Kanya POV
Dengan kaki yang gemetar menjadikan tubuhku terasa lemah. Aku berhasil keluar dari kamar meski harus terjungkal sampai-sampai membuat kulit telapak tanganku terkelupas.
"Ini masih pagi, setan mana yang mampir ke apartemen gue?" kakiku amat lemah sehingga aku terduduk di lantai. Mengedarkan pandanganku ke setiap sudut dalam apartemenku. Tidak ada siapa pun, hanya aku seorang diri.
Tak ada suara dentingan benda pecah belah dari dalam dapur. Piring, garpu, sendok dan gelas tertata rapi ditempatnya, bahkan angin tidak menyapa benda-benda itu, namun suara dentingan dari sebuah gelas menyapa telingaku.
Tubuhku makin bergetar lantaran rasa takut sudah mengalir ke dalam venaku. Sentuhan dari tangan dingin yang baru saja menyapa tengkukku di dalam kamar, saat ini terasa semakin menjadi.
"A—" suaraku tercekat layaknya orang bisu berusaha untuk sekadar mengucapkan kata sederhana. Aku merangkak sembari memejamkan mata menuju ke pintu apartemenku. Sentuhan dingin itu menjalar ke punggungku. "Ahk!!!" berteriak sekencangnya, akhirnya aku dapat berlari dan membuka pintu apartemen. Kututup pintu tersebut dengan suara bam! Yang cukup keras.
Aku bersandar di depan pintu apartemenku masih dengan badan yang bergetar. Melirik pada kakinya yang tidak berhenti mengeluarkan getaran layaknya terkena penyakit tremor akut.
"Ah, di dalam apartemen gue ada hantu pagi-pagi begini. Apa karena Eros, ya?" aku menangkup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan memjamkan mataku sejenak.
Tenggorokanku mulai kering dan aku merasakan bibirku ikut mengering, tanpa aku sadari aku kembali mengumumkan nama pria itu ketika bayangan wajahnya nampak jelas saat mataku terpejam. "Eros ...."
"Kamu memanggilku?"
Seketika tubuhku mematung, suara yang amat familiar di telingaku—yang hanya ada dalam mimpi burukku—terdengar bahkan ketika aku sedang memejamkan mata sekalipun.
"He ... hehehe!" terkekeh garing aku melepaskan telapak tanganku perlahan. Sedikit demi sedikit kelopak mataku terangkat dan bulu mataku nampak bergetar.
Pandanganku agak buram lantaran aku memejamkan mata secara paksa. Setelah kelopak mataku terbuka dengan sempurna, yang dapat aku lihat saat ini berdiri di hadapanku ialah sosok yang aku kenal. Sosok tinggi berkulit putih pucat dengan rambut hitam legamnya. Sosok yang selama setahun ini hadir dalam mimpi burukku dan mati di tanganku berkali-kali; Eros saat ini berada di hadapanku dengan setelan suit hitam yang biasa dikenakan olehnya.
Mengerjapkan mataku karena tidak dapat mempercayai pengelihatanku sendiri. "Gue kayaknya lagi tidur sambil jalan." Aku menampar pipi kiri dan pipi kananku secara bergantian dengan kekuatan sedang. Agaknya pipiku sudah memerah, namun tetap saja aku tidak bisa bangun dari tidurku. "Bangun Kanya! Bangun!"
"Hei! Hentikan!"
Tanganku berhenti melakukan aksi yang mana aku telah menyakiti diriku sendiri. "Gue nggak lagi bermimpi, 'kan?"
"Kamu memang tidak sedang bermimpi." Pria di depanku ini berucap santai sembari menggaruk punggung lehernya.
Anehnya dia mengucapkan kalimat seperti orang biasa. Bukan kalimat yang sering aku dengar ketika Eros memberikan sebilah pisau padaku.
"Make a wish!" kalimat itu meluncur dari bibirku dengan mulus membuat pria berbusana hitam itu mengerutkan keningnya.
Dia mengangkat bahunya nampak bingung dengan dengan ucapanku. Pria yang amat mirip dengan Eros bagaikan kembar ini, mulai menatapku dengan pandangan aneh. Lantaran rasa getir dalam diriku masih tersisa aku menjadi agak takut. Meraba-raba gagang pintu di belakangku, aku berusaha membuka pintu tersebut dan ingin segera lari dari pria ini.
