"Tidak,ungkapkan.Tidak,ungkapkan...?" Gumam seorang Laki-laki berusia kisaran 23 tahun, dengan kaos berkerah warna abu tua yang sedang duduk di bangku taman depan sebuah Rumah mewah dengan halamannya yang luas.
Kepalanya tertunduk mengamati kedua tangannya yang sibuk mencabuti kaki-kaki dari seekor Laba-laba yang kebetulan ia temukan.
"...Tidak, Ungkapkan..." ia mencabut kaki terakhir dari Laba-laba malang tersebut, kemudian membuang Laba-laba tak berkaki itu begitu saja.
Ia menghela nafas panjang penuh keputusasaan yang di buat-buat sambil mendongkakkan kepalanya pada kursi. Di pandanginya langit pagi yang berwarna biru cerah dengan awan yang berarak dengan posisi kepala yang terbalik.
"...Harus di ungkapkan, tapi bagaimana mengungkapkan...??" Ia kembali berguman sendiri.
"Kak Johan, Kakak sedang apa...?"
Suara seorang wanita terdengar, membuat Laki-laki itu mengangkat kepalanya dan duduk dengan benar.
"Kau tanya aku sedang apa Lir...??" Tanyanya sambil tersenyum pada seorang wanita usia kisaran usia 19 tahunan dengan rambut bergelombang yang di kuncir ekor kuda.
Wajahnya langsung tampak menyesal. "Maafkan aku Kak, tadi ada buku yang harus di bawa dan aku lupa menaruhnya semalam di mana..." Ucapnya dengan kenjng berkerut dan bibir mengerucut.
"Dasar ceroboh...!" Johan bangkit berdiri sambil menyentil kening Lira pelan, sebelum ia berjalan ke arah Mobil Cevrolet Camaro RS warna metalic.
"Iihh...sakit tahu...!" Ucapnya kesal sambil mengusap-usap keningnya.
Meski begitu ia tetap berjalan dan masuk ke mobil mewah yang telah Johan nyalakan mesinnya tersebut.
Tak lama Mobil warna metalic tersebut telah keluar dari pintu gerbang besar dari Rumah mewah dengan pilar-pilarnya yang kokoh menjulang, dan memiliki beberapa Paviliun serta taman indah beserta kolam renang di belakangnya.
Dulu ketika Lira peetama kali tinggal di Rumah ini, berkali-kali ia tak percaya dan merasa sedang bermimpi. Apalagi sikap dari Kakak-Kakak Tirinya yang dulu kira seperti di film-film yang jahat terhadap anak dari Ibu Sambungnya.
Tapi nyatanya tidak begitu, mereka hidup rukun berempat dengan dirinya. Tak seperti dugaan Lira yang dulu sempat mengira akan akrab dengan Kakak Tiri perempuannya Jasmine, nyatanya dalam tahun-tahun yang di lalui Lira, ia justru akrab dengan Kakak Tiri terakhirnya, Johan.
"Mungkin karena jarak usia ku dengan Kak Johan yang lebig dekat dari semua, makannya aku lebih akrab dengannya..." Pikir Lira dalam hati kala itu.
Johan memang selalu bersama dan menjaganya dari orang-orang yang berniat tak baik dengannya, dan itu sudah berlangsung dari mereka mulai bersekolah di tempat yang sama.
Dan sama seperti tahun-tahun sebumnya, kali ini pun Lira berkuliah di tempat yang sama dengan Kakak nya tersebut.
"Aku tidak menyangka kau bisa masuk Jayabaya dengan nilai mu yang pas-pas an tersebut." Johan tertawa sambil melihat ke arah Lira yang duduk di sampingnya sesaat, sebelum ia kembali berkonsentrasi menyetir.
"Huh, meremehkan sekali !" Lira menjulurkan lidah nya ke arah Kakaknya tersebut. "Aku kalau berusaha juga pinter kok kayak Kakak." Ucapnya.
Johan terkekeh mendengar kata-kata Adik perempuannya.
"Apa kalau kau nggak berusaha, itu artinya kau bodoh Lir..??" Tanyanya sambil tertawa.
Wajah Lira langsung merah padam, ia sadar jika ia salah bicara. "Pokoknya aku ini juga pinter !" Ucapnya berusaha menutupi rasa malunya.
Johan kembali tertawa mendengar apa yang di katakan Adik perempuannya itu dengan wajah cemberut nya.
"Aku memamg sial punya Kakak seperti mu Kak." Lira mengerutu sambil menyandarkan punggungny pada jog dan melipat kedua tangannya di dada dengan sebal.
