Share

6. Gagal Ekskul

Semoga suka:)

Dengan langkah terburu-buru Ailee berjalan menyusuri lorong setiap kelas menuju sebuah ruangan serba guna untuk menemui anggota cheers lainnya. Ini adalah kumpulan pertamanya dan Ailee sangat bersemangat untuk hal itu. Pasalnya menjadi anggota cheers adalah keinginannya sejak lama, dan ia bisa lebih sering bertemu dengan para pemain basket, terlebih kapten basketnya saat mereka memiliki jadwal latihan bersama.

Yaps, sejak pertama kali masuk SMA ini, Ailee sudah di buat jatuh hati oleh pesona dari seorang kapten basket yang satu tahun di atasnya, Kakak kelasnya.

Dengan nafas yang masih terengah-engah, Ailee berdiri di hadapan beberapa siswi lainnya.

"Hai..." Sapanya seraya mengatur nafas.

"Emh, Lee..." Ucap salah satu siswi yang bernama Dhira, ia merupakan ketua cheers di sana.

Dhira berjalan menghampiri Ailee yang masih berdiri dengan tersenyum kaku.

"I-iya Kak?"

"Kayaknya lo gak bisa gabung tim kita deh," ucap Dhira yang hampir saja membuat mata Ailee melompat dari tempatnya.

Ailee melirik yang lainnya dengan tatapan bingung. "Tapi kenapa?"

"Karena gue, bahkan hampir satu sekolah udah tahu kalau lo pacaran sama murid Phiresa."

Ailee terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Gu-gue gak pacaran, gue bahkan baru kenal dia seminggu ini..." Jawab Ailee.

"Terus apa hubungannya sama gue yang gak bisa masuk tim Cheers sekolah, Kak?" Tambah Ailee bertanya.

Ceklek.

Seorang siswa memasuki ruangan dengan lengan yang dimasukan ke dalam saku seragam.

"Kak Milan..." Lirih Ailee melihat pria yang di sukainya masuk ke dalam ruangan.

Wajah tampan, hidung mancung, kulit putih dan postur tubuh yang tegap nan tinggi membuat Ailee terpaku. Sampai Milan menjetikan lengannya dan membuyarkan lamunan Ailee.

"Jadi lo yang punya hubungan sama sekolah itu?" Tanya Milan dengan ekspresi dinginnya.

Ailee langsung menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Lo tahu kan, kalau Phiresa sama sekolah kita itu selalu bersaing?" Ailee mengangguk.

"Dan lo mau jadiin mereka keluarga dengan cara pacaran sama salah satu muridnya? Leon?"

Ailee menatap Milan dengan kening berkerut. "Kenapa Kak Milan bisa tahu nama Zuco dan kenapa mereka tahu kalau gue pacarnya Zuco?" Pikir Ailee.

"Kenapa diem?" Tanya Milan.

"Emh, persaingan itu cuma ada pas perlombaan aja kan? Jadi harusnya ini gak bisa memengaruhi gue yang mau ikut ekskul ini kan?" Ucap Ailee.

Milan melipat lengannya di depan dada dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Bentar lagi pertandingan basket antar sekolah akan dimulai, Phiresa pasti akan ikut andil."

"Lalu?"

"Kita gak mau ambil resiko kalau dalam suatu keadaan lo ngasih bocoran tentang teknik dan konsep basket sekolah kita." Ujar Dhira.

Ailee menatapnya tak percaya dengan mulut yang terbuka. "Apa? Jadi, jadi kalian pikir gue mata-mata? Kalian pikir gue bakalan ngasih bocoran dan ngancurin sekolah gue sendiri?"

Semua hanya diam dan mengangkat bahu.

"Ya tuhan... Gue gak akan pernah lakuin itu. Kepikiran pun gak ada..." Ucap Ailee yang tak habis pikir dengan apa yang para seniornya katakan.

Milan memegang kedua bahu Ailee dan menatap Ailee dengan intens. Tubuh Ailee seketika menegang, jantungnya berdetak tak karuan.

"Gantengnya..." Pikirnya.

"Dhira bener."

Ailee kembali tersadar. "Gue janji, gue gak bakalan bocorin apa--"

"Berarti bener lo pacaran sama Leon-Leon itu? Secara akhir-akhir ini dia sering antar jemput lo." Ucap Dhira. Dan Milan hanya diam menatapnya.

