Share

Chapter 4 - Bar

Nadhara menghela napas panjang berkali-kali, perutnya berbunyi karena dia belum sempat makan sepulang dari rumah sakit. Althaf mengacaukan segalanya, dia benar-benar tidak tahu jika pria itu berada di rumah sakit tempatnya mengunjungi Ferdi.

Nadhara kembali menghela napas, dia akhirnya beranjak dari tempat tidur. Tanpa mengganti pakaian, dia berjalan pelan ke arah dapur lalu menyiapkan bahan masakan untuk membuat makan siang.

Nadhara hanya membuat mie instan yang dia makan dengan nasi, nafsu makannya hilang ketika betemu dengan Althaf. Dia merasa hari ini merupakan hari terburuknya, dia tidak percaya bisa betemu dengan pria itu lagi.

Setelah makan, dia turun ke bawah untuk membantu pegawainya bekerja. Walaupun suasana hatinya sedang kacau, Nadhara tetap ingin bekerja dan tidak ingin membebani mereka.

“Hari ini kalian bisa menutup toko?” tanya Nadhara ketika matahari terbenam.

Mika menatap Daffa, mereka berdua bertatapan sejenak lalu mengangguk. “Bisa, memangnya kau mau kemana lagi? Ke rumah sakit?” tanya Mika.

Nadhara menggeleng, “Aku hanya ingin keluar.”

Mika mengangguk pelan, “Oke, tapi pastikan kau tidak pulang larut atau bermalam bersama pria.”

Nadhara tersenyum kecil lalu membentuk huruf ‘O’ dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Setelah itu, Nadhara naik kembali ke rumahnya, dia membuka lemari lalu memilih dress berwarna merah yang sedikit terbuka. Hari ini, dia memutuskan untuk pergi bersenang-senang dan melepas penat di kepalanya.

Kedatangan Althaf membuatnya seperti menanggung beban yang sangat berat, padahal sudah sejak beraa tahun dia merasa bebas dan tidak memiliki apapun lagi untuk di pikirkan. Pastinya, sejak dia berpisah dengan kekasihnya dua tahun yang lalu.

Berbagai cerita sudah dilalui oleh Nadhara, dia pernah menjalin hubungan serius dengan seorang. Pria yang awalnya sangat bangga memiliki kekasih sepertinya dan berakhir dengan perpisahan karena keluarganya tidak menyetujui hubungan mereka. Setelah itu, Nadhara tidak ingin lagi berkomitmen dengan seorang pria pun.

Nadhara sampai di bar tepat setengah delapan malam, tempat itu terlihat cukup ramai dari tempat parkirnya yang penuh. Kali ini dia membawa mobil pribadinya setelah tadi siang tidak menggunakan kendaraan itu karena tidak ingin terjebak macet berjam-jam.

Nadhara menyapukan lipstick merah di bibirnya dan memperbaiki penampilannya sebelum masuk. Tujuannya ke sini hanya untuk melepaskan beban di kepala karena pikirannya sangat kusut, dia akan pulang sebelum mabuk untuk keselamatan dirinya.

Dia mengambil tempat duduk tepat di bar untuk segera dilayani oleh bartender. Nadhara memesan tequila sebagai permulaan, walaupun dia yakin bahwa hanya minuman jenis itu yang bisa dia konsumsi.

Nadhara merasa kepalanya lebih ringan, entah sudah gelas keberapa yang dia minum mala mini tetapi itu membuatnya senang karena dia tidak lagi memikirkan pria itu. Nadhara tanpa sadar terus memesan minuman alkohol dengan kadar yang lebih tinggi.

This is your last, honey! Kamu akan sangat mabuk setelah ini!” ucap seorang bartender kepada Nadhara.

Oh, shut up! I want more!” ucap Nadhara tanpa sadar.

Dia meraih gelas itu lalu menenggak minumannya sampai habis, Nadhara terus ngotot dan berdebat dengan bartender ketika dia tidak di berikan minuman. Karena tidak ingin membuat keributan, akhirnya bartender itu kembali memberikan Nadhara gelas whisky berukuran kecil namun sangat memabukkan.

Oh, this right. I want fly!” gumam Nadhara mulai meracau.

Mungkin bagi Nadhara bertemu dengan Althaf adalah awal dari kekacauan hidupnya. Sampai dia pergi ke bar hanya untuk melepas penat di kepalanya, padahal dia baru saja bertemu, mereka bahkan tidak berbicara selama sepuluh menit. Nadhara perlahan meneteskan air matanya tanpa sebab, dadanya tiba-tiba sesak ketika kembali memikirkan pria itu.

