Share

The Baby - 05

Langkah ku terseok menyusuri lorong sekolah pagi ini, injakan kaki Sehun membuat pergelangan kakiku membiru dan lebam, akibatnya sebelah kakiku menjadi pincang. Aku berjalan menunduk, mencoba menghindari tatapan intimidasi dari murid lain. Jariku menekan tombol volume pada hape, meninggikan volume musikku yang sedang mengalun, hari ini aku sengaja ke sekolah pakai earphone supaya aku tidak dapat mendengar celaan yang mereka berikan.

Dari semalam akun sosmed ku sudah penuh dengan caci maki, mereka sudah mendengar kabar kehamilan ku, maka dari itu aku tahu akan banyak rintangan besar yang ku lewati hari ini.

Aku menghela nafas lega, sedikit lagi langkah ku sampai di depan kelas. Namun, baru saja aku melangkah masuk ke dalam kelas, rambutku langsung di jambak hingga tubuhku oleng dan membentur meja.

"DASAR PELACUR!"

"GAK TAU DIRI!"

"PECUN LO!"

"SEKOLAH GRATIS MASIH AJA OPEN BO!"

"KEBELET JADI NYONYA BESAR YA? MAKANYA NGEJEBAK SEHUN."

Beberapa teman ku berlomba - lomba menarik - narik seragam ku, menjambak dan juga mencakar wajahku. Aku menjerit, mencoba untuk memberontak, tapi tidak bisa, bahkan anak laki - laki ikut menahan pergelangan kaki dan tanganku.

Aku menangis, melirih meminta tolong, namun reaksi mereka malah tertawa dan merasa puas dengan keadaanku. Mereka semakin mendesak ku, berebut untuk melukai tubuhku. Beberapa murid juga berlomba untuk mengabadikan momen menyakitkan ini.

"Jangan merekam, aku nggak mau ibu sakit hati melihat ini.." lirihku dalam hati.

"jadi gais, ini adalah sosok pecun nya Senopati, kalau kalian berminat buat booking dia silahkan hubungi nomor di bawah ini." ujar Joana berbicara kearah kamera foto yang sedang menyorot tubuhku. Berlagak seperti reporter yang menjadikan ku objek beritanya.

"Jangan..." lirihku saat Juan menarik seragam ku hingga robek dan terlepas dari tubuhku.

Tanganku memberontak, berusaha untuk menutupi tubuhku yang hanya tersisa pakaian dalam tanpa lengan saja. Aku terus memberontak dengan sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil, Juan dan Gio menahan tanganku begitu kuat.

"Lepasin, sakit..." lirih ku karena penyiksaan ini tak kunjung berhenti.

Aku bukan pencuri, tapi kenapa aku seakan di hakimi. Ini benar - benar menyakitkan. Apa kesalahan yang sudah aku perbuat hingga mereka begitu lancang mengoyak tubuhku.

Mereka menyeret tubuhku keluar kelas, memaksa aku untuk berdiri kemudian dihimpit kan ke dinding. Membuat mereka semakin leluasa dalam menyorot tubuhku dari atas kepala hingga ujung kaki yang hanya tersisa kaos dalam dan rok sekolah yang sudah robek - robek karena mereka mencabik nya.

PLAK!!!

Wajahku terhempas kesamping, merasakan perih yang teramat karena tangan Joana mendarat di sana. Joana mencengkram leherku, membuat nafasku tercekat.

"Beraninya lo tidur sama Sehun! Lo godain dia pakai apa hah?! Lo kira lo pantes buat dia?!" teriak Joana murka di depan wajahku kemudian menjedotkan kepalaku ke dinding.

Joana menepuk - nepuk perutku dengan kasar, "Lo gak pantes hamil anaknya Sehun!" ujar Joana mencengkram perutku.

Aku meringis, dan terasa sesak. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menangis, kalau pun aku membuka suara, mereka tidak akan mendengarnya.

Keadaan semakin ramai, murid - murid dari kelas lain mulai memenuhi lorong kelas ku untuk menonton penyiksaan ini. Tapi dari banyaknya murid yang menonton ku, tidak ada satu pun mereka yang merasa iba. Tatapan mereka meremahkan dan tertawa seolah aku pantas mendapatkan perlakuin tidak menyenangkan ini.

"Se-sehun.." cicit ku saat melihat Sehun diujung koridor, sosok jangkung itu tengah berjalan kearahku.

Joana yang mendengar cicitanku menoleh kearah yang ku lihat, "Berani ya lo manggil dia Sehun? Lo kira lo siapa?! Lo itu cuma anak pembantu!" sentak Joana kembali ingin melayangkan tamparannya membuatku tersentak dan menutup mata.

Mataku yang semula tertutup rapat terbuka perlahan karena mendengar jeritan kaget murid - murid lain. Betapa terkejutnya aku saat melihat Sehun menahan tangan Joana yang ingin menamparku.

