Share

1-Rencana Bulan Madu

Selang satu bulan setelah pernikahan Shanum dan Abizar, mereka belum sama sekali pergi bulan madu karena keterbatasan waktu cuti. Meski Abizar pemilik rumah sakit tempatnya bekerja tapi Shanum sama sekali tidak ingin semena-mena dengan kekuasaan yang keluarga suaminya miliki. Ia tetap mengikuti peraturan yang ada di rumah sakit termasuk jatah cuti dan jadwal cuti yang harus bergiliran dengan dokter lain.

Tadinya Shanum sudah tidak berminat lagi dengan bulan madunya. Toh ia sudah selalu bersama Abizar. Mereka sudah melakukannya dengan sering. Bulan madu baginya hanya perbedaan tempat saja saat 'melakukan' hal yang biasa dilakukan pengantin baru.

Seperti dugaan Shanum, 'Abizar itu kuat'. Ia sampai kewalahan dibuatnya. Meski ia beruntung ada libur kurang lebih tujuh hari dalam satu bulan jadi Abizar akan berhenti melakukannya. Meski akhirnya pria itu uring-uringan sendiri dan tetap menempel terus padanya.

Malam ini Shanum sudah selesai memasak opor ayam dan kentang balado sesuai keinginan Abizar. Ia memang rajin memasak untuk suaminya itu. Mereka juga sering sarapan bersama saat pagi hari dan berangkat bersama jika jadwal dinas mereka berbarengan. Tapi tak jarang juga Shanum harus sarapan sendiri, tidur sendiri ketika jadwalnya di shift malam. Ia memang jarang shift malam. Lebih sering Abizar. Karena Abizar adalah dokter bedah. Terkadang operasi yang dilakukan suaminya berakhir dini hari atau tengah malam. Biasanya Abizar sudah sangat lelah dan memilih untuk tidur di rumah sakit. Jika besoknya ada jadwal dinas lagi, dia akan bersiap-siap dari rumah sakit. Jika setelah operasi dia libur, dia memilih untuk pulang saja dengan supir pribadinya. Meski tak setiap hari Abizar menggunakan jasa supir. Supir itu hanya panggilan ketika dibutuhkan saja.

Shanum menyiapkan lauk pauk serta nasi di atas meja makannya. Ia terbiasa menyiapkan makanannya sendiri. Kecuali untuk membereskan rumah dan cucian, ia serahkan pada asisten rumah tangganya. Meski lagi-lagi tidak ada asisten rumah tangga yang menetap di rumah minimalis mereka ini. Karena Abizar dan Shanum tak ingin terganggu keprivasian mereka dengan hadirnya orang lain di rumah ini. Satpam pun tak ada. Mereka hanya mengandalkan security komplek perumahan yang jumlahnya cukup banyak dan sering berpatroli setiap jam. Bahkan sampai malam. Jadi bisa dijamin komplek perumahan ini aman.

Sepertinya Jasmine dan Januar sangat pintar memilih lokasi perumahan yang tenang dan nyaman untuk anak dan menantu mereka.

Tak lama Shanum mendengar suara derit pagar yang terbuka dan suara mobil yang masuk ke halaman rumahnya. Bibir Shanum menyunggingkan senyum menyadari itu adalah suara mobil suaminya. Ia pun segera menyambutnya. Ia membuka pintu rumahnya dan melihat Abizar baru menutup pintu pagar mereka kemudian berbalik dan berjalan ke arahnya. Abizar seketika tersenyum.

Shanum menyalami suaminya seperti kebiasaannya selama satu bulan ini." Gimana, Mas? Pekerjaannya lancar?" tanyanya seperti biasa. Mereka sering bertukar cerita setiap hari demi saling terbuka satu sama lain. Tidak ada rahasia di antara mereka.

"Ya, lumayan, sayang. Cuma mulai mengurus akreditasi aja nih," ucap Abizar dengan raut yang terlihat lelah.

"Oh ya? Memang kapan akreditasinya?" Shanum membantu membawakan tas milik Abizar yang tidak berat sama sekali.

"Belum mendapat jadwal pasti sih. Mungkin dalam beberapa bulan lagi. Kamu siap-siap aja. Kan jadwalnya pasti tambah sibuk." Abizar tersenyum jahil. Pria itu memeluk pinggang istrinya dengan posesif.

"Deg-degan juga akreditasi begitu ya. Dinilai semuanya. Kayaknya aku harus belajar lagi."

"Santai aja. Selagi pekerjaan kita memenuhi standar insyaAllah lancar kok. Doakan saja biar akreditasi rumah sakit kita semakin bagus."

"Aamiin."

"Mau makan atau mandi dulu, Mas? Biar aku siapkan air hangat."

Abizar menggeleng pelan dan malah mengajak Shanum duduk di sofa." Ada yang mau aku omongin."

Kening Shanum berkerut." Soal apa?"

Abizar pun mengambil sesuatu dari dalam tas yang dipegang oleh istrinya. Lalu menyerahkannya pada Shanum." Buka aja."

Shanum terdiam sejenak dengan amplop di tangannya. Ia pun membukanya dengan perasaan penasaran. Matanya membulat seketika saat melihat dua tiket pesawat di tangannya. Yang satu atas nama dirinya dan satu lagi atas nama Abizar." Labuan Bajo?!" pekiknya tak percaya.

