Share

5. Guru Les?

Zuco terlihat berdiri di depan gerbang sekolah sang kekasih, ia mengusap wajahnya dengan gusar. Sudah setengah jam lamanya ia menunggu kedatangan Ailee, namun gadis itu tak kunjung melintas di hadapannya.

Bahkan ponselnya pun tidak bisa di hubungi, lebih tepatnya tidak di angkat.

Sampai akhirnya ia mendapat telpon balik dari Ailee.

"Hal--"

"Kamu di mana?"

"Kamu di mana?"

Zuco memutar bola mata sebal saat mendapatkan pertanyaan yang sama sebagai jawaban.

"Zu? Zuco?"

Zuco mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku di depan gerbang sekolah kamu, udah hampir setengah jam aku nungguin kamu."

"Kamu pulang aja, aku lagi ada--apasih Angga diem! Lagi ngomong sama Zuco nih!"

"Kamu di mana?" Tanya Zuco yang terlihat geram saat mendengar Ailee menyebut nama Angga.

"Lee? Ailee jawab." Tekannya.

"Be--bentar, okay aku kirim lokasinya aja." Sahut Ailee dan panggilan pun terputus.

Zuco menggeram tertahan kemudian masuk ke dalam mobil. Dan sebuah pesan berisi lokasi pun masuk.

"Sialan. Mereka pergi berdua." Gumamnya dengan mata yang menyipit tajam.

"Arrghh..." Geramnya dengan memukul stir dan menambah kecepatan agar ia cepat sampai di tempat Ailee berada.

Raut wajahnya masih belum berubah, ekspresi marahnya masih belum mengendur. Sampai akhirnya ia sampai di sebuah halaman yang cukup luas, dan sedikit gersang. Sebuah lapangan. Jauh dari jalan raya.

Dengan cepat Zuco keluar dari dalam mobil dan membanting pintu dengan keras. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan kekasihnya.

"Ngapain mereka di tempat kayak gini?" Bingungnya.

Zuco mengernyit heran seraya berjalan menuju sebuah gubuk kecil yang berada di bawah sebuah pohon yang cukup rindang. Kekasihnya terlihat tertawa di hadapan beberapa anak-anak, Zuco pun mempercepat langkahnya menuju gubuk tersebut.

"Ekhem." Dehem Zuco untuk mengambil perhatian.

Ailee langsung melihat ke arahnya, begitupun dengan Angga dan juga beberapa anak-anak yang duduk di manis di hadapan Ailee dan juga Angga.

"Kamu lagi ngapain di sini?" Tanya Zuco to the point. "Kenapa sama dia?" Tunjuknya pada Angga.

Angga beringsut turun dari atas gubuk tersebut. "Gue sama Ailee emang rutin dateng ke sini seminggu dua kali." Ucapnya yang kini berdiri di samping Zuco.

Zuco hanya diam dengan ekspresi tidak sukanya.

"Kenapa kamu gak bilang dulu sama aku?" Kini Zuco bertanya pada Ailee yang masih duduk dengan celana olahraganya.

"Gak sempet, tadi buru-buru." Jawab Ailee.

Angga mengangguk dan menepuk bahu Zuco. "Heem, mana sempat keburu telat." Candanya dan Ailee pun tertawa, bahkan anak-anak yang berada di sana juga.

Zuco menepis lengan Angga yang menempel di bahunya.

"Turun, kita pulang." Ujar Zuco.

Ailee memutar bola mata sebal. "Gak bisa, belum selesai ngajarnya."

"Sabar dong Zu, kasian anak-anak ini. Mereka gak bisa sekolah,"

"Ya terus? Dengan kalian ngajar di sini, mereka bakal dapet ijazah? Enggak kan. Mereka bakalan tetep kerja jadi pemulung. Baju mereka aja lusuh kayak gitu." Ujar Zuco yang berhasil membuat Ailee menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Angga tersenyum miring, kemudian ia meminta Ailee untuk berbicara terlebih dahulu dengan Zuco dan dirinya yang akan mengajarkan anak-anak pemulung itu membaca.

Ailee langsung membawa Zuco menjauh dari gubuk tersebut.

Kemudian ia tatap pria menyebalkan itu dengan tatapan tajam.

"Kamu sadar gak sih, ucapan kamu itu udah nyinggung perasaan mereka?"

Zuco melirik gubuk yang cukup jauh di belakang Ailee sekilas. "Nyinggung apa? Emang bener kan, mereka pemulung."

Mulut Ailee membulat dengan sempurna. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dirinya dengar.

"Bener-bener gak ada perasaan."

"Ya udah ayo, pulang."

"Gak."

Zuco menatap Ailee dengan tatapan tidak suka. "Mau sama dia? Berduaan? Lucu banget."

"Aku sama Angga cuma bantu anak-anak itu belajar. Minimal mereka bisa baca supaya gak bisa di bodohi orang kaya sombong." Ucap Ailee dengan menekan kata sombong.

Zuco hanya diam dengan ekspresi datarnya.