Nadhara seperti tidak memiliki pilihan lain dan menghilangkan bayangan pria itu dengan meminum alkohol, padhaal dia tahu efek ini hanya sementara. Dia bahkan kembali meminum alkohol, padahal dia sudah lama berhenti meminum itu dan memilih hidup sehat. Namun, semua pertahanannya runtuh ketika kembali bertemu dengan Althaf. Pria pertama yang menjadi kekasihnya dan pria yang dia berikan hal yang paling penting dalam hidupnya.

Nadhara memberikan semua miliknya yang berharga kepada pria itu untuk ditinggalkan. Dia masih ingat bagaimana pria itu tiba-tiba menghilang ketika dia merasa sangat terpuruk, Nadhara merasa ditinggalkan oleh semua orang termasuk orang yang sangat dia sayangi dan pria itu menghilang sampai hari ini ketika mereka tidak sengaja bertemu.

“Dasar berengsek!” gumam Nadhara pelan.

Makiannya itu tidak terlalu besar namun terdengar oleh seorang pria yang duduk tidak jauh dari Nadhara. Beberapa pria mulai mendekati Nadhara ketika melihat gadis itu sudah sangat mabuk, bagi mereka Nadhara adalah kesempatan emas. Tidak ada yang ingin menyia-nyiakan gadis mabuk yang secantik Nadhara.

“Menjauh dariku!” ucap Nadhara ketika merasakan seseorang merangkul dan berbisik di telinganya.

Kesadarannya masih tersisa untuk menolak ajakan mereka, dia tidak ingin menjadi salah satu gadis pemuas nafsu mereka di tempat tidur lalu ditinggal tanpa pertanggung jawaban dengan alasan mabuk.

Seorang pria yang sejak tadi memperhatikan Nadhara beranjak dari tempat duduknya dan mulai mendekati Nadhara. Pria itu mengetatkan rahang ketika melihat Nadhara sudah benar-benar mabuk dan hanya bisa meracau tidak jelas.

Nadhara beranjak dari tempat duduknya dan mencoba untuk bediri sebelum tubuhnya limbung. Tetapi dia berhasil berjalan lurus walaupun sangat lambat, ketika hampir mencapai pintu keluar, kaki Nadhara tersangkut dengan kursi yang menyebabkan keseimbangannya oleng.

Beruntung seorang pria langsung menangkap pinggangnya. “Terimakasih. Tapi lepaskan, aku bisa pulang sendiri.”

Pria itu hanya mengumpat lalu mendudukkan gadis itu di salah satu kursi, dia memutuskan untuk meninggalkan Nadahra di sana. Tidak lama kemudian, kesadaran Nadhara kembali walaupun pandangannya tetap berputar.

Tidak lama kemudian, dia kembali berdiri dan berjalan ke pintu keluar. Nahdara yang sudah tidak sanggup lagi berjalan harus memegang dinding sebagai penopang tubuhnya.

Tapi, itu tidak bertahan lama tubuhnya kembali limbung dan jatuh ke pelukan seorang pria. Pria itu terkejut ketika mendapatkan tubuh seroang gadis jatuh kepadanya. Tetapi, pria itu semakin terkejut ketika mendapati perempuan itu merupakan orang yang dia kenal.

“Kayaknya aku harus ngantar dia pulang dulu.” Ucap pria itu kepada rekan kerjanya.

“Eh, kenal?” tanya salah satu teman pria itu.

Pria itu mengangguuk, “Iya, nanti aku nyusul ke sini lagi.” ucapnya lalu menggendong tubuh Nadhara pergi dari bar itu.

Pria itu langsung memasukkan tubuh Nadhara ke dalamnya lalu menutup pintu dan berlari kecil mengitari mobilnya sebelum ikut masuk ke dalam.

“Eh, kamu penculik ya? Jangan culik aku, nggak ada yang bakal nebus.” ucap Nadhara setengah sadar ketika pria itu memasang sabuk pengaman di tubuhnya.

Pria itu mengabaikan ucapan perempuan itu. Nadhara meracau sepanjang jalan, gadis itu terlihat sangat mabuk dan hanya berkata tidak jelas. Namun, tiap katanya di dengar baik-baik oleh pria itu. Kadang gadis itu juga meracau tentang beberapa bahan makanan yang tidak di mengerti oleh pria itu.