"Hei, ada apa denganmu? Wajahmu terlihat pucat." Dahinya tetap berkerut dan kilatan kekhawatiran dalam matanya sekilas dapat terlihat oleh mataku sebelum menghilang beberapa detik kemudian.
Apakah dia mengkhawatirkanku? Eros?
Debaran jantungku bagaikan gelombang air laut, badan kurusku kembali bergetar hebat hanya dengan membayangkan akan kembali menikam pria di depanku ini. "E, Eros jangan lagi! Gue nggak lagi bermimpi! Ini dunia nyata!" teriakku hingga memekakan telinga pria itu.
Sontak dia menutup kedua telinganya dengan telapak tangan besarnya dan mundur sebanyak tiga langkah.
"Kenapa berteriak? Kamu terus saja memanggil namaku, mungkinkah kamu mengenalku? Tapi aku belum pernah bertemu denganmu sebelumnya."
Sejenak aku terbengong karena Eros tidak mengenaliku. Aku semakin bingung karena tak paham apakah sebenarnya aku berada dalam dunia mimpi atau dunia nyata. Pagi ini terasa sangat panjang bagiku, mulai dari mimpi buruk, menangis tanpa alasan hingga bertemu dengan Eros di depan apartemenku.
Koridor di lantai 3 sangat sepi hanya dua insan yang berdiri saling berhadapan satu sama lain. Aku belum menjawab pertanyaan dari pria pemilik wajah dan nama yang sama dengan Eros. Haruskah aku percaya akan semua ini? Melihat orang yang belum pernah kutemui sebelumnya dan bersarang di dalam mimpi kemudian melihatnya secara langsung? Ataukah logikaku mulai kelu hingga tak dapat mengenali orang dengan benar?
Mengedarkan kedua bola mataku ke seluruh koridor, perasaan mencekam menerobos ke dalam jiwaku dan kabut hitam mulai menjalar melalui ujung mataku.
"Hei, Nona, kamu masih belum menjawab pertanyaanku."
Aku kebingungan, debaran jantungku semakin kencang dan rasanya bisa jatuh ke perutku kapan saja. "Ah!!!" berteriak histeris sembari menjambak rambutku layaknya orang yang kehilangan akal sehat.
"Woi! Pagi-pagi udah teriak-teriak gila, ya?"
Suara besar dan lantang itu mengagetkanku dari perasaan tertekan yang aku rasakan barusan.
Bambang—tetanggaku keluar dari apartemennya berkat teriakan histerisku. Beruntunglah karena aku tidak seorang diri dengan pria ini di lantai 3. Tanpa berpikir panjang aku berlari ke arah Bambang yang melangkah ke arah kami.
Beringsut di belakang punggungnya, Bambang mengernyitkan dahi lantaran dapat merasakan badanku yang gemetar ketakutan.
"Pak Bambang ..., ada hantu pagi-pagi di sini."
Bambang menoleh padaku. "Hantu? Kanya kamu sudah gila, ya? Kebanyakan nulis novel seram jadi parno." Bambang menggelengkan kepalanya. "Ada-ada saja kamu, menganggu tidur saya." Tampang sangar bak preman pasar tak membuatku getir, namun sebaliknya pria tampan yang tetap berdiri di depan pintu apartemenku—membuatku bergidik hingga ke tulang.
"Itu, Pak!" aku menunjuk pada Eros—pria berambut hitam legam itu nampak kebingungan dengan tingkahku sejak tadi.
Tatapan datar di arahkan oleh Bambang padaku, setelahnya dia mengalihkan pandangannya kepada Eros. "Lihat baik-baik Kanya. Dia manusia bukan hantu."
Kuperhatikan Eros berdecak kesal, dia melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya dan bersiap mengambil langkah ke arah kami. Dari raut mukanya Eros nampak bosan dan ingin cepat-cepat berlalu dari sini.
"Tunggu sebentar!" akan tetapi, Bambang menghentikannya dan langkah Eros terhenti di depan kami.
