"Dia sudah besar, kenapa kau memperlakukannya seperti anak kecil...?" Andreas berkata santai sambil mendongkak kan wajahnya menatap Johan yang berdiri di dekatnya.
Johan memandang Lelaki berwajah oriental dengan mata sipit dan kulit putihnya yang tengah duduk dengan kaki kananya yang terangkat di paha kiri dan sedang mengulum permen itu.
"Tuan muda juga mau ikut campur urusan orang...??" Bibir Johan tersenyum kaku dengan nada bicaranya yang berkesan meremehkan.
Andreas membuang muka sesaat dan terkekeh. Ia tahu Johan memanggilnya Tuan muda hanya untuk mengejek nya.
"Jangan seperti itu Kak, Kak Andreas sudah berbaik hati menemani menunggu temanku..." Lira merasa tak enak. Ia berdiri di tengah Johan dan Andreas yang masih duduk santai di tempatnnya.
"Kenapa nggak bilang kalau sudah selesai..??" Tanya Johan. "Aku bisa menemani mu." Lanjutnya.
"Sister complex." Andreas terkekeh sambil mengelembungkan permennya di pipi sebelah kanan.
Sebenarnya Lira ingin tertawa, karena wajah seniornya itu terlihat sangat lucu. Namun ia menahannya, karena tahu kakaknya sedang marah.
"Aku pikir Kakak masih rapat dan ada kelas." Lira memandangnya, meminta pengertiannya.
Kening Johan berkerut, ia memang masih ada kelas siang ini. Tapi melihat adiknya bersama seorang laki-laki, apa lagi lelaki itu terkenal tidak baik di lingkungan Kampus membuat ia mengabaikan kelasnya yang akan di mulai sebentar lagi.
"Aku sudah nggak ada kelas." Ia berucap sambil memandang adiknya lekat-lekat. " Ayo kita harus pulang." Johan mengandeng tangan adiknya dan berniat memaksanya pulang ketika dari kejuhan Anya datang berlari-lari dengan membawa 2 gelas chatime.
"Maaf Lira, antri nya lama sekali." Ucapnya begitu sampai di dekat mereka. Di berikannya 1 gelas pada Lira, sedangkan yang lain langsung ia minum sendiri.
Cuaca siang yang panas memang segar, jika meminum yang dingin-dingin seperti chatime.
"Terimakasih sudah membelikanku." Lira berkata sambil meminum hazelnut chocolate milk tea nya dengan tanganya yang bebas, sedangkan tangannya yang lain masih di pegangi oleh Johan.
Lira pun meminum nya sampai hampir habis, jujur saja ia sudah kehausan dari tadi, hanya karena ingin mengobrol lebih lama dengan Andreas saja tadi ia tetap duduk di situ di siang yang terik.
Anya mengibaskan tangannya tanda tak masalah. Ia sendiri langsung meminum habis vanilla milk tea nya sebelum melempar gelas plastik kosong ny ke dalam tempat sampah tidak jauh dari situ.
Johan hanya diam berdiri di sisi Adiknya dengan mata menelisik dari atas sampai bawah wanita berambut pendek yang baru kali ini ia lihat.
Sedangkan Andreas yang duduk tidak jauh dari mereka, terlihat tak peduli. Karena memang tadi ia hanya kebetulan duduk di tempat di mana Lira sedang menunggu Anya, kemudian mereka iseng mengobrol sebentar.
"...Eeenngg...kita jadi jalan-jalan ke Mall...??" Anya terlihat kikuk karena mereka hanya diam. Ia melirik tangan Johan yang masih memegangi pergelangan tangan Lira.
Lira mengigit bibir bawahnya dan mendongkak kan wajahnya ke arah Kakak laki-lakinya yang masih terdiam melihat ke arah teman baru nya itu.
Merasa di perhatikan, pandangan Anya akhirnya teralih ke arah Johan. Dan seketika wajahnya bersemu merah.
"...Ka, kalau nggak salah...Kakak President BEM Kampus ini kan...??" Tanyanya memandang Johan seperti tak percaya.
"...Iya." Johan menjawab singkat setelah tadi sempat terdiam.
"Waaah...saya sudah ngefans banget sama Kakak...!" Ucap Anya girang.
Tanpa meminta ijin terlebih dahulu, ia langsung memegang tangan Johan yang masih mengandeng tangan Lira, dan menyalaminya erat-erat.
Johan tersenyum sekilas sebelum ia menarik lepas tangannya dan memasukan nya ke dalam saku celana.
