"Bapak tunggu di luar, ya, Neng," ujar Pak Amin yang ikut keluar bersamaan denganku dari dalam sedan hitam yang tadi kunaiki. Tentu, dengan Pak Amin sebagai sopirnya.
"Pak Amin pulang saja. Nggak perlu menunggu Alin," tolakku halus. Jujur, baru sekali ini aku merasakan diantar oleh sopir. Maksudku, benar-benar seorang sopir yang dipekerjakan di sebuah keluarga. Karena itulah, rasa tak nyaman muncul kala Aksara mengusulkan ide ini dan langsung mendapat dukungan dari Mama. Dan ditunggu? Aku bahkan tak suka membuat orang lain menunggu.
Aku sudah menolak. Tetapi, seperti yang telah kuduga, aku kalah. Alasan mereka terlalu rasional sehingga tak mampu kubantah lagi.
"Nggak apa-apa, Neng. Bapak sudah mendapat amanat dari Ibu untuk mengantarkan dan menunggu Neng Alin di sini," balas Pak Amin yang memaksaku menelan kembali penolakanku tersebut. Kuasa Mama begitu sulit untuk dilawan.
"Tapi, Alin mungkin lama. Bapak nggak
"Lagi sibuk, Kak?" Kepala Nuri menyembul dari balik celah pintu kamar yang terbuka. Rambut panjangnya terkuncir kuda dengan sedikit berantakan.Aku yang mendengar ketukan pintu darinya memang sudah mempersilakannya masuk tepat sebelum pintu kamarku dibuka olehnya. "Nggak terlalu. Kakak cuma lagi membuat sketsa," jawabku, memberitahukan kegiatan yang tengah kulakukan. Kurapikan letak kacamata bulatku yang agak melorot. "Kenapa, Dek?""Boleh masuk?""Masuk saja."Nuri memperlebar celah pintu kamar, lalu berjalan masuk menghampiriku. "Ini project yang Kakak bilang itu, ya?" tanyanya setelah sampai di sebelahku. Kedua matanya tak luput mengamati hasil pekerjaanku yang tersebar di atas meja. "Gambarnya lucu, Kak." Ia melontarkan komentarnya.Aku tersenyum. Sedari tadi aku memang berkutat dengan pekerjaan yang menjadi alasan utamaku berada di rumah ini. Tanganku dengan lincah bergerak di atas kertas putih, merealisa
Ketika aku melihat ke dalam cermin, kutatap dua sisi diriku di sana; aku yang asli dan satu lagi yang penuh kepalsuan. Saat memutuskan untuk menjadi yang asli, aku menjadi diriku apa adanya yang begitu mencintai kesederhaan. Namun kala sisi palsuku harus muncul, kukenakan topeng dan berpura-pura jadi orang lain sesuai keinginan mereka. Bak koin, dua bagian dari diriku itu tak bisa bersatu.Tetapi, ketika nikmat kepalsuan nyata terasa dan keinginan untuk hidup di balik bayang-bayangnya muncul, apa yang harus kulakukan? Haruskah kulupakan keinginan itu? Atau haruskah kubuang identitasku yang sebenarnya? Sanggupkah aku melakukannya?Atau mungkin pilihan ini yang sebaiknya kuambil. Aku harus jujur. Tentang semuanya. Tentang dua sisi diriku. Aku harus jujur hingga batas di antara keduanya menjadi jelas. Dan setelahnya, keputusan ada di tangan mereka.
Hal yang paling tidak menyenangkan dari menjadi pekerja lepas adalah ketika orang-orang mempertanyakan pekerjaan ini. Pekerjaan apa yang dilakukan? Enak sekali bisa bekerja di rumah? Kok di rumah terus? Gaji berapa? … dan lain sebagainya yang bisa membuat pusing kepala saat mendengarnya. Jenis pekerjaan ini memang tergolong baru sehingga banyak orang yang belum mengerti jika bekerja tak harus selalu dilakukan di luar rumah. Aku bahkan bisa mengerti bila mereka memandang sebelah mata pekerjaan ini karena selalu berada di rumah identik dengan pengangguran.Tentu saja, aku bukan pengangguran. Aku seorang pekerja lepas yang memang memilih melakukannya. Sebagai orang yang menyukai suasana tenang, pekerjaan ini sangat cocok untukku karena aku dapat menciptakan sendiri ketenangan itu dan bekerja di waktu yang kuinginkan. Inilah keistimewaan yang tidak diperoleh dari mereka yang bekerja di kantor. Tak ada perasaan selalu diawasi. Tak perlu ada pula drama-drama yang munc
Aksara Bumi Hermawan.Itu adalah nama pria yang menjadi pasanganku hari ini. Dengan kata lain, ia merupakan penyewa jasaku. Atau yang lebih gampang dimengerti, aku adalah pacar sewaannya selama beberapa jam ke depan. Kami belum pernah bertemu. Pun dengan bertatap muka. Aku hanya melihat rupa dirinya dari foto yang dikirimkan Diva padaku. Tujuannya agar aku mendapat gambaran seperti apa kekasih satu hariku itu.Semalam, aku menelepon Aksara untuk memastikan peran yang akan kumainkan. Seperti yang Diva bilang, ia memintaku menemaninya datang ke pesta pernikahan salah satu temannya. Aku cuma perlu berada terus di sampingnya. Dan tentu saja, berpura-pura menjadi kekasihnya di depan semua orang, terutama bila harus bertemu orang-orang yang dikenalnya.Ia tak menuntutku dalam hal berpakaian. Tidak ada dress code atau couple dress yang mungkin sudah ia rencanakan. Biasanya, dua orang yang berpasangan akan memakai pakaian berwarna senada ke acara-ac