Damn.

Ailee langsung terdiam. Ia tidak bisa mengatakan tidak lagi. Walaupun terpaksa, tapi menurut penglihatan mereka, dirinya dan Zuco terlihat sebagai pasangan.

"Sorry Lee, lain kali aja ya gabungnya." Ujar Dhira.

Ailee langsung memegang kedua lengan Dhira. "Gue mohon Kak, boleh yah... Lagian buat apa gue bocorin ke Z--"

"Ailee denger," potong Milan. "Leon itu bukan murid biasa, dia Kapten Basket di Phiresa. Dia, bahkan orang tuanya sangat berpengaruh di sekolah itu. Gue rasa setiap sekolah tahu siapa Leon." Tambahnya.

Ailee terdiam. Ia merasa heran, bahkan orang lain lebih mengenal Zuco.

"Semua? Tahu siapa Leon? Hah? Dia--ya tuhan... Gue bahkan tahu namanya karena nolongin dia." Bingung Ailee sekaligus terkejut, ternyata Zuco cukup disegani dan terbilang ujung tombak dari Phiresa.

Dhira membuyarkan lamunan Ailee dengan menepuk bahu kanannya. "Lo bisa pulang,"

"Kak, gue mo--"

"Sorry Lee..." Potong Dhira seraya menunjuk pintu keluar.

Ailee menunduk kecewa atas sikap dan pandangan mereka yang selalu menyangkut pautkan pribadi dengan pekerjaan. Andai mereka bisa profesional, Ailee pasti sudah bergabung bersama tim cheers itu. Tapi sepertinya permusuhan ekskul antar sekolah ini lebih berat dari yang Ailee bayangkan. Atau mereka saja yang terlalu ketakutan dan berambisi.

Ailee menghela nafas pasrah dan hendak berlalu. Namun pergelangan tangannya berada dalam genggaman seseorang, Milan.

"Nomor handphone lo berapa?"

Ailee terpaku, namun kupu-kupu dalam perutnya seakan terbang menuju tak terbatas.

"Buat apa minta nomor pengkhianat?" Ujar salah satu siswa yang duduk bersama yang lainnya.

Sedih? Tentu saja. Ailee hanya diam tak menanggapi.

"Kamu diam. Berapa?" Ulang Milan bertanya.

"Ah iya, 12 Kak."

Milan terkekeh pelan yang berhasil membuat Ailee semakin hanyut dalam senyuman indahnya dan melupakan kalimat pengkhianat yang sempat ia dengar.

"Bukan jumlahnya, sebutin nomornya..."

Ailee menggigit bibir bawahnya dan merutuki kebodohannya. "Ah iya Kak, maaf..." Ucapnya dan ia pun menyebutkan satu persatu nomor ponselnya.

Drrt... Drrt...

Milan menghubungi nomornya. "Save ya."

Ailee mengangguk pelan dan langsung berlari keluar dengan ekspresi sedih dan kecewa, tujuan utamanya tidak terlaksana. Ia sangat ingin bergabung dengan tim cheers sekolahnya, ia selalu suka melihat aksi yang dilakukan tim cheers di TV dan dimanapun, akan sangat keren jika ia bisa melakukan. Begitulah isi pikirannya.

Ailee pun berdiri di tepi jalan untuk menunggu angkutan umum. Namun tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di hadapannya. Ia hanya memutar bola mata sebal, ia mengenal mobil itu dan juga seseorang yang turun dari dalamnya.

"Hai..." Sapa Zuco seraya memegang pinggang ramping Ailee untuk memeluknya, namun Ailee malah memundurkan tubuhnya.

Zuco mengernyit heran. "Hey, kamu kenapa?"

Ailee hanya diam dan kembali menunggu kendaraan umum untuk mengantarnya pulang.

"Kamu nunggu apa? Ayo masuk," ujar Zuco yang sudah membukakan pintu untuk gadisnya itu.

"Gak usah." Tolak Ailee ketus.

"Kamu sakit?" Tanya Zuco seraya merangkul bahu Ailee.

Ailee mendorong tubuh Zuco agar menjauh dari dirinya

"Kamu kenapa sih?" Heran Zuco.

Ailee pun mengangguk pasti dan menatap Zuco. "Jauhin aku."

