Share

6- Bulan Madu

Sepulangnya Shanum dan Abizar ke rumah, mereka langsung beristirahat demi menjaga stamina untuk perjalanan panjang besok malam.

"Mas mau dibuatin kopi?" tanya Shanum saat melihat Abizar sedang duduk bersandar di ranjangnya.

"Gak usah, sayang. Lagian nanti jadi gak bisa tidur cepat. Kita kan besok mau perjalanan panjang."

"Iya juga sih." Shanum pun beranjak menuju lemarinya dan mengambil koper untuk packing baju-bajunya dan baju Abizar.

"Kamu memang gak capek udah langsung packing aja?" tanya Abizar yang beranjak dari tempatnya dan berniat membantu istrinya.

"Belum ngantuk abisnya, Mas. Jadi sekalian aja biar besok santai."

Abizar mengangguk setuju. Ia pun membantu Shanum memasukkan baju-baju mereka ke dalam koper. Abizar teringat sesuatu dan langsung mengambilnya dari dalam tas kerjanya. "Oh iya. Ini." Ia malah mengeluarkan sebuah paper bag berukuran sedang ke istrinya.

"Apa ini, Mas?" tanya Shanum yang terlihat bingung.

"Dari aku," jawab Abizar dengan wajah memerah.

Shanum mengerutkan keningnya. Apalagi saat wajah suaminya malah bersemu merah seperti tomat. Tanpa kecurigaan sedikit pun, Shanum membuka paper bagnya dan melihat beberapa helai lingerie berbagai model dengan warna merah, hitam dan biru muda. Seketika pipinya memerah lalu melirik suaminya yang menahan geli. "Mas? Kamu yang beli semua ini?"

Abizar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya. Aku beli online kok. Dan kupikir itu cocok buat kamu."

Shanum mengusap wajahnya, menahan malu. Padahal ia sudah sering melakukannya dan ia pun punya beberapa lingerie pemberian Mas Keanu. Karena pria itu selain memberinya kado obat kuat untuk Abizar, juga beberapa potong lingerie. Sepertinya Mas Keanu balas dendam dengan Mas Abizar yang memberi kado lingerie juga di pesta pernikahannya. "Aku bawa nih buat di Labuan Bajo?"

Abizar mengangguk kecil. "Iya. Nanti di sana dipakai ya. Aku udah sewakan villa private buat kita."

Shanum tersenyum geli. Meski ini bulan madu yang tertunda dan bulan madu pertama mereka, tapi rasanya masih berdebar-debar. "Baiklah. Terima kasih ya, Mas." Ia mengecup bibir Abizar sekilas.

"Jangan mancing-mancing deh, sayang. Aku tuh lagi nahan biar di sana aja kita ena-enanya. Kan biar hot dan romantis."

..........

Sorenya setelah solat Ashar, Shanum dan Abizar pergi ke Bandara dengan menggunakan taksi online. Mereka pun membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk sampai di Bandara Soekarno Hatta karena memang jalan raya lumayan macet dikarenakan weekdays. Abizar sengaja memesan tiket dan bulan madu di weekdays agar nanti di daerah Labuan Bajo tidak terlalu ramai.

Abizar pun sudah memesan Mohini resort sebagai tempat tinggal mereka selama di Labuan Bajo. Selain tempatnya yang tenang, pemandangannya juga sangat bagus. Ia juga sudah menyewa tour guide untuk perjalanan mereka selama di Labuan Bajo. Yang jelas orang yang mengerti sekali dengan daerah di sana.

Sekitar jam delapan malam, Shanum dan Abizar baru sampai di Bandara. Mereka pun langsung masuk karena jam penerbangan mereka di jam sembilan.

"Mas." Shanum menggenggam tangan Abizar dengan wajah yang terlihat khawatir.

"Kenapa, sayang?"

"A-aku agak takut naik pesawat sebenarnya," cicit Shanum dengan wajah yang begitu polos.

Abizar tersenyum geli lalu mengusap puncak kepala istrinya dengan lembut. "Kan ada aku. Kalo takut pegang tanganku aja."

"Kita gak akan kenapa-napa kan?"

Abizar mengangguk. "InsyaAllah."

...........

Meta terdiam di sebuah cafe sembari mengaduk-aduk matcha lattenya yang sudah dingin. Sesekali ia menghela nafas kemudian menatap ke luar jendela cafe yang kacanya menempel bulir bulir dari air hujan. Sore itu Ibukota kembali diguyur hujan bahkan sejak satu jam yang lalu. Entah apa yang membuatnya menunggu di cafe biasa ia bertemu dengan Haidar. Tapi bukan untuk bertemu pria itu. Ia hanya sekedar duduk di sini, membayangkan Haidar yang duduk di depannya seperti hari hari mereka yang dulu.

