Share

Tiga

Sosok Dika memang sudah sangat di kenal di SMA Bhakti Mulia. Dia anak kelas sebelas yang paling tengil tapi ganteng tapi paling doyan bikin onar. Dia seringkali terlibat dalam tawuran dan perkelahian. Padahal pemicu perkelahian itu seringkali hanya soal masalah kecil. Tapi emang dasarnya Dika emosian jadi lah ia menanggapi semua tantangan yang datang padanya.

Seperti hari ini, tiba-tiba Gio datang diikuti Albert dan Revan yang terkenal menjadi sahabat Gio itu masuk ke dalam kelas IPS XI-1 yang menjadi kelas Dika. Sosok yang dicarinya sedang mengerjai teman didepannya dengan menaburi serbuk bekas serutan pensil diatas kepala Kania yang sedang tertidur.

Brak!

Alhasil bekas serutan yang masih tersisa di telapak tangan Dika tumpah ke seragam milik Kania bersamaan dengan terbangunnya teman satu kelasnya itu karena suara gaduh.

Dika berdecak kesal melihat siapa yang membuat kegaduhan di kelasnya. Ya setidaknya hanya ia yang boleh merusak ketenangan kelasnya ini." Dimana - mana masuk kelas orang itu ya di ketok dulu. Assalamualaikum dulu. Aduh! Sopan santunnya dimana sih senior?" Tanyanya dengan tampang polos yang semakin membuat Gio murka. Cowok itu langsung menghampiri Dika yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.

Ya hanya Dika lah yang berani dengan senior seperti Gio yang sudah menginjak kelas dua belas, satu tingkat diatasnya. Tapi itu sama sekali tidak membuat Dika menciut. Baginya tingkatan kelas sama sekali tidak masalah yang penting keberaniannya kan. Iya sih berani sama songong beda tipis. Tapi selagi untuk membela dirinya sendiri, Dika tidak akan gentar.

" Lo ngapain sama Melly kemaren pas pensi?! Sok-sokan meluk dia dari belakang lagi!" Gio berkata sambil menarik kerah baju milik Dika tapi cowok itu tetap pasang wajah santai. Albert dan Revan hanya berdiri diluar kelas, takut-takut ada guru datang. Mereka lagi bosen keluar masuk ruang BK terus.

" Dia minta gue ajarin gitar. Ya kali gue ngajarin dari jauh. Lo pikir gue punya telepati?"

Bugh!

Suara pukulan itu begitu keras diiringi suara jeritan para siswi yang melihat tubuh Dika ambruk tepat di depan mereka.

Dika jatuh terduduk dengan bibir yang sedikit berdarah diujungnya. Ia mengusap darah disudut bibirnya sambil tersenyum dan bangkit kembali seolah tidak terjadi apa-apa." Segitu aja pukulan lo? Cewek lo aja yang centil minta diajarin sama gue. Padahal jelas-jelas cowoknya itu gitaris band sekolah." Ucapnya yang kemudian melayangkan pukulan balasan tepat ke rahang Gio sehingga cowok itu terdorong jauh ke belakang. Bisa dipastikan pukulan yang Dika lakukan jauh lebih menyakitkan. Gio saja sampai meringis kesakitan.

" Udah Dik!" Rudi menarik tubuh Dika yang semakin mendekat kearah Gio lagi. Ia gak mau sahabatnya ini dapet masalah cuma gara-gara senior itu yang selalu memancing emosi Dika sejak awal masuk sekolah ini. Jelas karena saat itu Dika memang langsung dikenal sebagai junior yang tampan dan agak berandal.

" Awas kalo gue liat lo sampe deket-deket sama Melly!" Ancam Gio dengan tatapan tajamnya yang sama sekali gak membuat Dika takut. Lalu Ia langsung pergi meninggalkan kelas itu bersama kedua sahabatnya.

Dika berdecih.

" Gue ambilin obat ke UKS ya." Ucap Rudi yang bersiap untuk pergi tapi Dika mencegahnya.

" Gue aja." Ucap Dika sambil meninggalkan Rudi di tempatnya.

Beberapa siswa lain yang ada dikelas itu kembali ke aktifitas mereka masing-masing. Semenjak satu kelas dengan Dika memang ada aja keributan dalam kelas mereka. Sebagian tidak peduli dan sebagian malah menganggapnya sebagai hiburan. Toh Dika pun tak pernah mencari masalah dengan teman sekelasnya sendiri. Kalo jail sih, jangan ditanya seberapa seringnya.

Dika melangkahkan kakinya menuju UKS yang berada di ujung koridor. Beberapa orang yang ia temui di koridor memperhatikan wajahnya yang terlihat kacau ditambah seragamnya yang acak-acakan.

" Lah itu muka kenapa? Kucel amat udah kayak baju belom dicuci." Ucap Nessa yang kebetulan berpapasan dengan Dika. Ia tadi abis dari kantin untuk beli beberapa cemilan wajib karena abis ini ada pelajaran sejarah yang pastinya bakal bikin ngantuk. Udah hampir seminggu di sekolah ini semenjak MOS berakhir, Nessa baru ngeliat Dika sedekat ini lagi. Biasanya ia hanya melihat seniornya ini jalan di lapangan atau pas jalan ke kelasnya.