Abizar mengangguk sambil tersenyum penuh arti." Aku sudah mengurus semuanya termasuk cuti kamu. Maaf ya karena baru sekarang-sekarang ini aku sempat mengajak kamu berbulan madu. Padahal kita menikah sudah satu bulan," ucapnya dengan rasa bersalah.

"Gak apa-apa, Mas. Aku tahu kesibukanmu. Tapi ... Labuan Bajo. Ini kan impianku banget." Shanum tak bisa menyembunyikan semburat kebahagiaan di wajahnya. Ia langsung memeluk suaminya dengan erat." Terima kasih, Mas."

Abizar mengusap punggung istrinya dengan lembut." Iya iya. Ya udah kita mandi dulu yuk. Seminggu ke depan kita akan sibuk sebelum cuti bulan madu," ucapnya dengan tatapan genit.

"Tapi aku udah mandi, Mas." Shanum mengerucutkan bibirnya. Ia tahu pasti ketika suaminya mengajak mandi bareng pasti bukan hanya sekedar 'mandi'

Abizar tertawa lalu tanpa aba-aba ia menggendong Shanum ke dalam kamar mereka." Mandi berapa kali pun gak membuat kecantikan kamu luntur kok."

"Ih! Mas! Nanti aku jatuh ih!"

"Gak akan kalo kamu percaya sama aku."

..........

Haidar membuka pintu mobilnya dan keluar dari sana. Ia pun menutup pintu mobilnya lagi dan berjalan ke sebuah klinik gigi yang cukup besar dan berada di pinggir jalan raya tak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Sudah hampir tiga bulan ini ia sering ke sini demi menemui wanita yang mulai menarik perhatiannya, membuatnya bisa membuka hati setelah kehilangan mendiang istrinya dulu.

Wanita itu, Meta.

Dia masih sibuk dengan pasien terakhirnya. Haidar dapat melihat dari balik dinding kaca. Terlihat Meta seperti memeriksa gigi seorang wanita muda. Wajahnya tampak serius tapi tak menutupi kecantikannya. Jilbab hitam wanita itu tampak kontras dengan kulit putih dan bibir ranumnya. Jilbab yang belum lama Meta kenakan. Baru dua bulanan ini semenjak pintu hatinya terketuk untuk menutupi auratnya. Tepatnya setelah mengetahui sosok Shanum sebagai mantan istri siri Haidar juga. Sosok Shanum yang lembut dalam balutan hijabnya membuat Meta sebagai wanita iri dengan sosoknya.

Haidar pun rasanya ingin berterimakasih dengan Shanum secara langsung karena wanita itu tanpa dia ketahui sudah membuat satu hati wanita melembut dan bersedia dengan keikhlasan menutupi auratnya. Tadinya Haidar tak terlalu mempermasalahkannya karena menurutnya berhijab adalah masalah waktu. Ia akan mengerti jika istrinya nanti belum mau berhijab tapi jika istrinya menghormati Haidar sebagai suaminya, maka seharusnya dia sadar untuk membatasi dirinya dari pandangan orang lain. Meski berhijab juga terkadang tetap tak bisa menjaga pandangan orang padanya, setidaknya para wanita itu sudah mencoba.

Tak lama Meta pun keluar setelah perawat pendampingnya menyelesaikan pekerjaannya. Wanita itu berjalan ke arah wastafel dan mencuci tangannya. Kepalanya menoleh dan mendapati Haidar yang berdiri tak jauh darinya." Haidar? Sejak kapan?"

Haidar hanya tersenyum kecil." Baru sepuluh menitan kok."

Meta jadi ikut tersenyum," gak bilang kalo udah datang. Sebentar ya. Ini aku siap-siap dulu."

Haidar mengangguk." Santai aja."

"Gimana kerjaan hari ini? Lancar?"

Haidar lagi-lagi mengangguk." Lumayan. Tapi mulai persiapan buat akreditas rumah sakit sih."

Meta mengangguk seakan mengerti." Bagus dong. Nanti nama rumah sakitnya jadi makin bagus. Sekarang aja udah terkenal."

"Iya sih. Klinik kamu gimana?"

"Ya begini begini aja. Tapi udah banyak pasien langganannya kok. Asistenku udah banyak buat iklan di sosial media," ucap Meta yang memang membangun rumah sakitnya sendiri setelah selesai praktek di salah satu rumah sakit dan berhasil mendapatkan surat ijin prakteknya. Walau klinik ini juga dibangun dengan uang orangtuanya. Tapi Meta beruntung karena karirnya didukung penuh oleh keluarga. Tapi sayang, kisah cintanya belum sepenuhnya didukung.

Ya, Haidar belum sepenuhnya mendapat restu dari orangtua Meta. Tepatnya ketika pria itu pertama kali datang ke rumah mewah Meta yang ternyata kurang disambut baik dengan orangtuanya. Karena status Haidar yang adalah seorang duda. Sementara Meta adalah anak tunggal di keluarga itu. Sehingga mereka merasa janggal menikahkan anak gadis mereka dengan pria yang pernah menikah sebelumnya.

"Syukur lah. Aku tunggu di luar ya," ucap Haidar yang langsung keluar dari klinik itu. Ia tak menyerah meski keluarga Meta tampak tak suka dengannya. Ia mencoba bersabar. Mungkin ini adalah hukuman untuknya yang pernah tidak benar dalam menjadi imam di rumah tangganya dulu. Sehingga Tuhan mungkin menyuruhnya untuk semakin berusaha memperbaiki diri agar jadi pribadi yang lebih baik lagi sebelum mengimami wanita lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status