Share

5. Bara-Barie

Hanna Pov

"HANNA HOME'S!"

Aku berteriak lantang sesampainya di dalam rumah. Walaupun hanya desauan angin yang menyahut tapi tidak mengapa, itu sudah biasa. Suasana sepi yang menyambut bahkan sudah menjadi hal lumrah di rumah ini. Memang benar adanya, setiap aku pulang duluan, pasti hanya keheningan yang mendominasi.

Hari ini cukup melelahkan, terlebih ketika pertama kalinya aku bertemu dengan cowok sialan itu di sekolah baruku. Devano Abraham, iblis itu sepertinya tidak pernah mau untuk sekadar tidak mengusikku.

"KAK HANHAN!"

Wajahku yang semula menunduk lesu, seketika terangkat semangat saat mendengar suara seruan dari arah tangga. Mataku lantas berbinar tatkala mendapati dua bocah lucu nan menggemaskan kini tengah berlarian ke arahku. Mereka adalah si kembar Bara dan Barie. Karena inisial namanya dari hurup B, aku pun menjulukinya dengan sebutan Duo B.

Dan sekarang, si Duo B ini sedang memeluk kaki kanan-kiriku secara bersamaan.

"Astaga, kalian ini...." dengusku pelan, tapi senang juga sih bisa ketemu mereka lagi.

Kedua bocah lucu berusia 5 tahun ini semakin erat memeluk kakiku yang terlapisi kain kaus kaki yang mencapai betis. Sejurus kemudian, aku pun menjauhkan keduanya dari kakiku. Mereka lantas mendongak guna menatapku diiringi dengan dahi yang berkerut kompak.

Menatap balik keduanya, aku pun tersenyum manis. Lalu, aku berlutut menyejajarkan tubuhku dengan tinggi mereka yang masih setara dengan pinggulku.

"You know what? I am so miss you both...." gumamku girang seraya merentangkan kedua tangan untuk membawa Duo B ke dalam pelukan. Dan bahagianya, mereka pun balas memeluk sama eratnya.

"Bara kangen sama Kak Hanhan...." ucap bocah berlesung pipit ini lantas mengecup pipi kiriku.

"Barie juga, kangen banget sama Kak Hanhan," susul adiknya tak mau kalah.

Aku tersenyum lebar ketika bocah kembar ini kembali memelukku begitu erat. Kuusap kepala mereka. Dua-duanya sangat menggemaskan. Selain wajahnya tampan dan berpipi gembil, Duo B ini adalah moodbuster-ku yang paling ampuh.

---

"

Kalian suka?"

Bara dan Barie mengangguk semangat dengan kompak. Aku terkekeh saat pipi gembil Bara dipenuhi sisa es krim cokelat yang sedang asyik dijilatnya.

"Belepotan gini deh. Pelan-pelan dong makannya," ucapku gemas sembari membersihkan noda es krim yang menempel di pipi Bara.

"Bara terlalu bersemangat, Kak, jadi Bara gak sabar buat habisinnya,"

Astaga! Bara ini emang paling bisa menjawab dari pada Barie. Mereka ini kembar, tapi karakternya bertolak belakang. Jika Bara terlalu berani, maka Barie hanyalah sosok pemalu. Tapi, seperti apapun perbedaannya, aku tetap sayang mereka berdua.

"Han, lo kapan balik?" aku menoleh saat Bang Milo turun dari tangga dengan rambut yang berantakan.

Ya ampun! Kakakku ini pasti baru bangun tidur. Dan aku baru sadar kalau ternyata Bang Milo sudah pulang sebelum aku. Kok, aku gak lihat motornya ya tadi?

"Heh, Duo B! Kalian bikin Kak Milo kaget tau gak? Kakak pikir kalian itu menghilang, eh ... taunya malah ada di sini. Mana lagi pada makan es krim, " omel Bang Milo yang kemudian matanya menatap es krim yang sedang disantap si Duo B, "Enak banget kayaknya! Kakak minta dong," lanjut Bang Milo menelan ludah, lantas mendudukkan diri di sebelah Bara yang masih asyik menjilati es krimnya.