"Membuat cover buku, ya?"Aku mengamati kumpulan notes yang kutempel di papan dekat meja kerja. Notes beraneka warna itu berisi daftar pekerjaan yang harus kuselesaikan. Biasanya, aku menyortirnya per minggu. Seluruh deadline pekerjaan di minggu yang sama akan kujadikan satu. Kemudian, aku mengurutkannya lagi berdasarkan hari deadline. Yang tercepat, tentu, perlu didahulukan.Di minggu ini, pekerjaan terbanyak yang kuperoleh adalah membuat ilustrasi sampul buku. Jumlahnya ada lima. Itu berarti dalam sehari aku harus mengerjakan dua ilustrasi karena pekerjaanku tak hanya itu saja. Ada tawaran mendesain website yang meski deadline-nya minggu depan, aku harus mulai mengerjakannya dari sekarang. Ada pula pekerjaan menggambar ilustrasi wajah klien yang ingin dibuat versi anime. Sepertinya, minggu ini menjadi hari-hari yang lumayan sibuk untukku.Sebelum bekerja, terlebih dulu aku mengecek situs temp
Pertama kali aku mengunjungi Jakarta adalah ketika acara wisata sekolah semasa SMP. Tempat-tempat yang kudatangi, seperti Dufan, Ancol, lalu apa lagi? Aku tidak mempunyai dokumentasinya sehingga tak ingat pernah ke mana saja. Maklum, dulu belum ada ponsel berkamera. Atau sudah ada, tapi terbatas dan terlalu mahal untuk semua kalangan. Kamera yang populer pun kebanyakan masih menggunakan roll film yang tentu perlu biaya untuk membelinya. Karena itu, foto-foto yang bisa diambil hanya sedikit dan entah menggunakan kamera siapa.Kali kedua berkunjung ke ibu kota adalah setahun lalu untuk menghadiri pernikahan sepupu. Aku beserta keluarga besar menginap di rumah om selama empat hari. Di sana, aku harus tidur ala kadarnya karena jumlah ruang yang terbatas. Cukup beralaskan karpet, aku dan sepupu-sepupuku yang lain bisa istirahat di mana saja. Bisa lorong atau tempat-tempat lain yang dirasa lega. Dan Jakarta itu panas. Kipas angin tak hentinya berputar selama kami ada di san
"Biar aku saja."Aksara menolak uluran tanganku yang berniat membawa sendiri barang-barang bawaanku. Ia juga menolak bantuan seorang pria paruh baya yang datang dengan tergopoh-gopoh usai menutup gerbang tinggi di belakangnya. Aku pun cuma bisa berdiri di sebelah Aksara dan memperhatikan lelaki itu mengeluarkan ransel dan koperku dari dalam bagasi mobilnya."Sudah kubilang aku sudah menyiapkan semuanya, termasuk peralatan menggambar yang bisa kamu pakai di sini." Sebuah protes ia ajukan setelah aku menyebutkan isi ranselku padanya."Kamu belum bilang soal peralatan menggambar," sanggahku cepat. Seingatku, ia tidak mengatakan apa pun mengenai hal itu padaku. Lagi pula, peralatan yang kubawa hanya sebuah laptop, drawing pad, buku yang biasa kugunakan untuk membuat sketsa atau draft ilustrasi, serta alat tulis. Aku biasa membawanya ke mana-mana bersamaku. Jadi, aku sama sekali tak merasa kerepotan."Benarkah?"Aku menganggukka
Setelah mendapat istirahat yang cukup, aku merasa bersemangat untuk mulai kembali bekerja. Aku melanjutkan pekerjaan mendesain website yang sudah separuh kukerjakan. Sebenarnya, yang kubuat adalah layout desain website yang akan klien luncurkan. Ini hanya sebuah gambaran karena aku tidak mempunyai kemampuan untuk benar-benar mewujudkannya ke dalam situs website. Klien sudah memiliki tim tersendiri yang bertugas mengerjakannya.Aku mewarnai beberapa bagian dari gambarku dengan warna pink. Situs tersebut milik sebuah brand komestik yang menggunakan pink di semua kemasan produk yang dikeluarkannya. Jadi, wajar apabila aku memakainya di ilustrasi buatanku. Lagi pula, hal ini juga merupakan permintaan dari klien. Tentunya, mereka ingin menggunakan warna yang sudah menjadi simbol ke dalam semua barang yang berkaitan dengan brand mereka.Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu menginterup