Abizar menjatuhkan data pasien yang digenggamnya. Matanya berkaca-kaca seketika. Degup jantungnya terasa begitu cepat. Tangannya seketika bergetar saat melihat foto pasien itu yang sangat mirip dengan mendiang istrinya, Adelia. Tapi dengan nama yang berbeda. Juga rambut wanita itu yang lurus dengan warna hitam, berbeda dengan rambut mendiang istrinya yang bergelombang dengan warna kecoklatan. Tapi wajahnya sangat mirip sampai Abizar seakan sulit membedakannya. Ia pun memilih untuk memungut data pasien itu dan ditutupnya langsung. Meski degup jantungnya masih sangat terasa.
Abizar merasa harus memastikannya. Jika wanita itu memanglah hanya kebetulan mirip dengan mendiang istrinya. Seketika ia terdiam. Lalu kenapa jika dia memang mirip? Toh mendiang istrinya memang sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu dan ia sendiri telah memastikannya, mengantarkannya sampai ke peristirahatan terakhirnya. Toh ia juga sudah menikah dengan Shanum, wanita yang membuatnya bisa move on. Wanita sempurna yang mau menerima cinta dari pria yang telah lama menduda ini.
Lalu apa pengaruh pada dirinya jika memang ada wanita yang memiliki wajah yang sama dengan Adelia? Bukankah di dunia ini setiap orang katanya memiliki tujuh kembaran?
...........
Shanum menghela nafas sambil menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul dua siang. Ia sudah menunggu suaminya di sini hampir satu jam. Padahal mereka sudah berjanji akan makan siang. Tapi memang Shanum yang terlalu berharap. Padahal Abizar tak berucap janji padanya. Ia tahu pria itu sibuk diskusi kasus sebelum operasi yang akan dilaksanakan nanti malam. Tentu diskusi itu tidak akan memakan waktu yang sebentar. Lagi-lagi ia harus makan sendirian. Seharusnya ia tadi ikut saja makan siang dengan Haidar dan Keanu, jadi ia tidak akan sendirian seperti ini.
"Shanum?"
Sebuah suara asing membuat Shanum menoleh. Pria berkacamata dengan kedua mata agak sipit dan kulit putih bersih serta rambut kecoklatan itu menatap ke arah Shanum dan melemparkan senyum manisnya. Seketika kening Shanum berkerut karena ia sama sekali tak mengenali pria yang menyapanya itu." Si-siapa ya?"
"Aku Rasya. Teman waktu KOAS dulu. Ingat?"
Ingatan Shanum seakan terlempar ke beberapa tahun silam saat ia KOAS di daerah Jogjakarta. Ia memiliki teman satu kelompok dengan kacamata tebal, kulit putih, dan mata sipit ... kurang lebih memang mirip dengan pria yang di depannya ini. Bedanya dulu pria itu sangat culun dengan kemeja dan kacamata tebalnya. Tapi dia baik dan selalu menjaga Shanum.
"Benarkah?"
Rasya tersenyum kecil." Syukurlah kalo kamu ingat."
Selang satu bulan setelah pernikahan Shanum dan Abizar, mereka belum sama sekali pergi bulan madu karena keterbatasan waktu cuti. Meski Abizar pemilik rumah sakit tempatnya bekerja tapi Shanum sama sekali tidak ingin semena-mena dengan kekuasaan yang keluarga suaminya miliki. Ia tetap mengikuti peraturan yang ada di rumah sakit termasuk jatah cuti dan jadwal cuti yang harus bergiliran dengan dokter lain.Tadinya Shanum sudah tidak berminat lagi dengan bulan madunya. Toh ia sudah selalu bersama Abizar. Mereka sudah melakukannya dengan sering. Bulan madu baginya hanya perbedaan tempat saja saat 'melakukan' hal yang biasa dilakukan pengantin baru.
Shanum mengerjapkan matanya saat mendengar suara alarm berbunyi. Ia pun membuka matanya dan berusaha memfokuskan pandangannya. Kepalanya menoleh pada Abizar yang masih tertidur pulas di sampingnya. Ia mengulurkan tangannya untuk memindahkan tangan kekar Abizar yang memeluk pinggangnya.Jam masih menunjukkan pukul empat dini hari. Shanum memang terbiasa bangun jam segini. Apalagi semenjak menikah dan sering melakukan aktifitas ranjang bersama suaminya. Ia tentu harus mandi wajib ditambah menyiapkan sarapan untuk sang suami. Merepotkan? Tidak. Karena ini adalah ibadah seumur hidup bagi Shanum. Dan ia melakukannya dengan ikhlas.