Pria itu sesekali menoleh untuk menatap wajah Nadhara, bibirnya tersenyum menatap gadis itu. “Hei, kamu mau kue? Aku punya banyak di toko.” Ucap Nadhara linglung.

Pria itu menoleh sekilas lalu kembali menatap jalan raya, “Boleh, gratis?”

Nadhara menganguk, “Iya, tapi…”

Nadahra tidak melanjutkan ucapannya karena memuntahkan makanannya dari jendela mobil. Pria itu panik dan membantu Nadhara setelah menepikan mobil. Dia sangat kasihan melihat Nadhara dan mempercepat lau mobilnya agar segera sampai di rumah.

Are you married?” tanya Nadhara kembali berbicara tidak jelas.

Nadhara cemberut ketika pria di sebelahnya tidak menjawab, “I have boyfriend. He’s very possessive, but he leave me.”

Setelah mengatakan itu, Nahdara langsung kembali sadarkan diri dan tertidur di mobil pria yang membawanya keluar dari bar itu.

Nadhara berusaha membuka matanya, dia merasa kepalanya sangat pening luar biasa. Dia menggerakkan matanya gelisah karena wajahnya terkena sinar matahari pagi, sangat silau tetapi dia tidak bisa menggerakkan badan karena seluruh badannya terasa pegal.

Tentu saja Nadhara mengalami hangover, bahkan untuk membuka mata saja dia tidak sanggup, dia seperti merasa matanya di pasangi lem. Setelah berhasil membuka mata, Nadhara melihat ruangan tempatnya berada dan dia langsung merasa asing berada di tempat ini.

Nadhara mengerutkan kening, dia tidak pernah merasa semabuk ini sebelumnya. Dia seperti menonton film tentang wanita yang mabuk dan di bawa pulang oleh orang asing. Beruntung dia tidur sendiri dan tidak mendapati seorangpun di dekatnya.

Dengan cepat, Nadhara menguasai diri dan berusaha untuk beranjak dari temapt tidur. Ruangan itu jelas bukan kamarnya karena sangat besar dan cat ruangannya berwarna cokelat muda. Belum lagi, wangi pengharum ruangan yang terasa sangat menenaangkan.

Nadhara membulatkan matanya dalam sekejap, fresh? Berarti dia berada di sebuah kamar seseorang. Nadhara menghela napas frustasi, bagaimana bisa dia berakhir di sini.

Nadhara menoleh ke kanan dan ke kiri, hingga dia melihat seseorang pria sedang duduk santai di balkon kamar itu. Nadhara tidak bisa bisa melihat jelas pria itu karena posisi yang membelakanginya.

“Sudah bangun?” tanya pria tanpa melihat ke arahnya.

Nadhara berusaha bangkit dari tempat tidur dan merasa kepalanya sangat pening sampai dia merasa akan muntah. Tanpa sengaja dia menghela napas berat dan mendesah frustasi, kenapa dia bisa tidak mengontrol dirinya semalam.

“Aku sekarang dimana?” tanya Nadhara sembari memegang kepalanya dan beranjak duduk di pinggir tempat tidur.

“Kau tidak sadar? Di rumahku.” Jawab pria itu masih berada tetap di posisinya.

Nadhara langsung memejamkan mata lalu mengutuk dirinya di dalam hati. Dia menundukkan pandangannya dan melebarkan tatapannya ketika mengetahui dresnya sudah berganti dengan baju kaos dan celana selutut.

“Di mana gaun yang ku kenakan semalam?” tanya Nadhara lagi.

“Di dalam mesin cuci, aku baru saja mencucinya. Tadi, malam kau memuntahkan sisa makananmu di sana. Jangan khawatir, kau sendiri yang memakai pakaian itu semalam. Jadi, aku sama sekali tidak menyentuhmu.” Ucap pria itu.

Akhirnya Nadhara bisa menghela napas lega, “Terimakasih.”

Pria itu lalu beranjak berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke arah Nadhara.

Nadhara refleks menutup mulutnya dengan satu tangan dan menatap pria itu dengan tatapan terkejut. Dia terpaku bahkan samai menahan napasnya selama beberapa detik, Nadhara seperti tidak mempercayai apa yang sekarang terekam oleh matanya itu. Terkatup dan terbuka seolah kehilangan suara.

“Selamat pagi, putri cantik.”

“Al…Althaf?”

Althaf mengangguk, “Tenang aja, nggak ada yang tahu kalau kamu di sini.”

