Ada di mana..?Kenapa nggak ikut kelas ??" Suara wanita terdengar dari dalam ponsel milik Johan yang ia tempelkan di telingan.
"Kalau kau menelpon ku hanya untuk bertanya hal nggak penting seperti itu, akan aku tutup." Johan menjawab dengan nada santai.
Ia berdiri bersandar pada tembok di sisi Mall yang tidak terlalu ramai dengan orang-orang.
Beberapa wanita yang berjalan melewatinya melirik atau bahkan menoleh ke arahnya, hanya sekedar mengagumi fisik rupawan dengan postur ideal yang di miliki Laki-laki berusia 23 tahun dengan alis tebal dan rambut lurus nya itu.
"Jo !" Suara wanita dari dalam ponsel mengeras. "Sudah bertahun-tahun, tapi aku tetap nggak pernah kau anggap setelah semua yang aku lakukan padamu..??" dari nada bicaranya seolah tak percaya.
Wajah Johan tampak malas, ia m
Saat Johan dan Lira sampai di ruang tengah yang luas dengan kursi-kursi besarnya yang terbuat dari akar pohon dengan lapisan empuk di dudukannya dan bantal-bantal kursi dengan cover nya yang bergaya bohemian.Di situ telah duduk Seorang laki-laki berusia sekitar setengah abad yang tampak begitu berwibawa dengan kaos polos biru berkerah nya.Di kursi lainnya duduk pula seorang wanita seusianya,dengan rambut panjangnya yang tergelung rapi tengah tersenyum ke arah mereka."Mamah...??" Wajah Lira seperti tak percaya.Wanita yang ternyata adalah Ibu nya itu bangkit dari duduknya dan merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum."Apa kabar Lir...?" ucap Liana dari kejauhan.Senyum di wajah Lira langsung merekah. Ia berlari menghambur ke arah wanita itu dan memelukny erat."Kangen banget aku..." ucap nya sambil memandangi wajah wanita yang tela
Malam di Rumah Keluarga Prawira yang bergaya ernik-modern begitu sunyi kendati di luar Rumah terdapat banyak Satpam dan Bodyguard yang berjaga.Di dalam kamarnya yang gelap, Johan terbaring telentang dengan mata nya yang menatap nyalang langit-langit kamarnya.PLAAKK !!Tamparan Ayahnya tadi padanya membayang dalam ingatannya."Kenapa nilai mu bisa turun ?!" Dari pada bertanya, kata-kata Ayahnya tadi sebelum tidur terdengar seperti bentakan.Saat itu Johan berada di ruang kerja Ayahnya. Dan di situ hanya ada mereka berdua. Ayahnya tadi yang memanggilnya. Dan Johan tahu, pasti Ayahnya akan memanggil ke ruang kerjanya, di saat Ibu tiri dan Adik tirinya Lira sudah masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Seperti yang sudah Johan duga, pagi harinya Ayahnya telah heboh melihat sangkar burung Jalak Bali nya yang telah kosong."Kalau kau tidak lupa mengunci nya, kenapa pintu kandang bisa terbuka dan burug itu hilang ?!" Wajah Aji merah padam dengan mata melotot memarahi Pelayan Laki-laki yang bertugas mengurus burung-burung kesayangannya."Ta, tapi saya benar-benar sudah menutup nya Tuan..." Lelaki berperawakan kecil itu berkata takut-takut."Alasan !" bentak Aji makin emosi."Maaf kan saya Tuan..." Pelayan itu langsung menunduk memohon. Ia sangat takut jika seandainya Tuan nya itu meminta ganti rugi atas hilang nya Burung seharga jutaan rupiah itu.Johan yang sedang duduk di meja makan bersama Lira dan Ibu tirinya itu makan dengan santai, seolah apa yang kini ia den