Jarak antara kami hanya satu meter, jantungku berdegup kencang ketika wajah segar Eros kembali menyapa pupilku dari jarak dekat
Bersambung
Dalam pencarian panjangmu, akhirnya kamu menemukanku. Terima kasih karena telah mencariku. Bulir air mata, kekhawatiran juga kerinduanku padamu bisa aku tuangkan padamu yang saat ini berdiri di hadapanku dengan kerinduan yang sama. — Apple Leaf
Eros POVPria bernama Bambang menghentikan langkahku. Aku baru pindah ke apartemen ini tadi malam dan belum mengetahui siapa saja tetanggaku. Badanku sangat lelah dan aku juga mengantuk karena baru pulang kerja dan tidak menyangka melihat wanita aneh yang keluar dari apartemennya dengan ketakutan berlebih.Sungguh aku tidak ingin berbicara dengan mereka apalagi wanita histeris yang aneh itu, mengatakan bahwa aku adalah hantu. Mungkinkah dia memiliki gangguan psikologis? Tidak menyangka kalau aku memiliki tentang-tetangga yang cukup aneh. Wanita itu masih beringsut di belakang pria dengan perawakan tinggi serta otot-ototnya sangat kekar dan tidak lupa kepalanya juga botak, penampilan benar-benar mencerminkan seorang bodyguard di mataku.Kuperhatikan lagi arloji di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 9 pagi. Aku bahkan belum mandi apalagi sarapan dan saat ini perutku sudah lapar. Mengelih pada dua orang aneh di depanku aku be
Kanya POVKakiku sangat lemas setelah menutup pintu apartemenku. Aku terduduk lemas di lantai, senyum kecut menghiasi bibir merahku. Ingin rasanya mengeluarkan air mata, namun cairan bening itu tidak kunjung terjun dari mataku.Yang ada saat ini hanyalah rasa takut menyeruak ke dalam setiap nadiku. Lelah. Setelah rasa takut itu tubuhku menjadi letih, aku tidak bisa melanjutkan menulis dengan keadaan seperti ini.Kucoba bangkit dan berjalan dengan kaki lemasku. Perlahan aku menuju ke kamar sembari mengedarkan pandangan. Semoga hantu itu sudah pergi ke apartemen sebelah. Pergi ke apartemen pria sombong bernama Eros."Dari wajah, tinggi, bahkan nama pun sama. Kebetulan macam apa ini?" sedikit menggelengkan kepala, aku masih terheran-heran dengan kebetulan yang ada di depan mataku tadi. Plak! Sekali lagi aku memukul pipiku pelan, berharap semua hanyalah mimpi karena kebetulan ini sangatlah mustahil bagiku. "Sakit! Emang
Kanya POVTubuhku bagaikan sebuah boneka yang dipasangi oleh puluhan tali yang digerakkan oleh pria itu. Tali-tali yang menggerakkan tubuhku tanpa sadar dapat aku lihat dan aku sudah terduduk di dalam mobil sport hitam milik Eros."Tali?" melihat seluruh tubuhku, semua tali yang mengikatku barusan telah menghilang, aku menatap aneh pada Eros di kursi kemudi. Dia sama bingungnya denganku padahal dia sendiri yang menggerakkan tubuhku. "Elo!""Apa? Tali apa?" Eros Darwin malah balik bertanya padaku. Mimik wajahnya benar-benar nampak kebingungan seperti orang yang tak bersalah sama sekali."Gue melihat tali menggerakkan badan gue barusan.""Dasar wanita aneh! Tidak ada tali. Tadi pagi berteriak hantu sekarang tali. Kamu harusnya memeriksakan matamu ke dokter atau pergi ke psikiater. Aku memberimu saran tulus agar kamu tidak disangka gila dan menganggap tetangga lainnya sebagai hantu." Ujarnya tanp
Eros POVAku menghentikan mobilku dan melihat wanita dengan bibir merah itu mengeluarkan bulir-bulir keringat dingin dari dahinya. Dia nampak pucat karena mimpi buruk saat ini kemungkinan tengah menyapa dalam tidur singkatnya.Saat aku sibuk mengemudi, Kanya Arundhati memberontak ingin turun dari mobilku. Aku bisa melihat rasa takut berlebih dari kelopak mata indah itu, namun aku tak tahu mengapa dia bisa sampai setakut itu padaku tadi pagi, bahkan juga barusan. Mengataiku sebagai hantu serta ada dalam mimpinya, dia wanita yang cukup gila yang pernah aku temui karena sapaannya yang tidak biasa.“Hei, Kanya bangunlah!”Aku menggoyangkan bahunya karena dia tidak kunjung bangun seperti terjebak dalam mimpinya sendiri hingga tak mampu membuka matanya. Kuambil secarik tisu menyeka keringat yang bercucuran di dahinya. Kanya tampak sangat ketakutan hingga air mata perlahan merembes dari matanya yang tertutup rapat.