Sekarang, Nadhara seperti ingin menghilang dari pandangan pria itu. Dia menyakiti dirinya dengan meminum alkohol untuk menghilangkan pria itu dari kepalanya tetapi malah berakhir bertemu pria itu di pagi hari.

“Aku mau pulang. Bisa tolong sebutkan alamat rumah ini…” ucap Nadhara langsung beranjak duduk dan membuat kepalanya berputar.

Althaf menyebutkan deretan alamat rumahnya, dia melihat Nadhara dengan tatapan penuh arti. Tetapi tetap mengalah karena tidak ingin memaksa gadis itu dan membuat Nadhara semakin jauh.

“Nggak mau!” ucap Nadhara menolak tegas lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Daffa.

Sahabatnya itu langsung menjemputnya, Daffa yang bingung melihat penampilan Nadhara yang berantakan langsung membantu gadis itu tanpa bertanya apapun.

Daffa menggeleng gemas ketika melihat Nadhara kesulitan berjalan. Dia langsung menggendong tubuh Nadhara dan pergi dari rumah Althaf. Pemandangan itu membuat Althaf kecewa, seharusnya dia bisa lebih lunak agar Nadhara lebih lama di rumahnya.

Althaf memandang kepergian mereka dengan raut wajah frustasi. Dia hanya bisa berdiri terpaku sembari melihat mobil pria itu pergi dari rumahnya.

...

Jakarta, Maret 2006

Nadhara membuka tutup botol air minum, tubuhnya di penuhi keringat karena berolahraga. Dia baru saja melakukan tanding basket dengan teman karibnya sejak kecil, Sarah.

Hari ini, dia akan bermalam di rumah Sarah untuk menemani gadis itu. hanya ada dia dan beberapa ‘bibi’ di rumah jadi dia datang untuk menemainya. Sementara, kedua orangtuanya memiliki kesibukan dan kakak Sarah baru saja datang beberapa menit yang lalu.

“Nad, tadi kok kamu gampang banget lompat jauh? Aku sampai ngulang tiga kali baru dapat A?” tanya Sarah.

Nadhara menggeleng, “Susah, tapi kayaknya tubuhku ringan pas lari jadi bisa jauh lompatnya.”

“Kayaknya bener deh, tubuhku tembem kayak gini jadi susah lompat jauh. Ah, kayaknya aku harus olahraga lebih.” Ucap Sarah dengan ekspresi cemberut.

Nadhara tertawa kecil, “Bisa, bukannya di rumah kamu ada alat fitness ya?.”

Sarah mengangguk yakin, “Iya, ada di bawah. Dekat taman, biasanya di pakai kakak buat olahraga. Terus, gimana ulangan tadi? susah banget, kayaknya materinya salah deh.”

“Iya, sampai pusing. Kayaknya gurunya salah soal deh. Besok tinggal bilang, supaya ulangannya di ulang.”

Sarah setuju, kali ini pasti semua teman sekelas mereka mendukung rencananya walaupun ujian mereka harus di ulang. Nadhara hanya mendunkung rencana sahabatnya karena dia juga ingin memperbaiki nilainya, hasil UTSnya bisa anjlok.

“Oh iya, tau Martin nggak? Akhir-akhir ini dia aneh deh, selalu nempel dan ganguin aku. Kata temen yang lain dia naksir aku?” tanya Sarah penasaran.

Nadhara menatap Sarah penasaran, “Eh, bisa jadi? Memang dia ngapain aja?”

Sarah terdiam sejenak, tampak berpikir. “Seminggu yang lalu, kami nggak sengaja ketemu di perpus. Aku mau ngambil buku gitu, tapi ketinggian. Eh, di bantuin sama dia. Terus, tadi di kasih coklat.” Ucap Sarah.

Nadhara beseru pelan, “Bisa jadi dia suka sih, kamu kan cantik.”

“Ih, ngak mungkin. Kalau bisa diliat masih cantikan kamu dari pada aku. Masa dia suka sama aku?” tanya Sarah kepada dirinya sendiri.

Nadhara hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dia memang cantik, seperti yang Sarah katakan. Memiliki prestasi di bidang olahraga, tetapi dia memiliki kelemahan, Nadhara tidak bisa berenang. Salah satu olahraga yang membuatnya kesal.

Dulu dia pernah tenggelam saat belajar berenang dan sejak itu dia tidak ingin berenang lagi.

“Sar, boleh ke belakang, nggak. Panas banget!” Ucap Nadhara pelan sembari membuka kancing bajunya.

Sarah mengangguk, “Iya, kesana aja. Nanti aku susul, mau masuk ke rumah dulu.”

