Selang satu bulan setelah pernikahan Shanum dan Abizar, mereka belum sama sekali pergi bulan madu karena keterbatasan waktu cuti. Meski Abizar pemilik rumah sakit tempatnya bekerja tapi Shanum sama sekali tidak ingin semena-mena dengan kekuasaan yang keluarga suaminya miliki. Ia tetap mengikuti peraturan yang ada di rumah sakit termasuk jatah cuti dan jadwal cuti yang harus bergiliran dengan dokter lain.
Tadinya Shanum sudah tidak berminat lagi dengan bulan madunya. Toh ia sudah selalu bersama Abizar. Mereka sudah melakukannya dengan sering. Bulan madu baginya hanya perbedaan tempat saja saat 'melakukan' hal yang biasa dilakukan pengantin baru.
Seperti dugaan Shanum, 'Abizar itu kuat'. Ia sampai kewalahan dibuatnya. Meski ia beruntung ada libur kurang lebih tujuh hari dalam satu bulan jadi Abizar akan berhenti melakukannya. Meski akhirnya pria itu uring-uringan sendiri dan tetap menempel terus padanya.
Malam ini Shanum sudah selesai memasak opor ayam dan kentang balado sesuai keinginan Abizar. Ia memang rajin memasak untuk suaminya itu. Mereka juga sering sarapan bersama saat pagi hari dan berangkat bersama jika jadwal dinas mereka berbarengan. Tapi tak jarang juga Shanum harus sarapan sendiri, tidur sendiri ketika jadwalnya di shift malam. Ia memang jarang shift malam. Lebih sering Abizar. Karena Abizar adalah dokter bedah. Terkadang operasi yang dilakukan suaminya berakhir dini hari atau tengah malam. Biasanya Abizar sudah sangat lelah dan memilih untuk tidur di rumah sakit. Jika besoknya ada jadwal dinas lagi, dia akan bersiap-siap dari rumah sakit. Jika setelah operasi dia libur, dia memilih untuk pulang saja dengan supir pribadinya. Meski tak setiap hari Abizar menggunakan jasa supir. Supir itu hanya panggilan ketika dibutuhkan saja.
Shanum menyiapkan lauk pauk serta nasi di atas meja makannya. Ia terbiasa menyiapkan makanannya sendiri. Kecuali untuk membereskan rumah dan cucian, ia serahkan pada asisten rumah tangganya. Meski lagi-lagi tidak ada asisten rumah tangga yang menetap di rumah minimalis mereka ini. Karena Abizar dan Shanum tak ingin terganggu keprivasian mereka dengan hadirnya orang lain di rumah ini. Satpam pun tak ada. Mereka hanya mengandalkan security komplek perumahan yang jumlahnya cukup banyak dan sering berpatroli setiap jam. Bahkan sampai malam. Jadi bisa dijamin komplek perumahan ini aman.
Sepertinya Jasmine dan Januar sangat pintar memilih lokasi perumahan yang tenang dan nyaman untuk anak dan menantu mereka.
Tak lama Shanum mendengar suara derit pagar yang terbuka dan suara mobil yang masuk ke halaman rumahnya. Bibir Shanum menyunggingkan senyum menyadari itu adalah suara mobil suaminya. Ia pun segera menyambutnya. Ia membuka pintu rumahnya dan melihat Abizar baru menutup pintu pagar mereka kemudian berbalik dan berjalan ke arahnya. Abizar seketika tersenyum.
Shanum menyalami suaminya seperti kebiasaannya selama satu bulan ini." Gimana, Mas? Pekerjaannya lancar?" tanyanya seperti biasa. Mereka sering bertukar cerita setiap hari demi saling terbuka satu sama lain. Tidak ada rahasia di antara mereka.
"Ya, lumayan, sayang. Cuma mulai mengurus akreditasi aja nih," ucap Abizar dengan raut yang terlihat lelah.
"Oh ya? Memang kapan akreditasinya?" Shanum membantu membawakan tas milik Abizar yang tidak berat sama sekali.