"...Ka...Kak..." Wajah laki-laki berambut cepak itu memerah, nafasnya sudah satu-satu. Berkali-kali ia menepuk-nepuk matras agar Johan menyudahi cekikan pada lehernya.Sedetik kemudian mata Johan membulat dan melepaskan Juniornya itu yang langsung berguling dan terbatuk-batuk."Maaf, tadi aku melamun." Johan bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Juniornya tersebut bangkit."Nggak apa-apa Kak..." Lelaki berambut cepak itu berkata. Walaupun jelas sekali jika tadi ia sangat kesakitan dan hampir kehabisan nafas.Kedua orang itu mundur dengan jarak cukup, dan membungkuk secara bersamaan sebagai tanda berakhirnya pertandingan mereka, yang kemudian di gantikan oleh pasangan tanding lain."Mana Rendy...?" tanya Johan sambil meminum air mineral dan menyeka kerin
"Liraaa...!" Terdengar suara seseorang memanggil namanya.Gadis yang siang itu mengelung rambut panjang bergelombangnya karena cuaca yang panas itu menoleh ke sumber suara, di lihatnya Anya sudah berlari-lari mendekatinya."Masalah..." Lira berucap dalam hati."Gimana...?" tanya Anya setelah dekat. "Sudah bilang belum sama Kak Johan...?" Wajahnya terlihat sangat antusias.Lira tak langsung menjawab, ia berjalan ke pinggir lapangan dengan Anya yang mengekor di belakang, kemudian duduk di sebuah bangku panjang terbuat dari besi yang berada di bawah Pohon Mangga yang banyak tumbuh di lingkungan Kampus."....Kakak bilang kau cantik." Lira berkata setelah tadi ia sempat menimbang-nimbang akan membantu Anya untuk dekat dengan Kakaknya atau tidak. 
"A, apa...??" Lira menatap Kakaknya tak yakin. "Kenapa harus aku...?" keningnya makin berkerut, membuat Johan lagi-lagi terkekeh.Mood nya selalu membaik walaupun hanya melihat Adik Tirinya itu."Kau kan Adikku, pasti tahu mana yang terbaik." Johan menjentikkan jari tangannya.Mata Lira membulat, ia ingin menolak, tapi bingung mengatakannya, apa lagi Anya sudah menghambur ke arahnya."Boleh kan Lir..??" ia merangkul Lira dari depan, sehingga membelakangi Johan. "Aku akan mendekatkan mu dengan Kak Andreas..." ia berbisik di telingan Lira."Aku harus pergi." Johan tersenyum kepada mereka, dan terkekeh ketika melihat wajah Lira yang membatu, sebelum ia membenarkan letak cangklongan tas ranselnnya dan berjalan pergi."Dadaah K
Mobil New Camry 2.5 G/T warna black yang di naiki Lira baru saja keluar dari gerbang Universitas ketika dari kaca mobil nya, Lira melihat Andreas yang sudah duduk di kap mobil sport Ferrari488 Pista warna rosso scuderia.Dadanya langsung berdebar dan tanpa sadar ia tersenyum dari balik kaca mobil nya yang terlihat gelap dari luar, ia masih memandang tak berkedip ke arah Lelaki itu sampai mobil nya melewati nya dan ia langsung tersadar."Pak !" Lira langsung menepuk bahu Sopirnya."Ada Apa Nona...??" Sopir tua nya terkejut dan langsung menginjak rem, yang untung nya jalanan di depan Kampus itu sepi dan Mobil tersebut berjalan pelan di pinggir."Putar balik ke Kampus !" ia memerintahkan. "Cepat ya !" ia berkata lagi sambil menoleh ke arah belakang, ia takut Seniornya tersebut kebur
"Itu bukannya Lira, adiknya Kak Johan...?" Rendy berkata setelah dekat.Andreas tak begitu menanggapi, ia masih sibuk membuka pembungkus permen pemberian Lira tadi, dan segera mengulumnya sambil memegangi tangkai plastiknya."Anda tidak berbuat macam-macan lagi kan..?" Rendy menatap khawatir pada Lelaki bermata sipit yang masih santai memainkan permen dalam mulutnya, membuat pipi nya mengelembung sebelah."Macam-macam apa..?" keningnya berkerut menatap Lelaki yang berdiri di sampingnya.Kening Rendy ikut berkerut dalam menatap orang yang selalu ia panggil Tuan Muda itu."Ayo ikut aku !" Andreas turun dari kap mobil sport nya."Biar saya yang menyetir." Rendy sudah menodongkan tangannya meminta kunci.