 “Yah, sana gih buruan. Nanti nyusul, ya?” tanya Nadhara setelah berhenti tepat di depan pintu.

Sarah mengangguk sembari berlari ke kamar mandi. “Iya, nanti aku susul kalau nggak mandi ya. Udah lengket soalnya.”

“Iya.”

Sebenarnya, Nadhara agak sangsi untuk berjalan bebas di rumah Sarah. Dia takut menyentuh barang dan memecahkannya. Walaupun kedua orangtua mereka bersahabat tetapi perbedaan ekonomi membuat dia sangat segan ketika berada di rumah ini.

Rumah keluarga Sangat besar itu karena kedua orangtuanya sangat sukses. Dia langsung ke kolam setelah mengambil beberapa cemilan, ketika sampai di pinggir kolam renang, dia dikejutkan dengan kehadiran sosok laki-laki yang sedang berenang.

“Ih, kakak ngagetin aja!” protes Nadhara melihat Althaf yang merupakan kakak Sarah.

Ketika melihat tubuh Althaf naik dari air dan duduk dipinggir kolam. Nadhara hanya bisa membuka mulutnya. Tubuh Althaf sama seperti yang ada di model majalah, sangat proporsional.

“Eh, maaf kak. Nggak sengaja, tadi mau duduk-duduk aja. Panas seharian dari sekolah.” Ucap Nadhara kepada Althaf.

Sekilas, Nadhara terus memperhatikan kakak Sarah itu. Dia bahkan sangat susah untuk mengalihkan tatapannya dari tubuh Althaf. Terkutuklah kepalanya yang tidak tahan melihat Althaf bertelanjang dada.

“Iya, nggak apa-apa. Mau sekalian berenang?” tanya laki-laki itu.

Nadhara yang sedang membuka cemilan itu menoleh, “Eh, nggak usah kak. Nggak bawa pakaian ganti, ini aja pinjam baju Sarah.” Jawabnya lalu melangkah dari dapur.

Althaf tertawa, “Ya, tinggal pinjam baju lagi, Sarah nggak pelit kan sama kamu?”

Nadhara menggeleng, “Ya, nggak sih kak.”

“Nah, ayo berenang. Ini langsung bisa ngehilangin panas.” tawar Althaf.

Nadhara masih menggeleng, dia tidak mau berenang.

“Ya, udah. Kamu liat kakak berenang aja.” ucap laki-laki itu sembari masuk kembali ke dalam air.

Nadhara mengangkat kakinya dari air yang meluap karena Althaf yang melompat ke dalam air dengan gaya bebas.

Dia terus melihat Althaf berenang, pria itu bahkan tidak lelah setelah memutari kolam renang beberapa kali. Tidak lama kemudian kepala Althaf muncul lalu naik dan berjalan di pinggir kolam. “Mau bermalam?”

Nadhara mengangguk, “Iya, sekalian main juga. Kan Om sama Tante lagi keluar kota. Di suruh temenin, tapi kok kakak ada?”

“Iya, barusan pulang. Belum ngabarin Mama.” Jawab Althaf lalu duduk di samping Nadhara.

Althaf mengeringkan badannya, “Seger, andai kamu tadi ikut berenang.”

“Takut tenggelam.” Jawab Nadhara sembari memakan cemilan.

“Kalau begitu ku ajarin berenang, masa suka olahraga tapi nggak pintar berenang.”

Nadhara refleks menggeleng, “Nggak ah, dulu pernah nyoba tapi tenggelam.”

Althaf tertawa, “Aku janji nggak akan ngebuat kamu tenggelam. Mau ya?”

Nadhara berpikir lalu perlahan menganggukkan kepala, “Tapi, beneran ya? Jangan di kasih tenggelam, beneran takut loh kak.”

“Iya, janji deh.” Ucap Althaf lalu mengarahkan jari kelingkingnya di depan Nadhara.

Dia sedikit ragu tetapi tetap membuat janji kelingking dengan Althaf.

Sejak saat itu, mereka mulai dekat dan lebih sering mengobrol.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nietha
ceritanya bagus, tapi di baca tuh kayak kaku gitu thor menurut saya kata2nya,, jdinya gk bisa ngebayangin jadi pemainnya,, pdhl suka jln ceritanya....
goodnovel comment avatar
riasani
Part ini di ubah ya ceritanya? Ky nya kmrn ga gini ceritanya?
goodnovel comment avatar
GarisLangit
Semngat Thor,lanjuuut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status