" Kepentok meja." Jawab Dika berbohong dan Nessa tau kebohongannya.

" Meja salah apa sih sampe kepentok sama lo. Kasian mejanya." Nessa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dika berdecak kemudian menarik cewek mungil itu ke dalam UKS." Daripada ngebacot mending lo obatin luka gue." Ucapnya tak terbantahkan.

Nessa menelan ludahnya sendiri saat Dika menghapus jarak diantara mereka. Apalagi saat cowok itu mengambil kotak p3k yang berada dibelakangnya sehingga membuat Nessa mau tidak mau menghirup aroma maskulin dari tubuh seniornya itu.

Nessa menggelengkan kepalanya demi menyadarkan alam bawah sadarnya yang kadang suka lola dideket cowok ganteng macem Dika ini. Ia pun akhirnya mengambil kapas dan dilumuri dengan obat merah kemudian dioleskan ke sudut bibir Dika yang berdarah. Sesekali cowok itu memundurkan wajahnya dan meringis. Karena sebal akhirya Nessa sengaja menekan luka di sudut bibir cowok itu hingga Dika menjerit kesakitan." Lo mau ngebunuh gue ya?!"

Nessa terkekeh geli. Ternyata Dika bisa galak juga. Padahal biasanya dia kan pasang wajah tengil." Gue jadi inget sahabat gue aja. Dia kayak lo suka bikin onar. Kotak p3k gini nih udah jadi bawaan wajib." Ucapnya yang tanpa sadar malah menceritakan soal Cevin ke Dika.

Dika mengernyitkan dahinya." Oh yang kembar itu ya." Ia memang tau dua cowok kembar yang selalu ada dimanapun Nessa pergi.

Nessa mengangguk kemudian menempelkan hansaplast ke sudut bibir Dika." Selesai! Besok-besok kalo berantem lagi bilang aja biar gue jadi dokter pribadi lo." Ucapnya yang langsung bangkit dan meninggalkan Dika di dalam UKS sendirian.

Dika menyentuh hansaplast yang telah menempel di sudut bibirnya ini kemudian tersenyum.

....

" Lo sawan ya?" Cevin memegang dahi Nessa yang tidak terasa panas sama sekali. Anget sih tapi masih anget normal lah. Hangat karena hidup sih.

Pasalnya sejak kembali dari kantin, Nessa senyum-senyum terus sambil sesekali mengulum permen lollipop yag tadi ia beli di kantin.

" Kantin kita gak horor ah perasaan." Lanjut Cevin yang gak mendapat tanggapan dari sahabatnya itu.

" Hororan muka lo." Ucap Cavan yang lagi-lagi cuek walaupun ia penasaran kenapa Nessa keliatan sebahagia itu cuma beli lollipop doang.

Cevin berdecak kesal." Elah itu mulut sekalinya ngomong nyelekit amat."

" Berisik lo berdua ah! Mengganggu imajinasi gue tau gak?!" Omel Nessa yang merasa aktifitasnya melamunkan kejadian tadi dengan Dika di UKS jadi terganggu akibat dua sahabatnya ini.

" Lagi ngelamun jorok lu ya?" Tebak Cevin yang langsung dihadiahi dengan jitakan di kepalanya. “ Kok gak ngajak-ngajak?”

" Otak mesum dasar! Tadi tuh gue gak sengaja ketemu kak Dika terus dia kayak abis berantem gitu terus minta diobatin sama gue. Romantis kan kayak di novel-novel?"

Cavan yang sedikit menebak ada kaitannya dengan Dika itu pun hanya bisa menghela napas. Bahkan hal kecil aja bisa bikin Nessa heboh kalo berkaitan dengan Dika. Seperti hampir seminggu ini padahal cuma ngeliat Dika dari jauh aja udah heboh sendiri. Emang dasar cewek.

" Yah anjir gue kira apaan! Ada adegan cipok-cipoknya gak?"

Pletak!

Kali ini jitakan keras dari buku cetak bahasa Indonesia milik Cavan." Itu otak sapu dulu mending dah."

Nessa mengerucutkan bibirnya." Tau lo! Pacaran dulu baru cipok-cipok."

Pletak!

Kali ini jitakan pelan mengenai kepala Nessa tapi cewek itu malah cengengesan ngeliat pelototan dari Cavan." Elo sih Vin!" Ia malah menyalahkan Cevin yang sedang memegangi kepalanya itu. Takut kena jitakan dari Cavan lagi.

" Tai lo! Gue mulu disalahin!"

" Berisik." Ucap Cavan lagi yang kemudian kembali tenang seperti biasa.

Memang dari luar Cavan pembawaannya tenang dan dingin tapi kalo udah mengatasi kekacauan dua sahabatnya ini dia bisa jadi manusia paling galak dan menyeramkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status