Share

Chapter 2 - Misterius Guy

Nadhara mengunci pintu tokonya, karyawan terakhirnya baru saja pergi setelah membantunya untuk berberes-beres. Sekarang tepat pukul dua belas malam, jam tetap tokonya untuk tutup.

Nadhara membalikkan papan nama yang semula ‘open’ menjadi ‘closed’ lalu menutup tirai pintu dan mematikan lampu. Tidak langsung tidur, Nadhara pergi ke dapur untuk mengecek adonan yang sedang di fermentasi, besok subuh adonan ini siap menjadi roti dengan berbagai macam jenis.

Setelah mengeceknya, Nadhara mengecek bahan dan alat-alat lain dan menaruhnya di tempat semula setelah di cuci agar memudahkan ketika mereka akan besok hari membuat roti dan tidak pusing lagi mencarinya.

Ini sebuah kebanggaan untuk Nadhara bisa membuat toko rotinya sebesar ini, beberapa tahun yang lalu ia bahkan hanya sendiri yang mengurusnya. Tiap hari dengan hanya lima pelanggan yang mampir membuat roti-rotinya terbuang sia-sia karena akan berjamur beberapa hari kemudian karena ia hanya memakai bahan alami.

Setelah melewati masa sulit itu, Nadhara membuat metode baru untuk mendatangkan pelanggan, salah satunya promosi di sosial media. Walaupun harus membayar lebih dalam lagi, semua usahanya itu berhasil.

Berkat itu, usaha toko rotinya sedikit demi sedikit mulai di kenal dan berkembang hingga sekarang. Nadhara bahkan sudah bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada tujuh orang pegawainya. Sesuatu yang sangat tidak mungkin jika mengingat masa lalu.

Nadhara keluar setelah memeriksa semua telah aman, dia mengunci tempat itu rapat lalu naik ke lantai tiga untuk tidur. Dia melewati hari ini dengan sangat senang dan bersemangat untuk besok hari.

Nadhara baru saja bangun tidur, ia meluruskan tubuhnya untuk meregangkan otot. Nadhara bangkit untuk duduk di pinggir ranjang dan masih merasa sangat lelah, ia seharian bekerja di dapur untuk membuat kue.

Nadhara merasa jika ia baru tertidur satu jam, padhaal sudah delapan jam berlalu sejak ia pertama kali menyentuh bantal di tempat tidur. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sekarang sudah jam enam lewat sedikit dan ia sudah harus sarapan dan membuat kue untuk di jual di toko rotinya.

Nadhara hanya memakai pelembab wajah dan turun ke lantai pertama. Ketika sampai ia sudah mencium aroma roti yang sedang di panggang. Ia berjalan ke arah ruangan yang berfungsi seluruhnya untuk memanggang roti dan kue.

“Selamat pagi.” Sapa Nadhara riang ketika masuk ke ruangan itu.

“Pagi, bos!” balas Daffa dan Mika berbarengan.

Mereka sudah terlebih dahulu membuat roti dan kue karena mereka datang lebih awal satu jam yang lalu melalui pintu belakang yang langsung terhubung dengan ruangan ini. Daffa sedang membuat adonan roti sementara Mika sedang menghias kue lain yang akan dipajang di toko.

Nadhara mencuci tangannya lalu memakai sarung tangan pelastik. Ia juga memakai penutup kepala dari pelastik agar tidak menjatuhkan rambut ketika membuat kue. Nadhara sudah memakai baju putih yang menandakan dia seorang chef kue.

Ia sudah menggeluti bidang ini selama hampir dua tahun, ia berhasil menjadi chef kue setelah bertahun-tahun belajar dan akhirnya meraih impiannya. Nadhara mulai mengambil tepung dan berbagai bahan lain untuk membuat kue. Kali ini, Nadhara bertugas untuk membuat kue kering karena kebetulan stoknya sudah hampir habis.

Toko mereka cukup terkenal dan sangat laku karena mereka setiap hari membuat kue baru untuk di jual. Mereka juga menerima pesanan langsung dari pelanggan seperti kue ulang tahun, anniversary dan pernikahan.

Mereka juga terkadang membuat kue khusus saat perayaan agar membuat pembeli tertarik untuk memberikannya kepada orang yang mereka sayang. Nadhara langsung mencampurkan semua bahan-bahan itu sesuai takaran. Kue mereka sebagian dibuat dengan tangan, itulah alasan kenapa kue yang mereka jual lebih lezat dari pada toko kue yang lain.

Berbeda halnya jika mereka menerima pesanan kue banyak, maka mesin penggiling adonan dipakai agar waktu yang di berikan cukup untuk membuatnya.

“Nada, kita perlu seratus bungkus kue kering di depan. Setelah ku hitung stoknya kurang dari dua puluh buah. Mungkin pagi ini kue kering itu akan habis.” ucap Mika setelah mengantar kue ke toko.

Nadhara mengangguk, “Oke, sepertinya kita harus bekerja keras hari ini. Bagaimana dengan rotinya, Daf?”