"Kalau mau siksa orang nya, siksa aja, tapi gak usah bawa - bawa pekerjaan orang tuanya. Dia emang miskin, tapi kekayaan yang orang tua lo dapatin belum tentu dari cara yang halal." ujar Sehun berbisik dingin.

Joana membeku, ia segera menepis tangan Sehun dan beranjak pergi dengan kekesalan nya.

"Ngapain lo masih pada nontonin?" ketus Sehun menegur. Membuat mereka mendesah kecewa lalu berhamburan pergi.

Tubuhku merosot ke lantai, tenaga ku habis. Aku menunduk dan memeluk diriku. Sekujur tubuhku penuh luka cakar dan lebam, sudut bibirku juga mengeluarkan darah.

"Cepet ke UKS, mumpung belum bell." desis Sehun kemudian melangkah pergi meninggalkan ku sendirian. Dia bahkan tidak berniat untuk membantuku.

* * *

Suda jam pelajaran kedua, tapi aku masih bertahan di ruang UKS. Luka ku sudah aku obati, aku juga sudah mengganti pakaianku dengan seragam olahraga yang tersimpan di loker ku.

Aku mengubah posisi tidurku, sedikit meringis karena tubuhku terasa ngilu setiap kali aku bergerak. Aku meraih hapeku yang ku taruh di bawah bantal, mengecek apakah ada sesuatu yang baru di sana.

Hari ini hapeku belum mendapatkan notifikasi dari Sehun, mungkin dia sudah melihatku tersiksa hari ini, jadi dia membebaskan ku.

"Aresya,"

Aku tersentak kecil, kemudian membalikan tubuhku, mendapati bu Mega yang berdiri di samping ranjang.

Aku segera mendudukan tubuhku, "Ada apa, bu?" jawabku sopan.

"Ke ruangan kepala sekolah, sekarang." titah bu Mega tegas, kemudian beliau meninggalkan ku.

Aku menghela nafas, menyibak selimut yang menutupi pahaku. Sebelum keluar dari ruang UKS aku mengintip dulu, takut ada murid lain yang berkeliaran lalu kembali menyerang ku. Merasa aman, aku pun segera berjalan menuju ruang kepala sekolah.

"Permisi..." lirih ku ketika masuk kedalam pintu ruangan Pak Sugio.

Pak Sugio yang tengah fokus kepada laptopnya mendongak, melepas kaca matanya lalu menyuruhku untuk duduk melalui bahasa tubuhnya.

"Bapak memanggil saya?" tanyaku ketika sudah duduk berhadapan dengan pak Sugio.

Pak Sugio mengangguk kalem, "Iya. Begini nak Aresya, saya mendapatkan amanat dari Pak Direktur."

Tubuhku menegang, apa aku akan berhadapan dengan Papahnya Sehun setelah ini?

"Amanat apa, Pak?" tanyaku karena Pak Sugio menggantungkan ucapannya.

"Beliau meminta nak Aresya ke kantornya. Supir yang mengantar nak Aresya sudah menunggu di lobby." kata Pak Sugio membuatku membeku di tempat.

"Nak Aresya?" panggil Pak Sugio membuyarkan lamunanku.

"Iya, Pak?" sahut ku.

"Saya sudah banyak tahu tentang yang kamu alami disekolah ini. Jadi saya mohon, demi kebaikan kamu, turutin apa yang pak Ergian perintahkan." kata Pak Sugio menatapku dengan raut prihatin.

Aku berdecih samar, sedikit menyayangkan rasa simpati pak Sugio yang sayangnya kalah besar dengan sikap pengecut nya. Ya, tentu Pak Sugio tau dengan apa yang ku alami di sekolah ini, tapi beliau seakan tutup mata dan telinga demi melindungi murid - murid kaya di sekolah ini. Sedangkan aku hanya anak miskin yang sedikit beruntung karena memiliki otak pintar hingga bisa masuk ke sekolah elit ini.

"Ya sudah pak, kalau gitu saya pamit dulu." ujarku sembari bangkit lalu menyalimi tangan Pak Sugio.

"Hati - hati nak Aresya." ucap Pak Sugio yang aku angguki.

Tungkai ku segera keluar dari ruangan Pak Sugio, berjalan pelan menuju lobby sekolah. Entah aku sedang menjemput hari baik atau hari yang lebih buruk lagi setelah ini. Namun ku harap, sikap arogan Sehun tidak menurun dari Papahnya. 

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Donny Genzo
Namanya aja ceritanya,,,
goodnovel comment avatar
Natalia Luis Naik0
Yg buat crita gk msuk akal msa dah mengandung msih mau prgi skolah dsar bodoh mcm binatang binatang aja masih tau ap lgi mc punya akal sehat
goodnovel comment avatar
KocloxM
yang nulis kebanyakan nonton Drakor. ditambah suka genre BDSM.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status