Bara menoleh tapi hanya sebentar, dia kembali melahap cemilan beku itu.

"Gak mau. Kak Milo kan pelit, kalo Kak Milo mau beli aja sana!" ujar Bara meleletkan lidah.

Dan aku cuma ketawa puas melihat muka Bang Milo yang dongkol karena lontaran Bara barusan.

Sudah kubilang, kelakuan Bara ini sangat jauh berbeda dengan adiknya yang hanya terlahir dalam jarak 2 menit setelah si gembil Bara turun ke dunia. Bara ... Bara, masih kecil sudah pandai berceloteh apalagi kalau besar nanti?

----

A

ku menutup pintu kamarku, membiarkan Duo B tertidur lelap di atas ranjang setelah mereka menghabiskan tiga batang es krim cokelat masing-masing.

Sebenarnya, aku gak mau ngasih terlalu banyak, tapi apalah dayaku jika mereka sudah memaksa apalagi merajuk. Tangisannya itu bisa menggemparkan ke sepenjuru Indonesia. Dan walaupun Barie tak selincah kakaknya, tapi percaya atau tidak dia bisa mengamuk juga kalo keinginannya tidak dituruti.

It means, mau gak mau aku pun terpaksa memenuhi kemauan mereka. Semoga saja mereka gak terserang sakit gigi setelah kuberi mereka es krim sebanyak tadi.

"Duo B udah tidur, Han?" tegur Bang Milo saat melihatku menuruni tangga.

Aku mengangguk, "Udah. Baru aja...."

Bang Milo menaikkan dua kakinya ke atas meja. Dia sedang rebahan santai sambil memindah-mindahkan chanel televisi.

"Mereka ke sini diantar siapa, Bang?" tanyaku setelah duduk di sebelah Bang Milo.

"Sama Tante Ketrin, untung aja gue udah pulang. Kalo enggak, gue gak tau deh Duo B dititipin ke siapa. Lo kan tau sendiri kalo orangtua kita sering banget pulang larut," jawabnya sambil melempar remot ke atas meja.

"Ck! Apaan sih, Bang, main lempar-lempar aja. Kalo rusak, Ibu negara kita yang cantik bisa ngomel sepanjang malam tau...." delikku mengingatkan bagaimana cerewetnya mama ketika barang di rumah ada yang rusak atau hilang tanpa sebab. Kemudian, aku pun meraih remot tak berdosa itu untuk mengeceknya terlebih dahulu.

Bang Milo hanya mengangkat bahu cuek. Sementara aku bernapas lega karena remotnya baik-baik saja. Kalau sampai benda itu rusak, mungkin mama bakalan potong uang jajan untuk yang merusaknya.

Dan aku masih peduli sama abangku tercinta ini. Lihat! Kurang baik apa aku sebagai adik?

"Gimana?" tiba-tiba saja pertanyaan ambigu tercetus dari mulut Bang Milo.

Aku menoleh menatapnya bingung. Maksudnya apa, ya?

"Gimana apanya?" tanyaku meminta penjelasan.

"Sekolahan baru lo? Lo betah gak di sana?"

Oh. Aku bergumam sejenak, setelah menaruh remot ke atas meja secara baik-baik, aku pun menyandarkan punggung ke sandaran sofa.

"Lumayan lah, Bang, temen-temen baru gue pada asik kok. Ya meskipun ada sebagian sih yang kurang ajar ... tapi sejauh ini gue bisa tanganin, kok," jelasku santai, sekilas ingatanku pun melayang pada murid bernama Bias.

Seandainya Bang Milo dengar apa yang diucapin sama cowok berengsek itu tadi, aku yakin ... tanpa ragu Bang Milo pasti sudah menyerang muka sok tampannya itu hingga babak belur.

"Syukurlah.... " desahnya lega, "Kalo ada yang macem-macem, bilang aja sama gue. Gue gak akan tinggal diam ngeliat adik gue diganggu siapa pun!" tuturnya terdengar sangat tegas. Dan aku selalu terharu kalo Bang Milo udah bilang kayak gitu. Rasanya, aku jadi pengin nangis ... hiks.