Dahi Zuco berkerut heran. Ia kembali mencoba untuk meraih lengan Ailee namun gadis itu menjauhkannya.

"Gara-gara kamu, aku di tolak buat gabung tim Cheers sekolah aku." Tekan Ailee.

Zuco menatapnya heran. Dan Ailee hanya berdoa agar Zuco mau menjauhinya, bukan karena Milan yang meminta nomornya, hanya saja ia tidak memiliki perasaan apapun untuk Zuco.

"Aku? Aku ngapain? Aku gak minta orang-orang di sekolah kamu buat lakuin itu." Heran Zuco.

Entah sejak kapan mata Ailee berkaca-kaca, kemudian Ailee menunjuk logo Phiresa pada seragam Zuco.

"Mereka nyangka aku mata-mata buat kamu." Ucapnya. "Mereka bilang aku pengkhianat."

"Hah?" Ucap Zuco tak percaya.

"Mereka takut aku ngasih bocoran tentang trik, konsep dan aissh... Aku bahkan gak ngerti tentang basket..." Bingung Ailee seraya mengusap air matanya dengan kasar.

Zuco memegang kedua bahu Ailee. "Siapa orangnya?"

"Sayang kasih tahu aku, siapa? Biar aku kasih dia pela--" Zuco hendak masuk ke dalam dan mencari siapa orangnya, namun Ailee langsung menahan lengannya.

"Mau ngapain sih? Heuh? Mau memperjelas pikiran negatif mereka? Heuh!?" Kata Ailee dengan mata yang sudah memerah.

"Kamu jauhin aku, itu udah cukup."

Zuco menggelengkan kepalanya. "Ini gak adil buat aku. Mereka terlalu takut."

"Sebelum kamu jadi pacar aku, kita udah tanding di beberapa pertandingan dan sekolah ini kalah. Lalu sekarang? Kenapa mereka nyalahin hubungan kita? Skill mereka aja yang jelek." Heran Zuco.

Ailee masih merasa sakit hati atas penolakan dari seniornya dengan alasan yang tidak adil. Ia hanya bisa menangis untuk saat ini.

"Kalau kamu masih nangis kayak gini, kita masuk ke dalam dan bawa aku ketemu mereka." Ucap Zuco.

"Gak usah, hiksss... Nanti mereka makin gak suka sama aku." Ucap Ailee.

Zuco mengusap air mata Ailee dengan lembut. "Ya udah, jangan nangis... Lagian baguslah gak ikut cheers, bahaya."

"Hah?"

Zuco langsung membawa Ailee ke dalam pelukannya. "Jangan nangis... Gak enak juga jadi anggota cheers kayak gitu, cape, bahaya juga. Aku gak mau kamu kenapa-napa."

"Aku sayang kamu..."

"Heem." Sahut Ailee.

"Heem apa?"

"Iya... Iya... Sayang kamu juga." Zuco tersenyum mendengar kalimat itu.

Ia pun meminta Ailee untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Aku anter pulang. Jangan pernah minta aku buat jauhin kamu. Aku gak suka. Kalau ada yang bikin kamu gak nyaman, di sekolah atau manapun, kasih tahu aku. Okay?"

Ailee tidak menjawabnya, ia hanya duduk dan langsung memasang sabuk pengamannya seraya menunggu Zuco duduk di depan kemudi.

Zuco mengusap kepala Ailee dengan lembut. "Jangan nangis lagi," ucapnya seraya mengecup bibir Ailee sekilas.

Deg.

Untuk kedua kalinya Zuco mencium bibirnya dan sengatannya masih terasa sama untuk Ailee. Mengejutkan. Setelah itu, Zuco masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan mobilnya.

"Aku akan cari tahu, siapapun orangnya." Ucap Zuco dalam hati.

Selama di perjalanan menuju rumah, Ailee hanya menatap jalanan, mengabaikan apa yang Zuco katakan. Dan Zuco tidak suka hal itu.

"Aku gak suka dicuekin." Ucap Zuco, Ailee meliriknya sekilas dan kembali sibuk dengan pikirannya.

Zuco memutar bola mata sebal dan menghentikan laju mobilnya, membuat Ailee menatapnya malas.

"Ada apa?" Tanyanya malas.

"Aku gak suka kamu cuekin aku kayak gini."