Mobil itu terus melaju lurus melewati jalan raya yang padat, sebelum kemudiN berbelok ke sebuah Bangunan besae dengan pintu gerbangnya yang tinggi dari besi. Begitu mobil itu masuk telah di sambut tulisan besar UNIVERSITAS JAYABAYA sebelum mobil itu berbelok lagi ke lahan parkir khusus mobil.
Hari ini adalah hari pertama Lira menjadi Mahasiswa Baru, dan di wajibkan menjalani OSPEK. Tidak seperti OSPEK-OSPEK lain yang identik dengan perploncoan, di Universitas Jayanaya OSPEK hanya pengenalan pada lingkungan Kampus dan Kegiatan apa saja yang ada di dalamnya, khususnya Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan.
Biasanya Mahasiwa baru di kelompokkan ke dalam 3-5 Mahasiswa baru yang akan di bimbing selama 3 hari oleh Senior untuk mejalani OSPEK tersebut.
"Kak, aku cemas banget..." Lira meraih lengan Kakaknya saat mereka telah turun dari Mobil dan berjalan ke Lapangan utama yang berada di tengah Kampus yang bentuknya melingkar itu.
Di sana lah nanti Lira akan bergabung dengan Mahasiswa baru lainnya.
"Aku lebih cemas padamu Lir..." Johan terdiam sambil mengamati Adiknya yang hari ini memakai kemeja putih dan rok pendek warna hitam dengan papan nama dirinya yang terbuat dari kardus bekas, yang terkalung pada lehernya.
"Kakak cemas apa...??" Kening Lira berkerut sambil mengoyang lengan Johan yang di pegangnya. Lira pikir Kakaknya itu sedang berpura-pura dan hanya ingin mengerjai nya seperti biasa.
"Karena kau cantik..." Johan memandangnya dengan sorot mata tak biasa, sayang Gadis polos itu tak begitu memperhatikannya.
"Aku kan sejak dulu memang cantik !" Lira berkata bangga.
Johan tersenyum lebar mendengarnya, namun matanya yang berwarna hitam tetap menyorot tajam ke arah Adiknya tersebut.
Memasuki area lapangan luas yang sudah di penuhi dengan Mahasiswa dengan seragam putih-hitam seperti yang ia kenakan, Lira segera melepas pegangan tangannya pada lengan Johan.
Beberapa Mahasiswa Senior yang memakai Jas Almamater warna abu tua secara serempak melihat ke arah Johan yang berjalan dengan Lira di sebelahnya, dan itu membuat Gadis berkuncir tersebut menjadi tak enak.
"Reen...!" Panggil Johan saat melihat seorang Laki-laki berambut rapi dengan Jas Almamaternya di antara gerombolan Mahasiswa baru.
Laki-laki itu menengoj ke arah Johan, dan segera berlari ke arahnya yang berada di pinggir lapangan.
"Kak Johan ke sini...?? Bukannya ada rapat BEM di Gedung sebelah...?" Tanya laki-laki itu setelah dekat.
"Iyaa, aku cuma mengantar Adikku." Jawabnya sambil menunjuk Lira.
"Oh, Adik Kak Johan yaa..??" Laki-laki dengan wajah yang ramah itu tersenyum.
"Halo Kak..." Sapa Lira ramah.
"Lir, dia Rendy. Junior ku di Judo, sekaligus Ketua OSPEK tahun ini." Johan mengenalkan Lelaki itu pada nya. "Kalau ada apa-apa, kau tanya lah padanya..."
Laki-laki bernama Rendy itu kembali tersenyum, membuat wajah Johan terlihat dingin sesaat.
"Saya mintak tolong yaa Kak, nanti..." ucap Lira kepada Rendy.
Melihatnya Johan langsung memegangi kedua pundak Adiknya supaya melihat ke arahnya, kemudian memeluknya sesaat.
Walaupun hanya sesaat, tentu saja Lira terkejut, karena di situ sedang banyak orang. Dan orang-orang itu sejak mereka datang sudah memperhatikannya.
Lebih tak enak lagi, saat Lira melihat ekpresi terkejut dari Rendy yang berada di sebelah mereka.
"Lir, ingat." Johan berkata pelan tepat di depan wajahnya yang hanya berjarak sejengkal dengan kedua tangannya yang masih berada di kedua bahunya.
Lira memandang Kakaknya dengan wajah memerah dan gelisah karena di perhatikan orang-orang. Namun ia berusaha mengabaikan dan berkonsentrasi pada ucapan Kakanya.