"Belum mendapat jadwal pasti sih. Mungkin dalam beberapa bulan lagi. Kamu siap-siap aja. Kan jadwalnya pasti tambah sibuk." Abizar tersenyum jahil. Pria itu memeluk pinggang istrinya dengan posesif.
"Deg-degan juga akreditasi begitu ya. Dinilai semuanya. Kayaknya aku harus belajar lagi."
"Santai aja. Selagi pekerjaan kita memenuhi standar insyaAllah lancar kok. Doakan saja biar akreditasi rumah sakit kita semakin bagus."
"Aamiin."
"Mau makan atau mandi dulu, Mas? Biar aku siapkan air hangat."
Abizar menggeleng pelan dan malah mengajak Shanum duduk di sofa." Ada yang mau aku omongin."
Kening Shanum berkerut." Soal apa?"
Abizar pun mengambil sesuatu dari dalam tas yang dipegang oleh istrinya. Lalu menyerahkannya pada Shanum." Buka aja."
Shanum terdiam sejenak dengan amplop di tangannya. Ia pun membukanya dengan perasaan penasaran. Matanya membulat seketika saat melihat dua tiket pesawat di tangannya. Yang satu atas nama dirinya dan satu lagi atas nama Abizar." Labuan Bajo?!" pekiknya tak percaya.
Abizar mengangguk sambil tersenyum penuh arti." Aku sudah mengurus semuanya termasuk cuti kamu. Maaf ya karena baru sekarang-sekarang ini aku sempat mengajak kamu berbulan madu. Padahal kita menikah sudah satu bulan," ucapnya dengan rasa bersalah.
"Gak apa-apa, Mas. Aku tahu kesibukanmu. Tapi ... Labuan Bajo. Ini kan impianku banget." Shanum tak bisa menyembunyikan semburat kebahagiaan di wajahnya. Ia langsung memeluk suaminya dengan erat." Terima kasih, Mas."
Abizar mengusap punggung istrinya dengan lembut." Iya iya. Ya udah kita mandi dulu yuk. Seminggu ke depan kita akan sibuk sebelum cuti bulan madu," ucapnya dengan tatapan genit.
"Tapi aku udah mandi, Mas." Shanum mengerucutkan bibirnya. Ia tahu pasti ketika suaminya mengajak mandi bareng pasti bukan hanya sekedar 'mandi'
Abizar tertawa lalu tanpa aba-aba ia menggendong Shanum ke dalam kamar mereka." Mandi berapa kali pun gak membuat kecantikan kamu luntur kok."
"Ih! Mas! Nanti aku jatuh ih!"
"Gak akan kalo kamu percaya sama aku."
..........
Haidar membuka pintu mobilnya dan keluar dari sana. Ia pun menutup pintu mobilnya lagi dan berjalan ke sebuah klinik gigi yang cukup besar dan berada di pinggir jalan raya tak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Sudah hampir tiga bulan ini ia sering ke sini demi menemui wanita yang mulai menarik perhatiannya, membuatnya bisa membuka hati setelah kehilangan mendiang istrinya dulu.
Wanita itu, Meta.
Dia masih sibuk dengan pasien terakhirnya. Haidar dapat melihat dari balik dinding kaca. Terlihat Meta seperti memeriksa gigi seorang wanita muda. Wajahnya tampak serius tapi tak menutupi kecantikannya. Jilbab hitam wanita itu tampak kontras dengan kulit putih dan bibir ranumnya. Jilbab yang belum lama Meta kenakan. Baru dua bulanan ini semenjak pintu hatinya terketuk untuk menutupi auratnya. Tepatnya setelah mengetahui sosok Shanum sebagai mantan istri siri Haidar juga. Sosok Shanum yang lembut dalam balutan hijabnya membuat Meta sebagai wanita iri dengan sosoknya.
