Sepulangnya Shanum dan Abizar ke rumah, mereka langsung beristirahat demi menjaga stamina untuk perjalanan panjang besok malam.
"Mas mau dibuatin kopi?" tanya Shanum saat melihat Abizar sedang duduk bersandar di ranjangnya.
"Gak usah, sayang. Lagian nanti jadi gak bisa tidur cepat. Kita kan besok mau perjalanan panjang."
"Iya juga sih." Shanum pun beranjak menuju lemarinya dan mengambil koper untuk packing baju-bajunya dan baju Abizar.
"Kamu memang gak capek udah langsung packing aja?" tanya Abizar yang beranjak dari tempatnya dan berniat membantu istrinya.
"Belum ngantuk abisnya, Mas. Jadi sekalian aja biar besok santai."
Abizar mengangguk setuju. Ia pun membantu Shanum memasukkan baju-baju mereka ke dalam koper. Abizar teringat sesuatu dan langsung mengambilnya dari dalam tas kerjanya. "Oh iya. Ini." Ia malah mengeluarkan sebuah paper bag berukuran sedang ke istrinya.
"Apa ini, Mas?" tanya Shanum yang terlihat bingung.
"Dari aku," jawab Abizar dengan wajah memerah.
Shanum mengerutkan keningnya. Apalagi saat wajah suaminya malah bersemu merah seperti tomat. Tanpa kecurigaan sedikit pun, Shanum membuka paper bagnya dan melihat beberapa helai lingerie berbagai model dengan warna merah, hitam dan biru muda. Seketika pipinya memerah lalu melirik suaminya yang menahan geli. "Mas? Kamu yang beli semua ini?"
Abizar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya. Aku beli online kok. Dan kupikir itu cocok buat kamu."
Shanum mengusap wajahnya, menahan malu. Padahal ia sudah sering melakukannya dan ia pun punya beberapa lingerie pemberian Mas Keanu. Karena pria itu selain memberinya kado obat kuat untuk Abizar, juga beberapa potong lingerie. Sepertinya Mas Keanu balas dendam dengan Mas Abizar yang memberi kado lingerie juga di pesta pernikahannya. "Aku bawa nih buat di Labuan Bajo?"
Abizar mengangguk kecil. "Iya. Nanti di sana dipakai ya. Aku udah sewakan villa private buat kita."
Shanum tersenyum geli. Meski ini bulan madu yang tertunda dan bulan madu pertama mereka, tapi rasanya masih berdebar-debar. "Baiklah. Terima kasih ya, Mas." Ia mengecup bibir Abizar sekilas.
"Jangan mancing-mancing deh, sayang. Aku tuh lagi nahan biar di sana aja kita ena-enanya. Kan biar hot dan romantis."
..........
Sorenya setelah solat Ashar, Shanum dan Abizar pergi ke Bandara dengan menggunakan taksi online. Mereka pun membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk sampai di Bandara Soekarno Hatta karena memang jalan raya lumayan macet dikarenakan weekdays. Abizar sengaja memesan tiket dan bulan madu di weekdays agar nanti di daerah Labuan Bajo tidak terlalu ramai.
Abizar pun sudah memesan Mohini resort sebagai tempat tinggal mereka selama di Labuan Bajo. Selain tempatnya yang tenang, pemandangannya juga sangat bagus. Ia juga sudah menyewa tour guide untuk perjalanan mereka selama di Labuan Bajo. Yang jelas orang yang mengerti sekali dengan daerah di sana.
Sekitar jam delapan malam, Shanum dan Abizar baru sampai di Bandara. Mereka pun langsung masuk karena jam penerbangan mereka di jam sembilan.
"Mas." Shanum menggenggam tangan Abizar dengan wajah yang terlihat khawatir.
"Kenapa, sayang?"
"A-aku agak takut naik pesawat sebenarnya," cicit Shanum dengan wajah yang begitu polos.
Abizar tersenyum geli lalu mengusap puncak kepala istrinya dengan lembut. "Kan ada aku. Kalo takut pegang tanganku aja."
"Kita gak akan kenapa-napa kan?"
Abizar mengangguk. "InsyaAllah."
...........
Meta terdiam di sebuah cafe sembari mengaduk-aduk matcha lattenya yang sudah dingin. Sesekali ia menghela nafas kemudian menatap ke luar jendela cafe yang kacanya menempel bulir bulir dari air hujan. Sore itu Ibukota kembali diguyur hujan bahkan sejak satu jam yang lalu. Entah apa yang membuatnya menunggu di cafe biasa ia bertemu dengan Haidar. Tapi bukan untuk bertemu pria itu. Ia hanya sekedar duduk di sini, membayangkan Haidar yang duduk di depannya seperti hari hari mereka yang dulu.