Ailee mengangguk pelan, dia benar-benar lelah di hari ini. "Terus harus apa? Kamu cerita tentang si A, si B sedangkan aku gak tahu mereka yang mana, kayak gimana? Aish... Aku cape Zuco. Bisa biarin aku duduk diem doang gak?" Ujarnya yang terdengar benar-benar lelah, sangat lelah.

"Ini apa?" Tanya Zuco seraya meraih sebuah amplop putih yang terjstuh dari saku rok yang Ailee kenakan.

Ailee meliriknya dan matanya membulat dengan sempurna. Kemudian ia langsung mengambil alih amplop tersebut dan memasukannya ke dalam tas.

"Itu apa?" Tanya Zuco lagi.

Ailee menggelengkan kepalanya. "Bukan apa-apa, ayo jalan lagi aja..."

Zuco menyandarkan tubuhnya. "Aku gak akan jalan sebelum kamu kasih tahu aku, itu apa. Jadi, itu apa?"

"Kalau gak mau nganterin pulang ya gak pa-pa." Ucap Ailee seraya membuka pintu mobil. Namun nihil, pintunya tidak bisa dibuka karena Zuco telah menguncinya.

Ailee mendengus kesal dan menyandarkan tubuhnya dengan pasrah. "Itu surat dari Tata Usaha,"

Zuco menegakan tubuhnya dan menatap Ailee cukup serius.

"Udah kan? Ayo jalan, aku cape."

"Boleh aku tahu isinya tentang apa?" Tanya Zuco ragu.

Ailee menatapnya dan menggelengkan kepalanya perlahan dengan tersenyum tipis. "Enggak, lagian ini bukan masalah besar."

"Jadi isi suratnya masalah? Kasih tahu aku, siapa tahu aku bisa bantu." Ucap Zuco.

Ailee memejamkan matanya sejenak, "kenapa aku harus ngomong gitu..." Sesalnya dalam hati.

Zuco meraih lengan kanan Ailee dan menatapnya untuk meyakinkan. "Kasih tahu aku, aku akan berusaha buat bant--"

"Gak perlu. Kamu urusin aja urusan kamu. Buka pintunya, aku bisa pulang sendiri." Potong Ailee.

"No, i'll never let you go or take you home until you tell me what is happen." Ujar Zuco.

Ailee mendengus kesal dan, "ini surat pembayaran SPP,"

"Selama berapa bulan?" Tanya Zuco. Ailee menatap Zuco penuh selidik, dari pertanyaannya, Ailee bisa menebak bahwa Zuco memiliki niatan untuk membantunya, tapi tidak. Itu tidak boleh terjadi.

"Besok aku akan bayar, kok." Jawab Ailee.

"Boleh aku bantu?" Tanya Zuco ragu. Ia takut jika Ailee akan tersinggung dengan kalimatnya.

"Maksud kamu?"

Zuco memegang kedua bahu Ailee. "Kamu jangan tersinggung, aku cuma mau bantu kamu. Kalau kamu--ah iya, kamu boleh ganti uangnya nanti, supaya kamu gak--"

"Aku kan udah bilang, besok aku akan bayar uang SPPnya. Terima kasih tawarannya." Potong Ailee.

"Yaang, aku minta maaf tapi-- i just want to help you..." Ucapnya tulus, Ailee bisa melihat sorot mata itu.

Ailee menggelengkan kepalanya untuk kesekian kali. "Gak perlu,"

"Kamu punya uang dari mana?" Tanya Zuco.

"Uang jajan, aku tabung sebagian. Kamu udah tahu keadaan aku, kamu masih mau bareng aku?"

Zuco tersenyum bangga dan mengangguk pasti. "Selama masih ada cinta, semuanya gak berarti buat aku."

Ailee terdiam bersamaan dengan Zuco yang memeluknya cukup erat. Apa Zuco benar-benar mencintainya, jangan cinta, itu terlalu jauh. Apa Zuco benar-benar menyukainya? Ck. Ailee beruntung, tapi di sisi lain ia juga merasa tidak pantas bersanding dengan putra seorang pengusaha seperti Zuco.

"Kalau kamu butuh sesuatu, kasih tahu aku. Okay?" Ucap Zuco seraya melepaskan pelukannya.

Ailee hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dan Zuco pun kembali menjalankan mobilnya untuk mengantarkan Ailee pulang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
konyol ni pangeran, baru kenal dah cinta ae ahahhaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status