Risa Abdullah akhirnya baru bangun setelah 3 jam berlalu. Kejahilan Shouhei di tubuhnya membuat wanita berpakaian sekretaris ini merasa sangat lelah. Ketika keluar dari kamar pribadi itu, secara hati-hati dia memeriksa terlebih dahulu jangan sampai ada orang yang sedang bertemu Shouhei. “Sudah bangun?” sapa Shouhei dengan senyum super lembut dan manis. Risa sampai terbengong-bengong keheranan. Apakah ada hal baik terjadi selama dia tertidur? Ataukah kegiatan panas mereka sebelumnya memberinya energi baru? Kenapa begitu bahagia? Katanya, para pria akan lebih bersemangat dan bertenaga jika telah memenuhi kebutuhan biologisnya. Risa tidak segera menjawab pertanyaan Shouhei, melainkan melirik ke arah pintu utama. Suara tawa lembut Shouhei terdengar di udara, menghentikan kegiatannya memeriksa laporan. “Kamu takut ketahuan?” ledeknya gemas, melihat Risa sudah mirip perempuan yang takut ketahuan berbuat salah. Menyadari tidak ada yang aneh di luar, Risa melotot sambil berjalan mara
Shouhei Shiraishi terdiam sejenak dengan karisma dinginnya, lalu tiba-tiba saja senyum licik misterius terbit di bibir tipisnya. “Kalau benar itu perbuatanku, lalu kenapa?” “SHOUHEI SHIRAISHI!” Shouhei yang berdiri di depan meja kerjanya, duduk di tepinya dengan gaya malas-malasan, tampak arogan dan sangat santai. “Risa, berhentilah membela pria buruk seperti Andres. Dia hampir memperkosamu sebanyak dua kali. Ataukah kamu sangat suka dengan permainan seperti itu? Mau aku melakukannya kepadamu untuk membuatmu senang dan merasa puas? Aku bisa mencoba variasi lain jika kamu memang menyukainya.” Risa Abdullah langsung marah luar bisa, dan melangkah cepat-cepat ke arahnya! Cangkir teh yang sebelumnya diminum sedikit, segera disiramkan begitu saja tepat di wajah Shouhei! Shouhei tertegun kaget, menatapnya tanpa kedip. Tapi, berangsur-angsur tersenyum kecil. Tidak menunjukkan dia marah atau keberatan. “Baguslah. Ini artinya kamu tidak suka dengan perbuatannya, bukan? Kalau begitu tidak
Risa Abdullah keringat dingin di punggungnya, wajah pucat melebihi mayat mana pun. Tanpa sadar tangannya mencengkeram kuat lengan Shouhei dengan tatapan penuh amarah. Di sisi lain, Shouhei tampak begitu tenang, dan merasa tidak ada masalah sama sekali dengan kalimat yang baru saja dikatakan olehnya. Ketika Risa ingin menariknya ke sudut ruangan dan bertanya mengenai tindakan cerobohnya, tiba-tiba saja pria yang menjadi lawan bicaranya membuat pengumuman soal pertunangan Shouhei dan Risa. Hal itu jelas membuat Risa gemetar ketakutan, dan mematung kaget selama beberapa detik sebelum akhirnya dia menggigit bibir menoleh ke arah Adnan. Dari tatapan pria berkacamata tipis itu jelas tampak muram dan gelap. Kekecewaan dan juga tuduhan terpancar kuat dari matanya. Dari jauh, Risa bisa melihat bibir Adnan bergerak tanpa suara. “Risa....” Kepala Risa ditundukkan cepat, rasa takut dan malu menggores hatinya. Apakah Shouhei sudah gila? Kehilangan akal? Jangan-jangan, hari ini dia salah maka
Dua polisi datang untuk meminta kesaksian Risa, dan wanita itu tidak menyangka kalau di tempat kejadian tadi ada CCTV yang terpasang. Yang aneh adalah pihak polisi sama sekali tidak melihat Shouhei sebagai pelaku kejahatan lain. Ini jelas membuat Risa bertanya-tanya dalam hati. “Terima kasih atas bantuannya, Tuan Shiraishi. Kami telah mendengar rumor soal pria tersebut. Katanya, dia sudah banyak kasus yang disembunyikan terkait pelecehan wanita. Dengan adanya rekaman dari hotel ini, dan juga adanya beberapa pihak yang berani melapor, kami akhirnya bisa mengurusnya lebih dalam, dan menjamin tidak akan ada pihak yang bisa menginterupsinya kali ini.” Seorang polisi berbicara serius dengan Shouhei, dan Risa yang berdiri di dekatnya hanya bisa terdiam linglung. Setelah melihat kemarahan bosnya yang mirip serigala jadi-jadian itu, dia tidak tahu harus berkata apa. Dibilang takut, iya. Dibilang tidak takut, juga iya. Bagaimanapun, Shouhei baru saja menyelamatkannya dari bahaya. Lagi! “Tid