Ailee menunjuk ke arah anak-anak tersebut. "Kamu pernah mikir gak sih betapa beratnya hidup mereka? Di usia mereka, mereka harus banting tulang membantu keuangan keluarga. Dan tadi kamu, ya tuhan... Kalimat kamu bisa aja matahin semangat mereka buat belajar."

"Aku--"

"Kamu lahir ditengah keluarga yang berkecukupan, sangat cukup. Sedangkan mereka? Mereka--"

"Apa? Intinya apa?"

"Jangan ganggu kegiatan aku." Tekan Ailee dan hendak berlalu. Namun Zuco menahan pergelangan tangannya.

"Apa?" Tanya Ailee.

Zuco menghembuskan nafas berat dan, "i'm sorry. Aku akan maaf sama mereka juga." Ucapnya.

Ailee terdiam untuk sesaat.

"Tapi lain kali, kamu harus bilang sama aku. Aku khawatir sama kamu. Ya?"

Ailee mengangguk pelan dan membawa Zuco kembali menemui Angga dan beberapa anak-anak pemulung tersebut.

"Adek-adek semua... Kak Zuco mau bilang sesuatu nih!" Seru Ailee mengambil perhatian.

Zuco melirik Ailee sekilas, setelah Ailee mengangguk meyakinkan, ia pun mulai mengucapkan permintaan maaf.

"Sebagai permintaan maaf, Kakak udah pesenin kalian makanan, bentar lagi sampe." Ucap Zuco.

"Woaaah... Makanan..."

"Makasih Kak Zuco..."

"Makanannya pasti enak..."

"Iya, dari pagi aku belum makan... Untung aku ikut belajar hari ini..."

Zuco terdiam mendengar suara-suara itu. Suara-suara yang memancarkan sebuah kebahagiaan walau hanya karena sebuah hal kecil bagi Zuco.

Ia melirik Ailee yang ternyata tengah menatapnya juga. Kemudian Ailee tersenyum seraya mengusap punggung Zuco. Hal itu membuat Zuco mengulas sebuah senyuman yang sangat indah.

"Kamu mirip Mamah aku, kalau senyum." Ucapnya. Ailee hanya mengangguk sebagai balasan.

Sedangkan Angga, ia terlihat tersenyum geli melihat sahabatnya yang setia menemani kejombloannya kini telah memiliki kekasih dan terlihat sedikit nurut pada ucapan kekasihnya itu.

Tak lama kemudian, makanan yang Zuco pesan datang. Ia memesan burger, kentang goreng dan air minum untuk masing-masing anak. 5 anak laki-laki dan 4 anak perempuan.

Ailee langsung membagikan makanan tersebut, di bantu oleh Angga. Sedangkan Zuco, ia terlihat duduk di ujung gubuk tersebut, bahkan sangat ujung.

"Sini bro, pegel duduk di ujung kayak gitu." Ucap Angga mencoba untuk bersahabat dengan Zuco.

"Just shut the fuckin' up."

"Dih, gue baik yah udah ngajak lo duduk yang bener. Serah dah, pegel-pegel tuh bokong!" Sahut Angga yang kesal karena niat baiknya malah di balas air tuba.

Ailee yang mendengar keributan kecil itu langsung mengambil posisi duduk di antara keduanya.

"Baku hantam dong, masa sahut-sahutan doang!" Ujar Ailee dengan terkekeh pelan.

Zuco berdiri dari duduknya. "Pulang yuk! Udah selesai kan?"

"Tunggu mereka selesai dulu, udah duduk sini!"

Zuco mendengus kesal. "Gak bisa..."

"Bukan gak bisa, tapi gak mau." Sahut Angga.

"Bacot lu! Ikut campur lagi, gue--"

"Apa?! Mau apa?!"

Ailee memutar bola mata sebal melihat dua pria itu bertengkar di kedua sisinya.

"Berisik woy!" Ujar Ailee. "Bentar lagi, sini duduk dulu." Ucapnya meminta Zuco untuk duduk kembali.

"Kotor." Balas Zuco setengah berbisik.

Angga menatap kekasih sahabatnya itu dengan tatapan tak percaya. "Anjir, manja banget dah! Hahaha..."

"Yaang, mau kamu yang pukul atau aku yang pukul dia?" Kesal Zuco.

Ailee hanya tertawa bersama Angga. Dan dengan perlahan raut wajah Zuco berubah masam. Ia melipat kedua lengannya di depan dada dan menatap Ailee juga Angga bergantian.

"Kak Zuco makasih yah makana--"

"DIMAS! DIMAS!" seorang wanita berjalan ke arah mereka dengan kemarahan.

Ailee melirik salah satu anak yang terlihat menunduk takut.

"INI DIA! SINI KAMU!" Ibu tersebut menarik seorang anak yang bernama Dimas itu turun dari atas gubuk.

Ailee dan Angga pun beringsut turun untuk menghampiri wanita tersebut. Sedangkan Zuco, ia hanya bisa berdiri dengan ekspresi yang sulit untuk di jelaskan.