Haidar pun rasanya ingin berterimakasih dengan Shanum secara langsung karena wanita itu tanpa dia ketahui sudah membuat satu hati wanita melembut dan bersedia dengan keikhlasan menutupi auratnya. Tadinya Haidar tak terlalu mempermasalahkannya karena menurutnya berhijab adalah masalah waktu. Ia akan mengerti jika istrinya nanti belum mau berhijab tapi jika istrinya menghormati Haidar sebagai suaminya, maka seharusnya dia sadar untuk membatasi dirinya dari pandangan orang lain. Meski berhijab juga terkadang tetap tak bisa menjaga pandangan orang padanya, setidaknya para wanita itu sudah mencoba.
Tak lama Meta pun keluar setelah perawat pendampingnya menyelesaikan pekerjaannya. Wanita itu berjalan ke arah wastafel dan mencuci tangannya. Kepalanya menoleh dan mendapati Haidar yang berdiri tak jauh darinya." Haidar? Sejak kapan?"
Haidar hanya tersenyum kecil." Baru sepuluh menitan kok."
Meta jadi ikut tersenyum," gak bilang kalo udah datang. Sebentar ya. Ini aku siap-siap dulu."
Haidar mengangguk." Santai aja."
"Gimana kerjaan hari ini? Lancar?"
Haidar lagi-lagi mengangguk." Lumayan. Tapi mulai persiapan buat akreditas rumah sakit sih."
Meta mengangguk seakan mengerti." Bagus dong. Nanti nama rumah sakitnya jadi makin bagus. Sekarang aja udah terkenal."
"Iya sih. Klinik kamu gimana?"
"Ya begini begini aja. Tapi udah banyak pasien langganannya kok. Asistenku udah banyak buat iklan di sosial media," ucap Meta yang memang membangun rumah sakitnya sendiri setelah selesai praktek di salah satu rumah sakit dan berhasil mendapatkan surat ijin prakteknya. Walau klinik ini juga dibangun dengan uang orangtuanya. Tapi Meta beruntung karena karirnya didukung penuh oleh keluarga. Tapi sayang, kisah cintanya belum sepenuhnya didukung.
Ya, Haidar belum sepenuhnya mendapat restu dari orangtua Meta. Tepatnya ketika pria itu pertama kali datang ke rumah mewah Meta yang ternyata kurang disambut baik dengan orangtuanya. Karena status Haidar yang adalah seorang duda. Sementara Meta adalah anak tunggal di keluarga itu. Sehingga mereka merasa janggal menikahkan anak gadis mereka dengan pria yang pernah menikah sebelumnya.
"Syukur lah. Aku tunggu di luar ya," ucap Haidar yang langsung keluar dari klinik itu. Ia tak menyerah meski keluarga Meta tampak tak suka dengannya. Ia mencoba bersabar. Mungkin ini adalah hukuman untuknya yang pernah tidak benar dalam menjadi imam di rumah tangganya dulu. Sehingga Tuhan mungkin menyuruhnya untuk semakin berusaha memperbaiki diri agar jadi pribadi yang lebih baik lagi sebelum mengimami wanita lain.
Shanum mengerjapkan matanya saat mendengar suara alarm berbunyi. Ia pun membuka matanya dan berusaha memfokuskan pandangannya. Kepalanya menoleh pada Abizar yang masih tertidur pulas di sampingnya. Ia mengulurkan tangannya untuk memindahkan tangan kekar Abizar yang memeluk pinggangnya.Jam masih menunjukkan pukul empat dini hari. Shanum memang terbiasa bangun jam segini. Apalagi semenjak menikah dan sering melakukan aktifitas ranjang bersama suaminya. Ia tentu harus mandi wajib ditambah menyiapkan sarapan untuk sang suami. Merepotkan? Tidak. Karena ini adalah ibadah seumur hidup bagi Shanum. Dan ia melakukannya dengan ikhlas.