“Sudah hampir jadi, aku memanggang mereka dalam berbagai rasa. Jadi, ku pikir cukup untuk pembeli kue yang belum sarapan. Aku juga sudah membuat adonan lain dan sudah siap untuk di panggang.” Terang Daffa.

Nadhara mengangguk pelan, “Mika, tolong buat kue bolu lebih banyak dan hias lagi tetapi dalam bentuk dan rasa berbeda. Mungkin kali ini, rasa keju, mint, dan rasa pisang untuk anak-anak.”

“Oke, Nad.” Ucap Mika langsung mengerjakan perintah.

Sementara itu Nadhara masih fokus untuk mengerjakan kue kering. Ia mencetaknya dengan cepat dan kembali membuat adonan tipis untuk kembali di cetak. Mereka memiliki oven dan Loyang yang sangat besar jadi bisa di pakai untuk membuat banyak sekali saat masuk di dalam oven.

Nadhara selesai mengisi lima Loyang berukuran satu meter dalam empat puluh lima menit. Ia mengukur suhu oven dan ketika sudah mencapai suhu yang pas ia memasukkan lima Loyang itu ke dalam.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Nadhara melepas sarung tangannya lalu keluar untuk mengecek persediaan kue di toko. Ia juga mengambil catatan tentang kue yang masih memiliki stok dan yang sudah habis.

Sebelum mengecek kue, Nadhara terlebih dahulu membuka kunci pintu tokonya dan membuka jendela tetapi toko itu masih tutup dan baru buka nanti setelah jam sembilan pagi. Itu ia lakukan agar aroma kue dan roti yang mereka panggang tersimpan dulu di dalam toko dan ketika di buka akan langsung tercium oleh pelanggan, salah satu daya tarik untuk membeli kue mereka.

Nadhara juga membukanya agar pekerjanya yang lain masuk lewat pintu. Dia masih menunggu kasir dan dua orang pelayan yang bertugas untuk membantu pelanggan dan satu untuk mencuci piring.

Ketika Nadhara sibuk mencatat dan memeriksa kue ia mendengar alaram yang ia pasang di ponsel berbunyi nyaring. Pertanda jika kue keringnya sudah ingin di angkat. Nadhara kembali ke dalam dan mengangkat loyang penuh kue.

“Daffa, coba ambil kue cokelat lava yang ada di depan. Sudah dua hari bukan? Sepertinya itu kue yang paling lama tidak terjual.” Ucap Nadhara.

Daffa langsung keluar begitu mendengar ucapannya dan kembali dengan membawa kue tersebut. Nadhara yang masih menunggu kuekering untuk dingin sebelum di bungkus mendekati Daffa, ia membawa sendok dan piring. “Nah, silahkan di coba. Sepertinya, ada masalah dengan kue ini.”

Mereka bertiga langsung mencoba kue itu dan rasa manis dan pahit cokelat langsung menyerang indra perasa mereka. “Kuenya baik-baik saja.” ucap Mika pelan sembari mengerutkan kening.

Nadhara dan Daffa menyetujui pendapat Mika, mereka lalu mencoba lava di pertengahan kue yang di sediakan memang dengan potongan kue cokelat itu. Nadhara langsung mengerutkan kening ketika mencoba lava cokelatnya, “Astaga, kemanisan! Kalau di makan bersama bisa eneg.” Ucap Nadhara lalu mengambil air minum.

“Siapa yang membuatnya?” tanya Nadhara pelan.

Mika mengangkat tangan, “Aku, Nad. Tapi rasanya kemarin tidak seperti ini, aku membuatnya dengan rasa yang tidak terlalu manis dan aku akui cokelatnya kebanyakan membuat rasa pahitnya bertambah.”

Nadhara terdiam, “Oke, coba kamu buat kue ini lagi dan kita gunakan sebagai percobaan gratis hari ini agar mereka kembali membeli kue ini.” ucap Nadhara.

Mika mengangguk pelan, ia bersyukur jika atasannya itu tidak marah kepadanya. Memang selama ini Nadhara jarang marah, kalaupun marah pasti itu sudah tidak bisa lagi di tolerir oleh gadis itu.

Sementara itu, Nadhara naik ke lantai dua, ia berjalan ke sebuah ruangan kecil yang berisi komputer dengan berbagai kamera CCTV yang menyala di layar. Nadhara memeriksa, jika Mika membuatnya dua hari yang lalu pasti masih ada rekaman yang terisa.

Nadhara langsung mendapatkan rekaman dua hari yang lalu, ia melihat Mika memang sedang membuat kue itu. ia mempercepat rekamannya dan melihat ia memanggil Mika ke depan dan adonan kuenya masih belum selesai.

Di dalam tempat itu tersisa salah satu pegawainya yang sedang mencuci peralatan yang mereka pakai. Tidak lama kemudian, Nadhara mendapatkan alasan kenapa adonan kue itu terasa berbeda.

“Seharusnya anak itu memberitahu agar adonannya segera di ganti dengan yang baru.” Gumam Nadhara pelan.

Ia melihat jika pegawainya itu tidak sengaja menumpahkan gula beserta cokelat ke dalam adonan, hal itulah yang membuat rasa kuenya menjadi aneh. Nadhara keluar setelah menonton hasil rekaman CCTV itu. ia kembali ke lantai satu dan mengecek apakah pegawainya itu sudah datang atau belum.