"Jangan dekat-dekat dengan siapa pun, apa lagi seorang laki-laki tanpa sepengetahuan ku." Johan berkata pelan, hampir seperti bisikan. Namun matanya tajam menatap Adik Tiri nya tersebut. "Dengan siapa pun kau berteman, harus atas ijinku." Johan kembali berbisik, kali ini tepat di telingan Adik perempuannya, yang membuat tengkuk leher Lira langsung meremang.
Tiba-tiba terdengar siulan seseorang tak jauh dari mereka."President BEM lagi pamer adegan panas yaa...??" Ucap seorang Laki-laki kisaran usai 22 tahun berwajah oriental dengan mata sipitnya.Ia berjalan mendekat ke arah mereka dengan tangan kiri di saku celana, sedangkan tangan kanannya sibuk memegangi permen cupa cup rasa stroberi."Tuan Muda, anda ini bicara apa...??" Rendy berkata dengan suara yang di rendah kan di telingan Laki-laki yang di panggil Tuan Muda tersebut.Mata Johan menyipit dan memandang dengan pandangan merendahkan ke arahnya, meski begitu bibirnya tetap tersungging senyum lebar."Tuan Muda Jas Almamaternya di mana..??" Tanya Johan dengan sikap pura-pura ramahnya."Nggak bawa tuh !" Jawab laki-laki
Gerakan mengulum dan menaik turunkan dengan mulut yang di lakukan wanita berambut panjang itu semakin cepat.Sesekali tangannya ikut memegangi benda tumpul berurat yang sudah sangat tegang tersebut dan mengurutnya lambat-lambat, menghasilkan sensasi yang pastinya begitu memabukan untuk si empunya benda tumpul tersebut.Dari posisinya yang duduk di lantai dan Johan yang duduk di kursinya dengan kedua kakinya yang terbuka dan celana jeans nya dengan resleting yang terbuka, ia melakukan blow job.Di jilatinya milik Lelaki itu sambil melirik ke atas, memandang wajah Johan yang menegadah ke atas dan mata yang terpejam menahan segala rasa yang di hasilkan dari kepiawaian si wanita dalam bermain.Namun sayang, yang kini dalam pikiran Johan, bukanlah wajah wanita yang sedang memberinya kenikmatan. Ta
"Dia sudah besar, kenapa kau memperlakukannya seperti anak kecil...?" Andreas berkata santai sambil mendongkak kan wajahnya menatap Johan yang berdiri di dekatnya.Johan memandang Lelaki berwajah oriental dengan mata sipit dan kulit putihnya yang tengah duduk dengan kaki kananya yang terangkat di paha kiri dan sedang mengulum permen itu."Tuan muda juga mau ikut campur urusan orang...??" Bibir Johan tersenyum kaku dengan nada bicaranya yang berkesan meremehkan.Andreas membuang muka sesaat dan terkekeh. Ia tahu Johan memanggilnya Tuan muda hanya untuk mengejek nya."Jangan seperti itu Kak, Kak Andreas sudah berbaik hati menemani menunggu temanku..." Lira merasa tak enak. Ia berdiri di tengah Johan dan Andreas yang masih duduk santai di tempatnnya."Kenapa nggak bilang kalau
Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganny dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.Reflek Lira pun menoleh ke arah Kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya."Kenapa Kak...??" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar, aku jadi pacar Kakak saja..." nada bicara Anya terdengar manja.Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.Anya tersenyum lebar melihat wajah Seniornya yang tertawa kecil itu."Mau yaa...??" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh nya condong ke depan dan memandag Johan penuh pemujaan.Laki-laki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir nya mengulas senyum tipis."Agresif sekali ternyata Anya..." Lira berkata
Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah."Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua."Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu."Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal
Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan."Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu."Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
Malam di Rumah Keluarga Prawira yang bergaya ernik-modern begitu sunyi kendati di luar Rumah terdapat banyak Satpam dan Bodyguard yang berjaga.Di dalam kamarnya yang gelap, Johan terbaring telentang dengan mata nya yang menatap nyalang langit-langit kamarnya.PLAAKK !!Tamparan Ayahnya tadi padanya membayang dalam ingatannya."Kenapa nilai mu bisa turun ?!" Dari pada bertanya, kata-kata Ayahnya tadi sebelum tidur terdengar seperti bentakan.Saat itu Johan berada di ruang kerja Ayahnya. Dan di situ hanya ada mereka berdua. Ayahnya tadi yang memanggilnya. Dan Johan tahu, pasti Ayahnya akan memanggil ke ruang kerjanya, di saat Ibu tiri dan Adik tirinya Lira sudah masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.