"Maaf kak, " Anya berucap, ia menunduk malu. Ia tahu sikapnya kurang sopan. "Tapi saya betul-betul ngefans sejak melihat Kakak berpidato pada hari buruh tahun lalu." Kembali ia memandang wajah Johan dengan mata berbinar.
Lira tak begitu memperhatikan Kakak dan teman barunnya, dan meskipun ia berdiri di samping Kakaknya. Tapi matanya berkali-kali melirik ke arah Andreas yang sibuk membalas pesan di ponselnya dengan kening berkerut.
"Apa dia menunggu pacarnya..?? Lira bertanya dalam hati.
"Terimakasih. Tapi itu sudah lama sekali, aku bahkan nggak ingat apa yang aku orasikan." Johan kembali tersenyum. Menambah rona di wajah Anya saat menatapnya.
"Kalau mau Kakak bisa minta tolong saya untuk mengetik ulang apa yang Kakak orasikan, saya sudah hapal soalanya." Wanita berambut pendek itu tertawa sumringah.
Johan hanya tersenyum tanpa membalas perkataannya.
"Lira, kau nggak bilang kalau Kakakmu President BEM." Anya menarik lengan Lira yang membuat gadis itu berjingkak kaget. Karena ia tengah fokus memperhatikan Andreas yang akhirnya bangkit berdiri dan tanpa pamit langsung berjalan pergi ke arah parkiran yang di situ telah menunggu Rendy yang membawa mobil BMW i8 warna le mans blue.
"Ah...ternyat menunggu Kak Rendy..." Lira tersenyum lega.
"Lira !" Panggil Anya lagi yang membuat Lira kembali terkejut.
Johan melihat ke arah mana pandangan adiknya itu terarah. Dan segera saja wajahnya mengelap saat melihat Andreas dari kejauhan yang sudah naik ke dalam mobil nya dan segera berjalan ke arah keluar lingkungan Kampus.
"Ah, iya...??" Lira tergagap. Ia melihat Anya dengan pandangan bertanya.
"Kau nggak bilang kalau Kakakmu President BEM." ulang Anya dengan wajah cemberut pura-pura marah
"President apa...??" Lira tak yakin dengan apa yang di dengar.
"BEM !" Ucap Anya lugas.
Lira terdiam, kemudian mendongkak kan wajahnya melihat Kakaknya yang juga tengah melihatnya.
"Apa...??" Johan pura-pura tak mengerti.
"Kenapa Kakak nggak cerita kalau Kakak President BEM...??" Kening Lira berkerut pura-pura kesal.
"Memang kau tanya..??" Ucap Johan sambil bersedekap.
Wajah Lira langsung kesal, membuat lelaki dengan rambut lurus dan wajah nya yang terukir sempurna itu terkekeh.
Selain mematahkan kaki serangga, yang bisa membuat senyum terukir di wajah Johan, hanya saat bersama adiknya.
"Duuh...kalian seperti sepasang kekasih saja." Goda Anya saat melihat interakis Johan dan Lira. "Kalau orang yang nggak tahu, pasti di kira kalian sepasang kekasih." Lanjutnya.
Mendengarnya Lira langsung cemberut, sedangkan Johan, wajahnya langsung mengukir senyum, yang membuat gadis berambut pendek itu makin terkesima.
Sayang senyum Johan itu bukan untuk Anya, tapi hanya untuk kata-katanya yang telah membuat hati nya melambung karena perasaan bahagia, hanya dengan mengatakan ia dan Lira seperti sepasang kekasih.
"Kak, ijinkan aku pergi dengannya yaa..??" Lira memegangi tangan Johan dengan ekspresi memohon.
"Kakak ikut saja !" Anya berkata cepat, membuat perhatian Johan teralih dari Lira ke arah nya.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Johan mau menemani adik dan teman barunya itu untuk jalan-jalan ke Mall. Dengan menaiki mobil Chevrolet camaro RS warna metallic nya ia membelah jalan raya yang padat akan kendaraan pada jam makan siang seperti ini.
Dengan posisi Johan menyetir, Lira duduk di sampingnya dan Anya yang duduk di bangku belakang mereka mengobrol dalam perjalan menuju mall.
"Apa Kak Johan sudah punya pacar...??" Tanya Anya tanpa basa-basi, membuat Lira yang duduk di depan menoleh ke arahnya.
"Berani sekali dia langsung bertanya seperti itu...??" Lira berkata dalam hati. Ia iri dengan keberanian Anya yang berani langsung bertanya. "Coba aku juga seberani itu bertanya kepada Kak Andreas..." Lira bersandar pada jog mobil sambil memandangi langit biru cerah yang seperti bergerak mengajarnya.