Sudah dua minggu lebih Meta dan Haidar tak lagi saling berkomunikasi. Ibunya pun semakin menyuruhnya untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya. Tapi sampai saat ini mereka belum pernah bertemu. Meta bersyukur. Lebih baik begitu daripada ia harus menjalani perjodohan dengan pria yang tak ia cintai. Entah seperti apa prianya, Meta berharap perjodohan itu tak pernah terjadi. Mungkin hanya sekedar gertakan dari sang Ibu. Meski ia juga belum tentu bisa melupakan Haidar. Dan sepertinya Haidar juga sudah lelah dan menyerah.

Memang seharusnya begitu kan? Dibanding berkali-kali harga diri pria itu dijatuhkan oleh orangtuanya hanya karena statusnya yang pernah menikah.

"Permisi." suara pria yang terdengar asing di telinga Meta, membuat wanita itu mengangkat kepalanya dan melihat pria berkulit putih dengan mata agak sipit tersenyum kecil ke arahnya dan berdiri di depannya. "Boleh saya duduk di sini? Kamu ... Meta kan?" tanyanya dengan ragu.

"Eh?" Meta tampak bingung.

"Aku Rasya. Anak dari teman Ibumu."

Meta membulatkan tangannya dan seketika keningnya berkerut. Berusaha mengingat-ingat nama itu.

Rasya.

Meta pun teringat soal Ibunya yang menyebut-nyebut nama Rasya. Pria yang dijodohkan dengannya. Tapi kenapa pria itu ada di sini sekarang? Darimana dia tahu jika dirinya di sini? Padahal mereka belum janjian sebelumnya. Apa ini perbuatan Ibunya?

"Aku ke sini karena Tante Resita yang memberi tahu. Katanya kamu kalo gak di klinik ya di cafe ini. Tadi aku sudah ke klinik kamu tapi kamu katanya gak ada dan udah pulang. Jadi aku ke sini." Rasya seolah mengerti apa yang tengah dipikirkan Meta saat ini.

"Oh iya." Meta mengusap batang hidungnya yang mendadak gatal. "Silahkan duduk."

Rasya pun duduk di depan Meta dan meletakkan satu cup greentea latte with ice miliknya. "Kenapa sendirian aja di sini? Aku pikir ada hal yang membuatmu betah berlama-lama di sini?"

Meta tersenyum kecil. Ia memandang ke luar jendela dan melihat Haidar memasuki Cafe bersama Keanu. Mereka menggunakan satu payung yang jelas- jelas tak cukup untuk mereka berdua yang tubuhnya sama besar. Haidar tampak ngedumel saat punggungnya basah.

"Lo sih. Gue jadi basah deh," gerutu Haidar sembari menepuk-nepuk pundaknya yang basah.

"Siapa suruh lo malah ikut gue. Gak bisa banget gue tinggal sebentar ya. Bawaannya ngintilin mulu. Makanya cari istri sana!"

"Apa hubungannya bodoh!"

Mereka berdua pun memesan minuman di kasir dan mereka tidak menyadari kehadiran Meta yang lebih dulu ada di dalam cafe.

Meta hanya terdiam sembari menatap punggung pria berkemeja navy itu. Ia merindukannya. Ia sengaja ke sini dan berharap bisa melihat Haidar secara langsung. Meski mereka mungkin tak bisa bersama. Dan hari ini ia bisa melihatnya lagi meski ia bersama pria lain.

Rasya seakan menyadari kemana tatapan Meta. Mata Meta seakan tak lepas dari pria berkemeja Navy. Bahkan sampai pria itu keluar lagi dari cafe. "Kamu sudah punya kekasih?" tanyanya langsung.

Meta langsung tersadar ketika Haidar sudah menyebrang jalan bersama Keanu. Ia pun menatap Rasya yang terlihat sedang menilainya. "Semua sudah berakhir. Bahkan sebelum kami memulainya."

"Kamu mencintainya?" tanya Rasya lagi.

"Bahkan cinta kami saja tak cukup untuk meluluhkan hati orangtuaku."

"Makanya kamu akhirnya menerima perjodohan ini?"

Meta mengangguk pasrah.

"Tapi aku tidak," ucap Rasya langsung, membuat Meta menatapnya tak percaya.

"Maksud kamu? Kalo gak nerima perjodohannya kenapa kamu ada di depanku sekarang?"

"Karena ada orang yang kusukai di rumah sakit itu." Rasya menunjuk rumah sakit tempat Haidar bekerja.

Membuat Meta semakin bertanya-tanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status