Haidar menghela nafas dan mengaduk-aduk matchiato latte-nya dengan tatapan kosong ke luar jendela cafetaria yang berada di lantai sepuluh. Dari sini ia bisa melihat pemandangan kota Jakarta dan hiruk pikuk kemacetan di jalan raya. Dirinya sedang tak bersemangat setelah dinas malam yang terasa panjang dan melelahkan. Ditambah hubungannya dengan Meta yang masih stuck dan belum ada perkembangan apapun. Apalagi untuk meyakinkan kedua orangtua Meta jika dirinya bisa menjadi imam yang baik untuk Meta, rasanya akan sangat sulit. Belum meyakinkan saja ia sudah ditolak mentah-mentah.Lagipula apa yang salah dengan status duda? Hanya pernah menikah sebelumnya bukan berarti ia imam yang buruk kan? Jika memang sudah jalannya untuk
Kevin terus menggenggam tangan Camelia yang terasa dingin bahkan pasca dua jam kuretase yang ke sekian kalinya. Kuretase itu mengeluarkan harapan yang tumbuh dalam diri Camelia tanpa tersisa. Sudah hampir tujuh tahun ini dan mereka masih sering mengalaminya. Karena tumor jinak yang Camelia miliki di rahimnya membuat wanita itu tak bisa hamil. Atau tepatnya, kehamilannya sulit berkembang. Terkalahkan oleh tumor yang besarnya sekepalan tangan balita.Perlahan kedua kelopak mata Camelia mengerjap. Wanita itu kemudian membuka matanya perlahan. Tatapannya tampak kosong, tangannya memegangi perutnya yang terasa rata seperti kehilangan sesuatu yang beberapa bulan ini menemaninya dari dalam sana, hingga setitik air mata jatuh d
"Num. Sibuk gak?" tanya Keanu yang tahu-tahu membuka pintu ruangan Shanum. Membuat Shanum sedikit terkejut karena tadinya ia sedang menuliskan buku rekam medis milik pasien terakhirnya."Mas ih! Salam dulu kek. Bikin kaget aja." Shanum malah menggerutu. Untung saja jantungnya sangat sehat.Keanu malah tersenyum geli." Assalamualaikum." Ia pun menuruti keinginan sahabatnya itu."Waal
Sepulangnya Shanum dan Abizar ke rumah, mereka langsung beristirahat demi menjaga stamina untuk perjalanan panjang besok malam."Mas mau dibuatin kopi?" tanya Shanum saat melihat Abizar sedang duduk bersandar di ranjangnya."Gak usah, sayang. Lagian nanti jadi gak bisa tidur cepat. Kita kan besok mau perjalanan panjang.""Iya juga sih." Shanum pun beranjak menuju lemarinya dan menga
Sekitar tengah malam, Abizar dan Shanum baru sampai di Labuan Bajo. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan mobil beserta supir yang sudah mereka pesan sebelumnya. Mereka pun dibawa ke Mohini Resort, salah satu tempat penginapan yang berada tak jauh dari pantai dan bukit. Meski malam hari, Shanum tahu jika pemandangan di sekelilingnya sangatlah indah.Aroma pantai.Angin malam.Mem
Bulan madu Shanum dan Abizar berlalu begitu cepat. Mungkin benar kata orang, apapun hal bahagia di dalam hidupmu terasa berlalu sangat cepat. Lain jika sebuah rasa sakit dan sedih, pasti terasa lama sekali hari berjalan karena sibuk meratapi kekecewaan seperti yang Haidar alami kini.Sejak hubungannya dengan Meta yang tak berjalan mulus, Haidar memilih untuk bekerja lebih keras di bagian penyakit dalam. Bahkan seringkali ia tak pulang ke rumah hanya demi bekerja. Karena jika di rumah pun, ia hanya akan merasa kesepian karena tidak ada satu pun orang yang menyambutnya di rumah.