Sudah dua minggu lebih Meta dan Haidar tak lagi saling berkomunikasi. Ibunya pun semakin menyuruhnya untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya. Tapi sampai saat ini mereka belum pernah bertemu. Meta bersyukur. Lebih baik begitu daripada ia harus menjalani perjodohan dengan pria yang tak ia cintai. Entah seperti apa prianya, Meta berharap perjodohan itu tak pernah terjadi. Mungkin hanya sekedar gertakan dari sang Ibu. Meski ia juga belum tentu bisa melupakan Haidar. Dan sepertinya Haidar juga sudah lelah dan menyerah.
Memang seharusnya begitu kan? Dibanding berkali-kali harga diri pria itu dijatuhkan oleh orangtuanya hanya karena statusnya yang pernah menikah.
"Permisi." suara pria yang terdengar asing di telinga Meta, membuat wanita itu mengangkat kepalanya dan melihat pria berkulit putih dengan mata agak sipit tersenyum kecil ke arahnya dan berdiri di depannya. "Boleh saya duduk di sini? Kamu ... Meta kan?" tanyanya dengan ragu.
"Eh?" Meta tampak bingung.
"Aku Rasya. Anak dari teman Ibumu."
Meta membulatkan tangannya dan seketika keningnya berkerut. Berusaha mengingat-ingat nama itu.
Rasya.
Meta pun teringat soal Ibunya yang menyebut-nyebut nama Rasya. Pria yang dijodohkan dengannya. Tapi kenapa pria itu ada di sini sekarang? Darimana dia tahu jika dirinya di sini? Padahal mereka belum janjian sebelumnya. Apa ini perbuatan Ibunya?
"Aku ke sini karena Tante Resita yang memberi tahu. Katanya kamu kalo gak di klinik ya di cafe ini. Tadi aku sudah ke klinik kamu tapi kamu katanya gak ada dan udah pulang. Jadi aku ke sini." Rasya seolah mengerti apa yang tengah dipikirkan Meta saat ini.
"Oh iya." Meta mengusap batang hidungnya yang mendadak gatal. "Silahkan duduk."
Rasya pun duduk di depan Meta dan meletakkan satu cup greentea latte with ice miliknya. "Kenapa sendirian aja di sini? Aku pikir ada hal yang membuatmu betah berlama-lama di sini?"
Meta tersenyum kecil. Ia memandang ke luar jendela dan melihat Haidar memasuki Cafe bersama Keanu. Mereka menggunakan satu payung yang jelas- jelas tak cukup untuk mereka berdua yang tubuhnya sama besar. Haidar tampak ngedumel saat punggungnya basah.
"Lo sih. Gue jadi basah deh," gerutu Haidar sembari menepuk-nepuk pundaknya yang basah.
"Siapa suruh lo malah ikut gue. Gak bisa banget gue tinggal sebentar ya. Bawaannya ngintilin mulu. Makanya cari istri sana!"
"Apa hubungannya bodoh!"
Mereka berdua pun memesan minuman di kasir dan mereka tidak menyadari kehadiran Meta yang lebih dulu ada di dalam cafe.
Meta hanya terdiam sembari menatap punggung pria berkemeja navy itu. Ia merindukannya. Ia sengaja ke sini dan berharap bisa melihat Haidar secara langsung. Meski mereka mungkin tak bisa bersama. Dan hari ini ia bisa melihatnya lagi meski ia bersama pria lain.
Rasya seakan menyadari kemana tatapan Meta. Mata Meta seakan tak lepas dari pria berkemeja Navy. Bahkan sampai pria itu keluar lagi dari cafe. "Kamu sudah punya kekasih?" tanyanya langsung.
Meta langsung tersadar ketika Haidar sudah menyebrang jalan bersama Keanu. Ia pun menatap Rasya yang terlihat sedang menilainya. "Semua sudah berakhir. Bahkan sebelum kami memulainya."
"Kamu mencintainya?" tanya Rasya lagi.
"Bahkan cinta kami saja tak cukup untuk meluluhkan hati orangtuaku."
"Makanya kamu akhirnya menerima perjodohan ini?"
Meta mengangguk pasrah.
"Tapi aku tidak," ucap Rasya langsung, membuat Meta menatapnya tak percaya.
"Maksud kamu? Kalo gak nerima perjodohannya kenapa kamu ada di depanku sekarang?"
"Karena ada orang yang kusukai di rumah sakit itu." Rasya menunjuk rumah sakit tempat Haidar bekerja.
Membuat Meta semakin bertanya-tanya.
