut milik Alena tergiang di telinga karena seluruh pikiran yang dikuasai oleh wanita itu. Davae pun masih terus ingin mengontrol dirinya agar tidak terus terbayang akan sosok Alena dan hal-h
Alena langsung menutup mulut dengan tangan kanan, sedangkan satunya lagi masih memegang leher Davae Hernandez. Ia bukanlah benar-benar terkejut akan apa sudah dilontarkan. Hanya ingin menunjukkan akting kecil, tetap dalam rangka menggoda sang atasan."Kau ingin apa tadi, Miss Alena?'Alena menggeleng cepat. Mulutnya masih ditutup rapat. Bukan tak memiliki jawaban. Tetapi, sedang dipikirkan ulang. Tidak ingin sampai menjadi umpan yang bagus untuk Davae dan menjebak balik dirinya. Harus ia susun kalimat-kalimat balasannya dengan detail. Tentu mengandung godaan juga."Aku tidak paham kau bicara apa tadi, Miss Alena. Apakah kau bisa menjelaskan?"Alena mengangkat kedua ujung bibirnya. Ia lalu menggeleng. "Kenapa kau meminta aku untuk menjelaskan? Kau sudah tahu persis apa yang aku maksudkan. Jangan bohong.""Hahaha. Aku tidak berbohong. Iya, memang aku sudah paham. Tapi, bisa saja persepsimu dan aku berbeda. Jadi, perlu penjelasan."Alena terkek
Alena baru bisa menuntaskan seluruh pekerjaannya pukul satu lebih dini hari. Tentu, sudah dilakukannya pemeriksaan berulang untuk memastikan semua telah benar dikerjakannya. Ia tidak ingin melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan Davae. Bagaimana pun tugas diberi kepadanya harus memberi hasil maksimal.Walaupun rasa kantuk terus bertambah, Alena tidak segera tidur. Ia terlebih dahulu memilih mandi agar badannya segar. Selain, hendak memanjakan diri selama setengah jam dengan berendam air hangat. Pikiran dapat kembali rileks, pusing berkurang. Ia yakin akan bisa tidur nyenyak dan lelap."Hai, Sayang. Kau lama sekali di dalam. Apa saja yang kau lakukan? Aku boleh tahu?""Ternyata kau mandi cukup lama. Aromamu harum, Sayang. Apa bagian rencanamu untuk merayuku? Hmm, kau sudah sangat berhasil, Miss Alena. Cepat ke sini!"Alena spontan melangkah mundur, bahkan hendak menutup pintu kamar mandi yang baru dibukanya karena terkejut oleh
Walau hanya tidur selama empat jam saja, Alena bangun dengan tubuh segar. Tidak mengantuk. Ia bahkan terjaga lebih awal. Suasana hatinya juga bagus. Cukup baik dalam memulai harinya.Karena memiliki banyak waktu sebelum berangkat ke kantor bersama Davae, diputuskan memasak sarapan untuk pria itu. Makanan yang sederhana. Resep diperoleh dari situs chef terkenal New York.Tentang hasil akhirspagettibuatannya, yakin jika akan layak untuk disantap sang atasan. Walaupun masih tidak bisa mengalahkan makanan-makanan mewah yang disajikan restoran mahal langganan pria itu. Tetapi, tak akan membuat sakit perut.Setelah selesai, segera dibawanya ke ruang kerja Davae. Sengaja dilakukan, ingin memberi sedikit kejutan. Berharap pria itu akan senang dengan apa yang dilakukannya. Yakin respons Davae positif."Mr. Davae...," panggil Alena dengan nada lembut, walau suara keluar pelan saja.Dan, saat sang atasan menolehkan kepala ke arahnya, senyuman sema