Nadhara kedepan dan baru melihat Laras sedang berdiri di balik meja kasir. “Ras, kalau Dira sudah datang suruh ketemu aku.” Ucap Nadhara.

“Baik, Bu.” Ucap Laras pelan.

Setelah itu, Nadhara kembali ke dalam, ia menghela napas pelan lalu mulai membungkus kue kering yang sudah dingin. Setelah semua selesai dibungkus. Nadhara menyimpannya di atas keranjang dan siap untuk di bawa ke toko.

“Sudah ketemu kenapa rasanya aneh? apa memang salah aku, ya?” tanya Mika kepada Nadhara.

Nadhara menggeleng, “Bukan salah kamu. Dari CCTV aku lihat kalau Dira nggak sengaja menumpahkan gula bubuk dan cokelat ke dalam adonan. Itu yang membuat rasa manis dan cokelatnya sangat pekat.”

Mika terkisap, “Aduh, kenapa nggak bilang. Harusnya bisa di buat lagi sebelum di jual.”

“Iya, seharusnya begitu.” Ucap Nadhara.

Nadhara kembali membuat kue kering terakhir dan ketika ia akan mencetaknya suara pintu di ketuk membuat perhatian mereka bertiga teralihkan. “Masuk.” Ucap Nadhara.

Ketika pintu terbuka, Dira yang sejak tadi ia tunggu langsung menampakkan wajahnya. Wajah gadis itu sedikit takut ketika menatap Nadhara, “Sudah datang? Naik ke lantai dua, tunggu saya di sana.” Ucapnya tegas.

Dira mengangguk pelan lalu kembali menutup pintu. Sementara, Nadhara menyelesaikan terlebih dahulu cetakan kuenya sebelum ia masukkan ke dalam oven. “Mika, nanti kalau alarmnya udah bunyi. Tolong kuenya di keluarin ya. Mau ke atas dulu.” Ucap Nadhara.

Mika mengangguk pelan, “Iya, Nad.”

Nadhara membuka kembali sarung tangannya dan ia masukkan ke tempat sampah. Ia juga membuka pelindung kepalanya sebelum keluar dari dapur. Nadhara mengambil teh hangat dan juga roti hangat yang baru saja di keluarkan oleh Daffa sebelum naik ke lantai dua.

“Sarapan dulu.” Ucap Nadhara setelah meletakkan nampan berisi minuman dan kue di atas meja.

Dira menatap bosnya itu dengan tatapan bertanya. “Sudah, makan saja dulu. Saya tahu kamu pasti lapar.”

Dira mengangguk pelan lalu memakan sebuah roti dan meminum the yang diberikan oleh Nadhara. Lima belas menit kemudian, Dira menyelesaikan sarapannya dan Nadhara langsung menatap gadis itu tepat di kedua matanya.

“Bagaimana rasa kuenya?” tanya Nadhara.

Dira menjilat bibirnya gugup, “Enak, Bu. Rasanya pas dan teksturnya lembut.”

Nadhara tersenyum, “Syukurlah jika masih enak. Kamu, masih mau bekerja di sini?”

Dira terkisap lalu mengangguk cepat, “Iya, Bu. Saya masih mau kerja di sini.”

“Kalau masih mau bekerja kamu pasti tahu kesalahan kamu apa dua hari yang lalu?” tanya Nadhara dengan suara pelan namun terdengar sangat tegas.

Dira mengangguk kuat, “Iya, Bu. Saya tahu, saya salah karena nggak sengaja menumpahkan gula dan bubuk cokelat ke salah satu adonan kue.”

Nadhara mengetuk-ngetukkan jari tunjukknya di atas meja. “Terus kenapa kamu sama sekali tidak melapor? Adonan itu bisa dibuat ulang? Kamu tahu, kue itu tidak terjual dua hari.”

Dira kembali mengangguk dalam, sekarang ia sudah tidak berani menatap Nadhara karena bosnya itu telah menemukan keaslahannya. Dira pasrah jika ia akan di pecat.

“Saya takut, Bu.” Ucap Dira mencicit.

Nadhara berdecak, “Seharusnya kamu lapor dari awal, biar adonannya bisa dibuat lagi. Kamu mau pelanggan kita pergi karena rasa kuenya tidak enak?”

“Tidak, Bu.” Jawab Dira dengan suara berbisik karena ia sudah hampir menangis.

Nadhara mengangguk pelan, “Bagus, hari ini kamu masih bisa bekerja. Tapi, ini teguran terakhir. Kalau kamu melakukan kesalahan yang sama atau lebih fatal, saya tidak punya pilihan lain selain memberikan kamu pesangon.” Ucap Nadhara pelan.

Dira langsung meraih tangan Nadhara dan mengucapkan terimakasih. Nadhara hanya mengangguk dan tersenyum tipis, “Iya, sekarang kamu basuh wajah dulu sebelum ke bawah. Lima belas menit lagi tokonya buka.” Ucap Nadhara lalu meninggalkan Dira sendiri di lantai dua itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status