Well, biarpun aku hobi berantem ... tapi aku ini cewek normal yang punya sisi hati lembut. Aku juga bukan manusia berhati batu yang gak bisa nangis kalo ada hal yang bikin terharu mengundang air mata.

----

Aku mematikan kompor dan memindahkan nasi goreng yang aromanya tercium sedap dari dalam wajan ke atas dua piring secara bergantian. Iya, jadi ... beberapa saat yang lalu aku membuat nasi goreng ini untuk Duo B yang baru bangun dari tidur nyenyaknya.

Sungguh enak menjadi bocah kembar itu, setelah tidur di kamarku selama hampir 2 jam lamanya. Saat bangun, mereka mengeluh lapar minta dibikinkan nasi goreng. Beruntung yang mintanya itu Duo B kesayangan aku. Kalo misalnya permintaan itu terlontar dari Bang Milo, mungkin aku akan melengos gak peduli sambil berkata 'Lo punya tangan buat digunain hal yang bermanfaat, jadi masak aja sendiri selagi bisa!'

Dan setelah kata-kata mutiara itu aku cetuskan, Bang Milo pun cuma bisa berdecak sebal sambil terpaksa melakukan apa yang sebenarnya malas ia lakukan. Hahaha.

"KAK HANHAN, BARA LAPER!!"

Oh ya ampun! Aku lupa kalo ada si kembar yang sedang menungguku di meja makan.

Selepas nasi gorengnya berpindah tempat ke dalam dua piring yang kusediakan, wajan pun kutaruh kembali ke atas kompor. Kemudian, tanpa berlama-lama lagi aku langsung meluncur ke meja makan membawa dua piring nasi goreng di masing-masing tanganku.

"I'm here, Boys...." seruku riang seraya lekas menyajikan nasi goreng bercampur sosis kesukaan mereka di atas meja.

"Hemm ... Bara gak sabar pengen abisin nih, Kak!" ujar Bara berbinar.

"Barie juga...." timpal Barie semangat 45 saat nasi sudah ada di depan mata.

Sebelum mereka menyantap nasi goreng buatanku, aku pun menahan bahu keduanya hingga dengan spontan Duo B pun menoleh kompak melempar tatapan--'apa-lagi-sih-Kak?'--nya padaku.

Aku mengulum senyum. Sedetik kemudian, kusorongkan bibirku guna mengecup pipi gembil Bara dan Barie bergantian.

"Selamat makan, Duo B...." ucapku lembut sembari kembali melepas bahu mereka yang semula kutahan.

Bocah kembar itu pun terkikik geli, lalu dengan semangat mereka pun melahap nasi goreng buatanku. Mereka itu pintar, tanpa kuperingatkan pun mereka meniup dulu nasi yang ada di sendoknya masing-masing sebelum dimasukkan ke mulut.

Aku jadi tersenyum bangga memiliki dua bocah kembar ini. Meskipun mereka gak terlahir dari rahim yang sama denganku, tapi aku sudah menganggap keduanya seperti adik kandungku sendiri.

Uuh ... aku sangat menyayangi mereka.

Selagi aku memperhatikan bocah kembar yang tampak menikmati nasi goreng buatanku, perhatianku pun teralih ke asal suara derap langkah yang kuhafal tanpa harus melihatnya. Sosok jangkung Bang Milo pun muncul memasuki ruang makan yang tak jauh dari dapur.

Rapi banget. Mau ke mana dia?

"Han, gue keluar bentar ya... titip Bara sama Barie, jangan ditinggal-tinggal!" ujar Bang Milo sekaligus berpesan sembari menyisir rambut hitamnya dengan jari.

Aku mengernyit, meneliti pakaian yang dipakainya dari ujung celana sampai ke kerah kaus v-neck abu yang dilapis jaket kulit trendinya.

"Mau ke mana?" selidikku. Kalo sudah keren begini sih biasanya mau ketemuan sama cewek.

"Kepo deh!" deliknya mendecak.