Sekitar tengah malam, Abizar dan Shanum baru sampai di Labuan Bajo. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan mobil beserta supir yang sudah mereka pesan sebelumnya. Mereka pun dibawa ke Mohini Resort, salah satu tempat penginapan yang berada tak jauh dari pantai dan bukit. Meski malam hari, Shanum tahu jika pemandangan di sekelilingnya sangatlah indah.Aroma pantai.Angin malam.Mem
Bulan madu Shanum dan Abizar berlalu begitu cepat. Mungkin benar kata orang, apapun hal bahagia di dalam hidupmu terasa berlalu sangat cepat. Lain jika sebuah rasa sakit dan sedih, pasti terasa lama sekali hari berjalan karena sibuk meratapi kekecewaan seperti yang Haidar alami kini.Sejak hubungannya dengan Meta yang tak berjalan mulus, Haidar memilih untuk bekerja lebih keras di bagian penyakit dalam. Bahkan seringkali ia tak pulang ke rumah hanya demi bekerja. Karena jika di rumah pun, ia hanya akan merasa kesepian karena tidak ada satu pun orang yang menyambutnya di rumah.
Siang harinya...Setelah menyelesaikan konsultasi dengan pasien terakhirnya, Shanum segera keluar dari ruangannya. Ia hampir saja terjungkal karena kaget saat membuka pintu ruangannya, Abizar berdiri di sana dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. "Mas, ngagetin tahu!" Ia memegangi dadanya yang berdegup cepat.Abizar hanya diam kemudian menarik tangan Shanum dan masuk lagi ke dalam ruangan istrinya yang telah kosong itu dan menutup pintunya. Perawat yang mendampingi Shanum praktek juga sudah kelur lebih dulu.
Haidar menatap Meta yang kini duduk di depannya. Tadinya ia dan wanita itu memang tidak berniat untuk bertemu apalagi duduk berdua lagi seperti ini. Rasanya terlalu sakit untuk Haidar melakukannya lagi, seakan mengulang kisah lama mereka. Sayangnya kini Meta sudah menerima perjodohannya dengan pria pilihan orang tuanya. Itu berarti hubungan mereka berdua juga sudah berakhir.Namun saat sedang berada di sebuah cafe, tiba-tiba Haidar tak sengaja berpapasan dengan Meta yang baru saja memesan matcha latte favoritnya. Wanita itu akhirnya mengajak Haidar untuk bergabung."Apa kabar?" tanya Meta yang berbasa-basi. Meski ia sadar jika kehadi
"Mas, kenapa?" tanya Shanum yang merasa suaminya lebih banyak diam akhir-akhir ini. Ia pun berinisiatif membuatkan coklat panas dan mengantarkannya ke Abizar yang sedang duduk di balkon kamar mereka sembari menatap langit malam yang cerah saat itu.Abizar menoleh pada istrinya dan tersenyum kecil. "Aku gak apa-apa kok. Sini." Ia menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Abizar berdiri di depan kamar rawat Camelia yang pintunya tertutup. Tak lama seorang pria yang Abizar ketahui adalah suami dari Camelia itu keluar. Pria itu pun menyapanya dengan sopan meski wajahnya terlihat kelelahan tapi dia tetap tersenyum saat menyapanya. Sebelum pintu kamar rawat itu tertutup kembali, Abizar dapat melihat sosok Camelia yang tengah duduk bersandar di brankarnya dan menatap ke arahnya tanpa ekspresi.Benar-benar mirip. Abizar memb
Sekitar tengah malam, Shanum dan Abizar sudah sampai di Bandung. Jasmine dan Januar pun tampak menunggu kedatangan anak dan menantunya itu. Bahkan keduanya tidak terlihat mengantuk sama sekali dan malah mengajak Shanum dan Abizar membicarakan soal pembuatan ijin untuk yayasan yang akan mereka bangun nanti.Karena keantusiasan Jasmine dan Januar, Shanum dan Abizar jadi ikut semangat dan tidak merasa lelah sama sekali meski mereka sudah melalui perjalanan jau
Kevin terkejut mendengar ucapan Camelia yang mengijinkannya untuk menikah lagi hanya untuk mendapatkan keturunan. Sungguh, siapa sih pasangan di dunia ini yang tidak ingin memiliki anak? Buah cinta dari pernikahan mereka? Tentu semua ingin. Termasuk Kevin. Namun pernikahan bukan melulu soal memiliki keturunan, melanjutkan silsilah keluarga. Ia menikahi Camelia karena ia mencintai wanita itu sejak pandangan pertama.Camelia yang begitu manis dan cantik membuat Kevin jatuh cinta hingga memutuskan untuk mempersunting wanita itu hingga menjadi pendamping hidupnya hingga saat ini da