Haidar menghela nafas dan mengaduk-aduk matchiato latte-nya dengan tatapan kosong ke luar jendela cafetaria yang berada di lantai sepuluh. Dari sini ia bisa melihat pemandangan kota Jakarta dan hiruk pikuk kemacetan di jalan raya. Dirinya sedang tak bersemangat setelah dinas malam yang terasa panjang dan melelahkan. Ditambah hubungannya dengan Meta yang masih stuck dan belum ada perkembangan apapun. Apalagi untuk meyakinkan kedua orangtua Meta jika dirinya bisa menjadi imam yang baik untuk Meta, rasanya akan sangat sulit. Belum meyakinkan saja ia sudah ditolak mentah-mentah.Lagipula apa yang salah dengan status duda? Hanya pernah menikah sebelumnya bukan berarti ia imam yang buruk kan? Jika memang sudah jalannya untuk
Kevin terus menggenggam tangan Camelia yang terasa dingin bahkan pasca dua jam kuretase yang ke sekian kalinya. Kuretase itu mengeluarkan harapan yang tumbuh dalam diri Camelia tanpa tersisa. Sudah hampir tujuh tahun ini dan mereka masih sering mengalaminya. Karena tumor jinak yang Camelia miliki di rahimnya membuat wanita itu tak bisa hamil. Atau tepatnya, kehamilannya sulit berkembang. Terkalahkan oleh tumor yang besarnya sekepalan tangan balita.Perlahan kedua kelopak mata Camelia mengerjap. Wanita itu kemudian membuka matanya perlahan. Tatapannya tampak kosong, tangannya memegangi perutnya yang terasa rata seperti kehilangan sesuatu yang beberapa bulan ini menemaninya dari dalam sana, hingga setitik air mata jatuh d
"Num. Sibuk gak?" tanya Keanu yang tahu-tahu membuka pintu ruangan Shanum. Membuat Shanum sedikit terkejut karena tadinya ia sedang menuliskan buku rekam medis milik pasien terakhirnya."Mas ih! Salam dulu kek. Bikin kaget aja." Shanum malah menggerutu. Untung saja jantungnya sangat sehat.Keanu malah tersenyum geli." Assalamualaikum." Ia pun menuruti keinginan sahabatnya itu."Waal
Sepulangnya Shanum dan Abizar ke rumah, mereka langsung beristirahat demi menjaga stamina untuk perjalanan panjang besok malam."Mas mau dibuatin kopi?" tanya Shanum saat melihat Abizar sedang duduk bersandar di ranjangnya."Gak usah, sayang. Lagian nanti jadi gak bisa tidur cepat. Kita kan besok mau perjalanan panjang.""Iya juga sih." Shanum pun beranjak menuju lemarinya dan menga
Sekitar tengah malam, Abizar dan Shanum baru sampai di Labuan Bajo. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan mobil beserta supir yang sudah mereka pesan sebelumnya. Mereka pun dibawa ke Mohini Resort, salah satu tempat penginapan yang berada tak jauh dari pantai dan bukit. Meski malam hari, Shanum tahu jika pemandangan di sekelilingnya sangatlah indah.Aroma pantai.Angin malam.Mem
Bulan madu Shanum dan Abizar berlalu begitu cepat. Mungkin benar kata orang, apapun hal bahagia di dalam hidupmu terasa berlalu sangat cepat. Lain jika sebuah rasa sakit dan sedih, pasti terasa lama sekali hari berjalan karena sibuk meratapi kekecewaan seperti yang Haidar alami kini.Sejak hubungannya dengan Meta yang tak berjalan mulus, Haidar memilih untuk bekerja lebih keras di bagian penyakit dalam. Bahkan seringkali ia tak pulang ke rumah hanya demi bekerja. Karena jika di rumah pun, ia hanya akan merasa kesepian karena tidak ada satu pun orang yang menyambutnya di rumah.
Siang harinya...Setelah menyelesaikan konsultasi dengan pasien terakhirnya, Shanum segera keluar dari ruangannya. Ia hampir saja terjungkal karena kaget saat membuka pintu ruangannya, Abizar berdiri di sana dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. "Mas, ngagetin tahu!" Ia memegangi dadanya yang berdegup cepat.Abizar hanya diam kemudian menarik tangan Shanum dan masuk lagi ke dalam ruangan istrinya yang telah kosong itu dan menutup pintunya. Perawat yang mendampingi Shanum praktek juga sudah kelur lebih dulu.