“Aku sungguh minta maaf. Semalam aku ketiduran karena kelelahan,” ujar Adnan Selasa esok paginya, menghentikan mobil di depan pintu masuk kantor Risa. Sang wanita hanya menggeleng tidak enak hati. “Tidak apa-apa. Adnan memang sibuk. Tidur lebih awal itu lebih baik.” “Semalam, kamu pulang baik-baik saja, kan? Tidak ada kejadian yang aneh-aneh?” Sang wanita langsung menggelengkan kepala cepat-cepat, tidak mau membahas dan teringat tragedi sialannya semalam yang mabuk, lalu melakukan hal gila kepada bos barunya yang aneh. Adnan memasang tampang pura-pura cemas yang alami. Alasannya yang barusan juga hanyalah kamuflase belaka. Malam Minggu jelas dia punya waktu ‘istimewa’ bersama gengnya di tempat lain. Dia sengaja tidak membuka pesannya karena sibuk dengan hal yang lebih menarik tentu saja. Adnan tersenyum kecil, mengusap sisi kepala sang wanita. Risa menunduk malu dengan hati berdebar kecil. “Aku akan menjemputmu nanti. Bagaimana? Kita makan malam hari ini sebagai permintaan maafk
Wanita berambut pendek yang bernama Aisyah Giandra itu langsung gagap dibanjiri keringat dingin, “Ka-Ka-Ka-Kak Risa?” “Halo! Icha, kan, nama panggilanmu? Boleh bicara sebentar?” Risa tersenyum lebar. Wajah sangat cerah menahan amarah. Namun, lawan bicara yang melihatnya seperti itu sudah merasa tidak enak hati. “Bu-bukan saya, Kak! Saya tidak bermaksud seperti itu! Sungguh!” pekiknya panik, wajah pucat kelam. Mata Risa mendatar malas, mengomentarinya dengan nada cuek, “tidak bermaksud begitu bagaimana?” Wanita berambut pendek dan berjaket biru itu menelan saliva kuat-kuat. “Jelaskan kepadaku, atau kamu akan menyesalinya hari ini juga!” ancam Risa serius. *** Di rooftop gedung perusahaan beberapa saat kemudian. “Sungguh, Kak! Saya tidak ada maksud buruk! Bu Sari bilang, katanya itu tidak akan menimbulkan masalah apa pun! Makanya saya cuma mengikuti perintahnya saja!” Icha berlutut di depan Risa yang duduk di bangku panjang sambil memeriksa isi ponselnya. Wanita muda itu tam
Kalimat itu adalah potongan dari kalimat pernyataan klarifikasi dari bos baru mereka. Walaupun bermakna kuat dan sangat sopan, tapi sekali baca semua pasti akan paham kalau bos mereka sangatlah marah mengetahui gosip yang beredar dalam semalam. Ada sebuah tautan yang dikirim ke grup, dan Risa langsung menekannya. Tautan itu mengarah menuju forum web perusahaan. Isinya benar-benar sangat mencengangkan dan membuat orang berdecak kagum. Sebuah postingan klarifikasi resmi diterbitkan atas nama akun resmi perusahaan. Isi forum bukan hanya mengenai pernyataan tegas dari Shouhei. Pernyataan mengenai foto-foto itu juga dibenarkan oleh Sekretaris Gina dan Pak Sudirman yang ada pada saat itu. Yang lebih luar biasa lagi adalah adanya rekaman CCTV dari ruangan tersebut. Pengambilan dari sudut yang kebetulan pas, memperlihatkan Risa yang berjalan pelan dan sedikit kikuk gara-gara terlalu lama berdiri tiba-tiba jatuh keseleo begitu saja. Raut wajah Risa di layar juga sangat alami, spontan ter
“Dengan hasil permainan semalam, kamu pantas mendapatkan hadiahnya. Ini adalah kopi latte kesukaanmu, dan kotak kue ini isinya ada berbagai rasa. Aku tidak yakin kamu suka rasa apa, jadi aku belikan saja beberapa yang paling enak di toko. Ke depannya, nanti beritahu aku saja kamu mau kue apa, ya?!” Risa tidak membalasnya, hanya tertawa aneh dengan nada dingin menyindir mendengar suaranya yang mendayu penuh bujukan, mencoba menarik lepas lengan yang ditahan oleh Bu Sari, tapi tidak juga dilepaskan. Jadilah keduanya ada aksi tarik-menarik yang membuat suasana menjadi tegang seketika. Risa melotot, tapi Bu Sari tidak mau kalah, akhirnya baru lepas setelah Vera datang melerai keduanya karena telah menjadi tatapan semua orang. “Aduh! Bu Sari! Repot-repot sudah bawa kue begini! Apa ini hadiah Risa untuk semalam?!” seru Vera, ada nada menyindir dalam suaranya, memaksa kedua orang tadi terpisah di kedua sisi tubuhnya. Mendapati Vera ikut campur, Bu Sari mendengus kesal, tapi langsung mena