"...Belum." Johan akhirnya menjawab setelah tadi ia hanya diam. Tapi pandangannya mata bukan ke Anya, tapi ia melirik ke arah samping, ke adik nya yang terlihat muram.
"Kalau begitu, aku boleh jadi pacar Kakak ??" Anya mencondongkan badanya ke depan dan melihat ke arah laki-laki yang tengah menyetir itu.
Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganny dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.Reflek Lira pun menoleh ke arah Kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya."Kenapa Kak...??" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar, aku jadi pacar Kakak saja..." nada bicara Anya terdengar manja.Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.Anya tersenyum lebar melihat wajah Seniornya yang tertawa kecil itu."Mau yaa...??" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh nya condong ke depan dan memandag Johan penuh pemujaan.Laki-laki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir nya mengulas senyum tipis."Agresif sekali ternyata Anya..." Lira berkata
Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah."Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua."Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu."Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal
Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan."Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu."Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
Malam di Rumah Keluarga Prawira yang bergaya ernik-modern begitu sunyi kendati di luar Rumah terdapat banyak Satpam dan Bodyguard yang berjaga.Di dalam kamarnya yang gelap, Johan terbaring telentang dengan mata nya yang menatap nyalang langit-langit kamarnya.PLAAKK !!Tamparan Ayahnya tadi padanya membayang dalam ingatannya."Kenapa nilai mu bisa turun ?!" Dari pada bertanya, kata-kata Ayahnya tadi sebelum tidur terdengar seperti bentakan.Saat itu Johan berada di ruang kerja Ayahnya. Dan di situ hanya ada mereka berdua. Ayahnya tadi yang memanggilnya. Dan Johan tahu, pasti Ayahnya akan memanggil ke ruang kerjanya, di saat Ibu tiri dan Adik tirinya Lira sudah masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Seperti yang sudah Johan duga, pagi harinya Ayahnya telah heboh melihat sangkar burung Jalak Bali nya yang telah kosong."Kalau kau tidak lupa mengunci nya, kenapa pintu kandang bisa terbuka dan burug itu hilang ?!" Wajah Aji merah padam dengan mata melotot memarahi Pelayan Laki-laki yang bertugas mengurus burung-burung kesayangannya."Ta, tapi saya benar-benar sudah menutup nya Tuan..." Lelaki berperawakan kecil itu berkata takut-takut."Alasan !" bentak Aji makin emosi."Maaf kan saya Tuan..." Pelayan itu langsung menunduk memohon. Ia sangat takut jika seandainya Tuan nya itu meminta ganti rugi atas hilang nya Burung seharga jutaan rupiah itu.Johan yang sedang duduk di meja makan bersama Lira dan Ibu tirinya itu makan dengan santai, seolah apa yang kini ia den
"...Ka...Kak..." Wajah laki-laki berambut cepak itu memerah, nafasnya sudah satu-satu. Berkali-kali ia menepuk-nepuk matras agar Johan menyudahi cekikan pada lehernya.Sedetik kemudian mata Johan membulat dan melepaskan Juniornya itu yang langsung berguling dan terbatuk-batuk."Maaf, tadi aku melamun." Johan bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Juniornya tersebut bangkit."Nggak apa-apa Kak..." Lelaki berambut cepak itu berkata. Walaupun jelas sekali jika tadi ia sangat kesakitan dan hampir kehabisan nafas.Kedua orang itu mundur dengan jarak cukup, dan membungkuk secara bersamaan sebagai tanda berakhirnya pertandingan mereka, yang kemudian di gantikan oleh pasangan tanding lain."Mana Rendy...?" tanya Johan sambil meminum air mineral dan menyeka kerin
"Liraaa...!" Terdengar suara seseorang memanggil namanya.Gadis yang siang itu mengelung rambut panjang bergelombangnya karena cuaca yang panas itu menoleh ke sumber suara, di lihatnya Anya sudah berlari-lari mendekatinya."Masalah..." Lira berucap dalam hati."Gimana...?" tanya Anya setelah dekat. "Sudah bilang belum sama Kak Johan...?" Wajahnya terlihat sangat antusias.Lira tak langsung menjawab, ia berjalan ke pinggir lapangan dengan Anya yang mengekor di belakang, kemudian duduk di sebuah bangku panjang terbuat dari besi yang berada di bawah Pohon Mangga yang banyak tumbuh di lingkungan Kampus."....Kakak bilang kau cantik." Lira berkata setelah tadi ia sempat menimbang-nimbang akan membantu Anya untuk dekat dengan Kakaknya atau tidak.