Dih. Kayak yang dia enggak aja!

"Mau nemuin cewek, ya?" tebakku tepat sasaran, karena setelah mendengar ucapanku muka Bang Milo pun langsung kaget setengah hidup.

Kalau sudah menunjukkan reaksi seperti itu, tanpa harus kudesak pun, jawabannya pasti iya kan?

"Sotoy lo ah!" bantah Bang Milo sambil mengibaskan tangan kanan, tapi seakan sedang berbohong mukanya pun dipalingkan ke arah lain.

"Halah! Gue mana bisa dibohongin sih, Bang...." senyumku miring.

"Udah ah ... gue telat." katanya buru-buru, "Bye ... bye, Duo B!" alihnya melambai ke si kembar sambil berlalu meninggalkan ruang makan.

Seperginya Bang Milo, aku hanya mengangkat bahu tak acuh seraya mengalihkan kembali perhatianku ke arah Bara dan Barie yang sudah menghabiskan setengahnya di piring masing-masing.

"Kak Hanhan!" panggil Bara mendongak.

"Ya, kenapa Bara?" balasku menatap.

"Kak Milo mau ke mana sih?"

"Mau main sama temannya. Kenapa? Bara mau pesan dibawain apa sama Kak Milo? Nanti Kak Hanhan mintain deh," tawarku inisiatif. Akan tetapi, Bara terlihat tidak berminat untuk dibawakan apapun oleh Bang Milo.

"Oh iya, Kak. Tadi Bara dengar Kak Hanhan bilang kalo Kak Milo mau nemuin cewek. Emangnya cewek itu apa? Kok, Kak Milo semangat banget buat nemuin cewek?" lontar Bara tampak penasaran.

Sepertinya, bocah 5 tahun ini belum paham dengan kata cewek. Yang dia pikir, cewek itu pasti sebuah objek. Padahal, aku juga kan cewek. Seandainya Bara tahu kalau cewe itu bersifat lawan jenis mungkin dia tidak akan banyak bertanya lagi.

----

"Iya, Zo iya, entar weekend lo ke rumah aja kalo kangen haha...."

"Ih, kepedean banget kamu, Han!"

"Bodo amat! Gue mah gitu orangnya. Hahaha,"

"Terserah deh, aku kalah mulu ngomong sama kamu. Ya udah, aku tutup dulu ya ... udah disuruh turun buat makan malam nih sama Kak Deva,"

Mendengar Zola sebutin nama kakaknya, aku cuma bisa puter bola mata mendadak jengah. Si Zola ini,  apa gak kesiksa ya punya kakak macem iblis Devano gitu?Kalo gue sih, ngeri!

"Oke deh, mau titip salam buat Abang gue gak?" godaku menjahili. Dan kurasa, saat ini pipi Zola pasti udah memerah akibat blushing.

"Apaan deh kamu, Han! Udah ah, byee...."

"HAHAHA," tawaku pecah bersamaan dengan berakhirnya percakapan via phone antara aku dan Zola.

Sedetik berikutnya, aku pun memasukkan iPhone-ku ke dalam saku. Lantas memalingkan perhatian ke arah si kembar yang tengah asyik menonton film kartun di DVD yang kuputar setengah jam lalu.

Aku melihat jam dinding, sudah jam 8 malam tapi Tante Ketrin belum datang menjemput. Tante Ketrin itu ibunya si kembar, dan biasanya dia tidak pernah telat seperti ini.

Tiba-tiba saja perasaanku gak enak. Duuh kenapa, ya?

"Hanna!" aku sedikit terperanjat, kepalaku pun menoleh ke asal suara dan mendapati Mama yang tengah berjalan gelisah menuju sofa.

Duo B ikut melongok di balik sofa. Matanya berbinar ketika melihat mama yang baru saja pulang disusul oleh papa yang muncul belakangan.

"Bunda Nia!!" seru mereka kompak, dengan gesit Duo B pun melompat dari sofa lalu berlari ke arah mama.