“Apa maksudmu? Bukankah semua sudah selesai dengan luar biasa? Mereka tidak menggosipimu lagi, kan? Tinggal dua wanita itu saja yang akan bermasalah!” Mata Vera berkobar ketika mengatakannya. Suara Risa terdengar menciut kecil, sudut-sudut matanya berkilau oleh air mata, wajah memelas sedih bak anak kecil. “Ini tidak sesederhana yang kamu pikirkan, Vera....” “Apanya yang tidak sesederhana yang aku pikirkan?” Kedua alis Vera langsung naik, tampak baru menyadari sesuatu, lalu kedua tangan menarik kedua bahu Risa untuk ditegakkan, “atau, jangan-jangan, kamu ini sedang stres, ya? Takut calon suamimu mendengar gosip yang tidak-tidak? Tenang saja! Ada aku yang akan menjadi saksinya! Kamu tidak perlu berbicara yang berbelit-belit! Kamu bilang, dia akan datang menjemputmu sore nanti sekaligus mengenalkan kita semua kepadanya, kan? Ini adalah kesempatan bagus untuk menjernihkan masalah dari pihakmu sendiri! Dengan begitu, baik kamu dan Pak bos akan merasa sama-sama lega!” Risa termenung mem
Dia ini benar-benar iblis, ya?! Ataukah rentenir berwujud iblis tampan? Meskipun Risa menjual semua barang-barang yang dimilikinya juga tidak akan sampai senilai itu! Bunga 50 persen sehari? Sial! Seharusnya, dia dulu tidak menolak ayahnya membelikannya mobil mewah dan menerima persenan saham dari perusahaan mereka! Dia memiliki gelang dan kalung mahal pemberian Adnan, tapi tidak mungkin menjualnya demi menutupi aib ini, kan? Dia juga tidak bisa menjelaskan hal itu tanpa membuat calon suaminya salah paham. Adnan pasti tidak akan mau meminjamkan uang 1 milyar kepada calon istri yang baru dikenalnya beberapa hari! Apa yang akan dipikirkan pria itu tentang dirinya nanti? Malu, dong! Ternyata, menjadi rakyat biasa memang mudah untuk ditindas oleh penguasa! Risa mengubah taktiknya, mulai bersikap baik dan sopan dalam bujuk rayunya. “Tu-Tuan CEO, tolong jangan terlalu iseng mengerjai karyawan rendah seperti saya. Saya memang salah sejak awal. Sekarang juga, saya tidak bisa membedaka
Risa yang ditarik-tarik paksa sudah mirip seperti cumi-cumi yang mengapung di lautan, pasrah terbawa arus ke mana pun tubuhnya dibawa. "Bisa tidak jangan membahasnya sekarang?" pinta Risa memelas saat diseret menuju ke sebuah kafe di lantai satu perusahaan, menatap malas Vera yang sedang memesan minuman di kasir dengan wajah berseri-seri. "Tidak boleh! Hal hebat ini harus dirayakan juga, bukan?" "Di-dirayakan?" Risa terbengong mendengarnya. Beberapa saat kemudian. Dua buah minuman cokelat dingin tergeletak di meja di depan kedua wanita itu. Satunya tampak bersemangat, satunya tampak sudah kehilangan roh, duduk lemas dengan kepala bersandar tak bertenaga menghadap langit-langit. “Apa yang ingin kamu dengar, kan? Kisah percintaanku yang malang ini? Ataukah kesialan bertubi seperti kutukan? Siksaan mana yang ingin kamu berikan kepadaku?” tanya Risa, tidak mengubah posisinya. Vera menggeleng cepat, sangat antusias. “Katakan! Bagaimana bisa kamu menjadi sekretaris pribadi selama di B
Vera menawarkan diri, langsung dicegat dengan kedua tangan. Kalau dia ikut, Adnan pasti ikut juga, kan? “Tidak usah! Aku bisa sendiri menjelaskannya! Ini, kan, hari pertama. Aku rasa bos kita tidak akan begitu kejam. Ahahaha!” Matanya melirik Adnan yang tersenyum polos. Rasa bersalah menggantung di hati wanita ini. “Aku benar-benar minta maaf, Adnan. Aku sangat ceroboh hari ini. Kamu juga malah terjebak macet gara-gara datang ke sini.” “Tidak usah pikirkan itu. Cepatlah keluar,” hiburnya dengan nada menenangkan. “Hubungi saja aku setelah sampai di rumah. Kita masih bisa ngobrol lewat telepon, kan? Ini bukan zaman dinosaurus, Risa.” Risa mengangguk pelan, mulai sedikit tenang. Mata melirik diam-diam ke arah Vera, meminta lagi untuk diam soal bosnya itu. Vera dengan cepat membentuk tanda ‘ok’ menggunakan tangan kanan, tersenyum penuh semangat. Otak Vera sudah mulai travelling ke mana-mana tentang cinta segitiga! Bukankah akan sangat seru? Risa melambaikan tangan sampai kedua oran