Risa sudah siap menerima jawaban seburuk apa pun dari Shouhei, tapi pria itu tiba-tiba saja tertawa anggun dan elegan. Senyum tipis dan dinginnya sangat lembut dan melelehkan jiwanya. Kedua pipi Risa sontak memerah kaget! “Ke-kenapa kamu malah tertawa begitu?” “Risa Abdullah, aku pikir kamu tidak akan tertarik kepadaku seperti yang aku harapkan. Ternyata aku salah. Kamu bertanya begitu, bukankah ada maksud lain dari pertanyaanmu barusan?” Risa terbodoh syok. Pria dingin di depannya ini sungguh narsis! Dengan memukul permukaan meja, Risa menegakkan punggung dan memberanikan diri, berkata serius, “kamu bisa serius sedikit denganku? Aku tahu pasti sangat menyenangkan memainkan dua wanita sekaligus. Tapi, Shouhei, sekalipun aku adalah simpananmu, apa kamu tidak bisa tidak membuatku takut?” “Apakah aku sangat menakutkan bagimu? Aku hanya marah karena wanitaku diganggu. Bukankah itu hal normal bagi pria mana pun di dunia ini?” Risa tidak tahan lagi! “Maaf, Shouhei. Aku rasa tidak b
Pagi-pagi sekali, Shouhei sangat gelisah di kantornya. Hari ini, Risa benar-benar mendengarkan nasihatnya. Walaupun dia senang wanita itu akhirnya memilih mengambil cuti sehari gara-gara kejadian traumatis di hotel, tapi hatinya tidak senang dengan cara mereka berpisah semalam. “Bagaimana? Kenapa wajahmu buruk seperti itu?” tegur Shouhei saat melihat wajah sekretaris Renji berjalan masuk ke ruangan, suram dan gelap. “Itu... Tuan muda... sepertinya nona Risa menolak semua hadiah dari Anda.” “Dia menolaknya?” Renji mengangguk kikuk. Untuk memperbaiki hubungan mereka yang sepertinya lagi-lagi retak, secara khusus pria dingin itu memesan beberapa makanan, suplemen kesehatan, dan juga hal-hal yang disukai oleh para wanita: pakaian, sepatu, dan tas mahal. Sayangnya, semua bujukannya sangat sia-sia belaka. Risa benar-benar marah dengan aksinya yang membuat pria kurang ajar semalam babak belur. Belum lagi dengan keterkejutannya yang mendapati dirinya berlaku kasar dan bengis. “Baiklah.
“Aku dengar kamu sedang bertengkar dengan Risa, ya? Ada apa?” Ayana Diandra Wiratama berjalan masuk ke ruangan kerja Shouhei. Menatap pria tampan itu sibuk melakukan panggilan penting. “Ya. Benar. Kami akan mengirim tim ke Dubai untuk melihat seperti apa kerja sama kita. Baiklah. Terima kasih,” ujar Shouhei kepada seseorang di telepon, lalu menoleh ke arah Ayana yang masuk begitu saja ke ruangannya. “Kenapa tidak meneleponku dulu?” “Memangnya meneleponmu ada gunanya?” ledek Ayana, menjulurkan lidah main-main. Shouhei memuram kelam, segera berjalan menuju meja kerjanya dan meraih dokumen untuk dibaca. “Katakan, apa maumu?” “Aduh! Tuan Shiraishi kita ini sangat sensitif, ya? Kenapa kamu tidak menceritakan soal Risa kepadaku? Mana tahu aku bisa membantu kalian, bukan? Tidak baik diam-diaman terus seperti ini. Kalau dia mendapat perhatian lebih dari pria playboy itu, apa kamu senang? Apa gunanya semua usaha kita selama ini untuk membuat Risa cemburu?” Pikiran Shouhei kacau, menggeru
“Ayana datang ke sana?” Suara dingin Shouhei terdengar melalui sambungan telepon. “Iya. Dia sedang berada di dapur saat ini,” balas Risa muram, sibuk berbicara diam-diam dari balik dinding, dan sesekali melirik ke arah Ayana di dapur bersih. Shouhei memuram kelam. Tidak menyangka kalau Ayana benar-benar akan datang ke sana dan membuat masalah. “Kalau begitu, tunggu satu jam lagi. Aku akan ke sana menjemputnya.” “Tidak! Aku tidak mau ada kejadian canggung di tempat ini! Apa jadinya jika sampai dia mencurigai sesuatu? Aku hanya meneleponmu agar kamu tahu apa yang dilakukan Ayana saat ini! Kamu tidak boleh datang! Awas kalau kamu melakukannya!” “Risa....” Sesaat, Shouhei terdiam mendengar ancaman Risa, lalu helaan napasnya terdengar berat. “Baiklah. Tapi, sebagai gantinya, kamu harus menerima semua pemberianku yang kamu tolak. Jika tidak, aku akan datang ke sana dan membuat keributan seperti yang kamu pikirkan.” “KAMU!” pekik Risa kesal, nadi di pelipisnya berdenyut hebat. Selama