"Kamu enak-enakan makan di sini, sedangkan adik-adik kamu kelaparan nungg--"

"Bu, saya mohon jangan marahi Dimas..." Mohon Ailee.

Angga mengangguk setuju. "Kami di sini belajar, bukan main-main."

Wanita itu menatap Ailee dan Angga bergantian. "Adik-adiknya gak bakalan kenyang karena dia belajar di sini. Dimas harus kerja." Tekannya.

Kedua mata Ailee mulai berair. Ini pertama kalinya ia melihat seorang Ibu bisa seegois ini. Bukankah sudah menjadi tanggung kewajiban orang tua untuk membiayai anaknya sampai mereka benar-benar siap untuk di lepas dan mencari jalan masing-masing, bukan malah sebaliknya.

"Bu... Hiksss... Saya mohon jangan tarik tangannya, Dimas pasti kesakitan..." Mohon Ailee saat wanita itu menarik paksa lengan Dimas agar pergi dari sana.

Zuco menggeram tertahan saat wanita itu tidak mendengarkan apa yang Ailee katakan, bahkan sampai membuat gadisnya itu menangis.

"Dimas, kita per--"

"Tunggu!" Zuco menahan kepergian wanita tersebut.

Ia menarik Ailee agar berdiri di belakangnya.

"Lepaskan tangannya." Ucap Zuco.

"Tidak ak--"

"Saya bilang lepaskan." Tekan Zuco.

Karena tak kunjung di lepaskan, Zuco meraih dompetnya dan memberikan dua lembar uang merah pada wanita tersebut.

"Ambil. Ambil dan biarkan Dimas di sini." Ucapnya.

Wanita itu langsung melepaskan lengan Dimas dan menerima uang yang Zuco tawarkan.

"Ter--terima kasih, Dimas boleh belajar. Saya--saya permisi, anak-anak saya yang lain butuh makan." Ucapnya.

Ailee mengernyit heran.

"Dimas pun. Sejak pagi dia belum makan dan Ibu tidak memikirkannya? Ibu tidak memikirkan apa Dimas memiliki tenaga untuk memulung? Berjalan berkilo-kilo meter?" Ujar Ailee dengan air mata yang keluar begitu saja.

Zuco meminta wanita itu untuk pergi. Kemudian ia raih tubuh Ailee ke dalam pelukannya.

"Makasih... Makasih kamu udah bantu Dimas..." Ucap Ailee seraya memeluk tubuh Zuco dengan erat.

"It's okay, jangan nangis..." Ucap Zuco.

Ailee melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.

Anak bernama Dimas tersebut terlihat tersenyum menatap Zuco, tangannya bertautan satu sama lain.

"Mau bilang makasih? Mau peluk Kak Zuco?" Tanya Ailee.

Dimas tersenyum malu membuat Ailee terenyuh, bisa-bisanya anak itu tidak menangis walau mendapatkan perlakuan kasar seperti tadi. Sepertinya Dimas memang sering di perlakukan seperti itu dan Ailee berharap hal tersebut tidak terjadi pada anak-anak yang lain.

"Mau gak?" Tanya Ailee kembali.

"Baju aku kotor..." Jawabnya pelan.

Ailee mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi wajah Zuco.

Ailee pun tersenyum saat Zuco menganggukkan kepalanya.

"This is for you..." Ucap Zuco seraya merendahkan tubuhnya untuk memeluk tubuh kecil Dimas.

Hening. Dan,

"Uuuuwuuu sekali..." Pekik Ailee.

"So sweetnya pangeran Zuco kita ini."

"Kita apa? Gue cuma milik Ailee." Sahut Zuco memprotes apa yang Angga katakan.

Mereka pun kembali melanjutkan proses mengajar anak-anak membaca dengan alat dan buku seadanya.

Zuco memeluk Ailee dari belakang dan melihat Angga yang tengah mengenalkan cara baca tiga suku kata.

"Katanya rutin yah?" Tanya Zuco.

"Heem." Jawab Ailee seraya berusaha melepaskan lengan Zuco yang memeluknya dari belakang. Namun gagal.

"Jangan lagi yah..."

"Maksudnya apa?" Ketus Ailee tak suka.

"Aku, aku gak suka kamu pergi tanpa bilang aku dan perginya bareng dia. Naik motor pula," keluh Zuco yang membuat Ailee benar-benar tak habis pikir.

"Gimana kalau, kalau aku sewain guru les aja buat mereka?"

Sebegitu niatnya Zuco sampai ia rela keluar uang hanya agar Ailee menghentikan kegiatannya dan fokus menghabiskan waktu dengan dirinya.

"Santai kali, mereka bentar lagi pinter baca. Kita tinggal kasih buku dan mereka bisa belajar sendiri di rumah masing-masing." Ujar Angga yang ternyata mendengar apa yang Zuco katakan. Dan Zuco hanya memutar bola mata sebal tanpa melepaskan pelukannya dari tubuh Ailee.

Bersambung...

TBC______

Vote dan Comment gaeees!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
beda kasta, serem kalo konfliknya berat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status