Kanya POV“Kay, lo nggak apa-apa? Dia siapa?”Aku mengatur napasku ketika bertemu dengan Samuel di depan restoran, untuk saat ini aku belum bisa menjawab pertanyaan Samuel. Menggelengkan kepala menjadi hal termudah yang bisa aku lakukan sekarang ini sebagai jawaban. Mataku masih melirik pada Eros yang tengah menatap kami sedari aku turun dari mobilnya. Aku tidak menyangka akan tertidur sampai bermimpi buruk di dalam mobil Eros.Sungguh hari yang menyebalkan!Eros menutup kaca mobilnya seraya menyeringai tipis, lantas mobil tersebut melaju menembus keramaian jalanan hingga tak nampak lagi oleh mataku. Masih menatap lurus ke arah mobil yang telah sepenuhnya menghilang dari pandanganku. Karena begitu takut, aku sampai lupa mengucapkan terima kasih padanya.Tidak, jangan berterimakasih! Dia terlalu menakutkan.Apalagi ketika aku mengingat telah memeluknya dengan erat dan tak menginginka
Eros POVAku memarkir mobilku di sembarang, ketika sampai di depan kantor, lantas keluar dari mobil. Melemparkan kunci pada satpam adalah hal pertama yang kulakukan ketika kakiku menyentuh lantai.“Selamat siang, Pak Direktur.”Sapaan yang sama setiap pagi, membuatku enggan untuk sekadar menyahut. Hanya menganggukkan kepalaku sebagai balasan atas kesopanan mereka.“Pak Direktur, Anda sudah tiba?” pria dengan penampilan kaku dan membosankan jauh-jauh menghampiriku ketika baru melihatku turun dari mobil. Raut mukanya dilingkupi kepanikan, serta saputangan yang digunakan untuk menyeka dahinya membuktikan bahwa keringat dingin telah mengguyurnya barusan. “Presdir Irwan tengah menunggu Anda di kantor sejak tadi. Beliau sepertinya marah sekali karena Anda pindah dari rumah besar.”Langkahku bergegas menuju lift karena asisten pribadiku memberitahukan bahwa si tua Irwan pemilik dari perusahaan ini atau yan
Kanya POVSetelah pergi meninggalkan Samuel di restoran dengan marah, aku bahkan tak mengangkat panggilan telepon pria itu dan langsung mematikan ponselku. Aku tahu dia khawatir padaku, tapi aku paling tidak suka jika sahabatku sendiri tidak percaya padaku.Dia hanya bergeming menatapku dengan manik matanya yang tak memiliki kepercayaan padaku. Dulu Samuel akan percaya pada setiap perkataanku, aku tahu dia menganggapku setengah gila dan pasti akan menyuruhku pergi menemui psikiater.Tak terasa sekarang sudah jam 9 malam, aku masih duduk di bawah pohon kelapa sejak kedatanganku ke pantai ini. Orang-orang masih ramai bermain dengan ombak bersama pasangan mereka.Sedang, aku sendiri meratapi nasibku yang dianggap setengah gila.Tunggu. Jam 9 malam dan di pantai?“Gue harus pulang sekarang. Gue belum nulis dari pagi, malah sibuk ngurus hantu. Hehe.” Terkekeh garing karena baru menyadari
Eros POVDasar gila! Itulah yang bisa aku katakan pada Kanya yang berteriak histeris setelah melihatku di dalam lift. Apakah aku begitu menyeramkan sehingga dia pingsan?Aku rela menggendongnya ala bridal karena dia tak kunjung sadar dari pingsannya. Kurasa dia tertidur, dan satu hal lagi aku tak tahu sandi apartemennya. Bagaimana caraku membawanya masuk ke dalam apartemennya?Meminta kunci manual kepada keamanan dan membiarkannya tergeletak sendirian di depan pintu apartemennya? Bagaimana kalau nanti ada orang yang membawanya pergi? Mengapa aku memiliki banyak pertanyaan dan merasa dilema? Ataukah aku harus membawanya ke apartemenku dulu?Setelah berpikir lama, akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke apartemenku sementara waktu sampai Kanya sadar. Ya, itu lebih baik daripada dia dijamah para nyamuk di luar sini.Sembari berjalan pelan menuju apartemenku, aku mengamati bibir Kanya yang merah ala