Kulihat Mama pun membungkuk dengan kedua tangan yang direntangkan. Kini, Bara dan Barie sudah berada di pelukan mama. Namun, saat kuamati dari balik sofa, sepertinya ada yang aneh. Tapi apa, ya?

Setelah kuperhatikan baik-baik, baru aku sadar kalo air muka mama begitu sedih bercampur panik. Perasaanku pun kembali gak enak. Ada apa ini?

---

"Mama sama Papa hati-hati, ya. Kalo udah nyampe di sana tolong langsung hubungin Hanna. Soal Bara sama Barie, biar Hanna sama Bang Milo aja yang urus...."

"Iya, Sayang. Mungkin, selama 3 hari ke depan Mama sama Papa bakalan gak pulang. Kami akan mengurus jenazah Om sama Tante kamu di Bengkulu sana. Mama harap, kalian bisa jaga diri ya di sini...." tutur mama mengusap bahuku.

Aku mengangguk, sesekali menghapus air mata yang meluncur turun tanpa bisa kucegah.

"Selama Papa sama Mama pergi, kamu sama kakak kamu jangan bikin masalah! Jadilah anak baik, karena mulai sekarang ... baik buruknya tingkah laku kalian pasti akan ditiru sama si kembar. Dan Papa gak mau kalau kalian sampai memberikan contoh yang gak baik sama adik-adik kalian," pesan papa panjang lebar.

Aku kembali mengangguk patuh. Papa benar! Mulai saat ini aku punya adik yang harus mendapat didikan terbaik, apalagi Duo B itu termasuk anak yang pintar. Bahaya kalau aku atau pun Bang Milo sampai memperlihatkan perilaku yang buruk pada mereka!

"Kalo gitu, kami berangkat ya, Sayang. Bilangin sama kakak kamu kalo dia pulang nanti," pamit mama lantas memelukku.

Setelah cukup lama berpelukan dengan mama, kini giliran papa yang memelukku. Tak lama kemudian, mama dan papa pun berjalan ke arah mobil. Aku hanya berdiri melambai di atas teras. Semoga saja, perjalanan mereka ke Bengkulu lancar tanpa hambatan. Dan semoga, arwah Tante Ketrin sama Om Damar tenang di sisi-NYA.

Tin.

Aku tersadar dari pikiranku. Bunyi klakson itu berasal dari mobil papa yang siap melaju. Tanganku melambai lagi saat mama melongokkan kepala sambil mengangkat tangannya. Dan detik selanjutnya, Alphard hitam itu pun melaju ke luar halaman.

Baru saja aku memutuskan untuk masuk, tiba-tiba telingaku menangkap suara mesin motor yang berhenti di depan teras. Aku berbalik dan mendapati Bang Milo baru saja turun dari motornya.

"Mama sama Papa pergi lagi, Han? Mereka mau ke mana?" tanya Bang Milo sesudah melepas helmnya.

"Iya, Bang. Mereka mau ke bandara, " anggukku sambil memberitahu.

Bang Milo melangkah menaiki teras. Kedua alisnya bertaut, "Ngurusin kerjaan lagi?"

"Bukan, Bang. Tapi...." ucapku menggantung.

"Tapi apa?"

"Mama sama Papa mau ke Bengkulu, mereka mau ngurusin jenazah Om Damar sama Tante Ketrin di sana," terangku lalu menghela napas berat.

"APA?"

Aku mendongak menatap raut kaget yang menghiasi wajah Bang Milo. Tanpa terasa, air mata pun kembali menetes tak bisa kucegah.

Kulihat, bibir Bang Milo bergetar tak karuan. Mungkin dia teramat syok mendengar berita duka ini. Reaksinya gak jauh berbeda sepertiku, bahkan aku langsung berlari ke ruang tamu karena khawatir si kembar melihat tangisanku.

Sampai akhirnya Bara dan Barie tertidur di kamarku, aku baru mau menemui mama dan papa.

"Mulai saat ini, si kembar bakal tinggal sama kita, Bang. Dan gue gak tau harus bilang apa kalo nanti mereka nanyain mama papanya," ujarku gusar memeluk tubuh Bang Milo yang masih membeku di tempat.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status