Sungguh, sedari tadi dirinya sudah sangat ingin sekali tertawa. Namun, ditahan-tahan. Berupaya disamarkan dengan senyum yang semakin lebar saja di wajah. Tidak mampu melakukan hal lain, apalagi mengeluarkan gelakan karena terus menyaksikan ekspresi tegang Alena yang belum berkurang.Tentu, sudah diketahui dan juga disadari penyebab wanita itu menunjukkan raut yang demikian tidak lain akibat pertemuan dengan ibunya. Walaupun, Alena belum mengatakan secara langsung. Akan tetapi, ia yakin akan tebakan dan dugaannya. Tinggal diberikan pembuktian dengan lebih nyata."Davae...,"Alis kanan langsung dinaikkan ke atas dan mengangguk, selepas sang ibu memanggil. Dilebarkan seringaiannya. "Ya, Mom.""Berapa lama kalian berdua sudah menjadi sepasang kekasih? Kenapa kau tidak berikan kabar bagus ini kepada Mom dan Dad secara cepat. Apakah alasannya, Sayang?"Davae langsung berhenti menenggak wine. Ia kemudian menaruh cepat gelas sedang dipegangnya di atas meja
"Davae kau di mana? Aku sudah datang. Kau bisa mengajakku langsung ke ruang rapat? Aku lupa dengan ruangannya dan ada di lantai berapa."Alena yang tengah membaca koran dengan duduk sedikit santai di atas kursi, langsung saja diangkat tubuhnya karena mendengar suara seseorang melontarkan kalimat tanya bersamaan dengan pintu ruang kerja Davae yang dibuka dari arah luar. Alena jelas merasa terkaget, tetapi berusaha cepat dienyahkan. Dan, menunjukkan secepat mungkin sikap sopannya."Selamat pagi." Alena menyapa ramah. "Mr. Davae Hernandez sedang pergi sebentar ke lantai dua untuk bertemu manajer umum," jelasnya dalam nada suara yang semakin dilembutkan."Tidak akan lama. Mungkin bisa ditunggu. Aku akan memanggil Mr. Hernandez kem--""Wow, kau cantik. Siapakah kau Nona? Nama kau? Dan, apakah tugasmu di sini. Apa kau adalah sekretaris baru dari Davae? Tidak mungkin kau hanya pegawai yang biasa saja baginya.”“Namaku adalah Alena Feyord Lewis
Alena merasakan perubahan pada sifat sang atasan sejak beberapa menit lalu berubah drastis. Lebih banyak diam, setelah David Morgan pergi dari ruangan. Hanya dua sampai tiga patah kata saja yang keluar dari mulut sang atasan.Tadi, pria itu sempat tersenyum dan menatapnya dengan hangat. Bahkan, memberikan perlakuan yang manis. Namun hanya bertahan sampai rekan bisnis pria itu tidak bersama mereka lagi.Alena pun enggan semakin lama menghadapi sikap aneh ditunjukkan oleh Davae. Sepertinya ia harus memulai terlebih dahulu. Menciptakan sebuah topik pembicaraan. Entah apa yang harus dibahas, tidak terlalu dipikirkan dengan matang.“Mr. Hernandez…,”“Ada apa?” Davae menanggapi cepat. Namun tak memandang Alena. Asyik membaca dokumen. Namun, percayalah ia benar-benar sedang tidak dalam konsentrasi yang penuh.“Rapat akan mulai lima belas menit lagi. Aku sarankan kau segera pergi ke ruangan rapat karena kau
Davae segera menuju ke ruangan khusus untuk tamu tertentu guna menemui David Morgan yang diminta menunggu di sana. Ia yakin rekan bisnisnya itu akan mau menuruti apa dipesankannya tadi. Tidak mungkin David pergi begitu saja. Ia cukup kenal akan sifat salah satu mitra kerjanya itu bagaimana.Berjalan tidak sampai satu menit, ia sudah sampai di ruangan dituju. Tidak langsung masuk ke dalam dan memilih berdiam diri sejenak di depan pintu pintu untuk melakukan pengaturan napas karena sempat memburu oleh perasaan cemburunya.Tak lama dilakukan. Selama dua menit saja. Lalu, gagang pintu diraih. Diputar dengan segera. Dan kala sudah dibuka daun pintu hampir setengah, maka segera diarahkan pandangan ke sofa, tempat yang ia yakini David berada saat menunggunya datang. Benar saja, pria itu tengah duduk santai di sana."Aku kira kau akan langsung ke ruang rapat."Davae menggeleng, ia berhenti sebentar di dekat pintu yang baru ditutupnya. Sudah dipusatkan pula pandan