Share

7. Bertemu Ayah Zuco

Semoga suka...

Ailee terdiam, ia menatap dengan takjub setiap sudut rumah kekasihnya yang sangat mewah itu. Ya, beberapa saat setelah berbincang di perjalanan, Zuco meminta Ailee untuk ikut ke rumahnya terlebih dahulu dan dengan sedikit paksaan, Zuco berhasil membujuk Ailee untuk berkunjung ke kediamannya.

"Kamu duduk dulu aja, aku cari Papah aku dulu." Ucap Zuco dengan tersenyum.

Ailee mengangguk paham seraya mendudukkan tubuhnya di salah satu sofa yang sangat empuk.

"Selamat siang Non, mau Bibi buatkan minuman apa?"

Ailee sedikit terperanjat ketika seorang wanita paruh baya dengan tiba-tiba menanyai dirinya.

"Ah iya ap--apa saja," jawab Ailee dengan gugup, lalu seorang pria dengan stelan rapih khas kantoran berjalan menuruni anak tangga.

Pria itu tersenyum ke arahnya. Ailee pun berdiri dan menyalami pria paruh baya itu dengan sopan saat mereka berhadapan.

"Zuco nya mana?" Tanyanya.

"Ini pasti Papahnya," pikir Ailee. Kemudian ia mengangguk sopan, "tadi Zuco ke arah belakang sana, Pak." Jawab Ailee.

"Panggil aja Om Jhon, Jhonatan Corner." Ucap pria tersebut yang membuat Ailee semakin yakin bahwa ia adalah Ayah dari Zuco. Terlihat dari namanya.

Ailee mengangguk sopan dengan senyuman.

"Senyumannya cantik sekali, ayo silahkan duduk!" Ucap Jhon mempersilahkan.

Ailee kembali mengangguk dan duduk dengan gugup, entahlah, ia hanya merasa malu saja.

"Om kira, kamu satu sekolah sama Zuco, ternyata enggak yah?" Ailee mengangguk pelan sebagai jawaban.

Kemudian Zuco datang dan langsung duduk bergabung bersama kekasih dan juga Ayahnya.

"Pah, aku nyariin loh. Aku kira lagi di belakang," ucap Zuco seraya merangkul pinggang Ailee, yang membuat gadis itu duduk tidak tenang dan menahan rasa malu karena di tatap Ayah dari pria manjanya.

Jhonatan hanya tersenyum melihat tingkah putranya itu, satu-satunya peninggalan dari almarhumah istrinya.

"Ganti dulu baju sana! Cepetan!" Paksa Jhon dengan melempar sebutir kacang pada putra tampannya itu.

Dengan malas Zuco menuruti perintah sang Ayah. "Papah jangan ganggu Ailee, awas aja kalau ganggu!" Ucap Zuco memperingatkan, kemudian berlalu menuju kamarnya.

Jhonatan hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya. "Semenjak Ibunya meninggal, dia sempet terpuruk. Banyak sekali perubahan dalam kehidupan kami setelah istri saya meninggal. Dan Zuco yang paling merasa kehilangan." Ucapnya.

Ailee terdiam menyimak apa yang Ayah dari Zuco katakan.

"Dia sangat dekat dengan Ibunya, sejak saat itu, hampir dua bulan, dia sempet keluar masuk rumah sakit, karena kesehatannya menurun." Jhonatan tersenyum saat tak bisa melanjutkan kalimatnya.

Ailee beringsut dari tempat duduknya dan beralih duduk di samping seorang pria paruh baya yang terlihat sedih mengingat putra satu-satunya, satu-satunya harapan yang ditinggalkan oleh mendiang istrinya.

"Om, jadi sejak kepergian Tante, Zuco jadi emh... Ngelukain diri sendiri?" Tanya Ailee dengan hati-hati.

Jhonatan terdiam. Hal itu membuat Ailee menjadi merasa bersalah. "Ah Om, maaf aku--"

"Dia, memang sedikit berbeda, tapi kepergian Ibunya membuat itu semakin memburuk, dia takut ditinggalkan. Dia takut sendirian. Apa dia sempat ngelukain diri sendiri di depan kamu?"

Ailee terkejut. Ternyata sebelumnyapun Zuco memang seperti itu. "Ah ya tuhan..." Lirih Ailee.

Jhonatan merangkul bahu Ailee dan menatapnya penuh harap. "Semenjak ketemu kamu, Zuco mulai bisa menerima kepergian Ibunya. Om mohon sama kamu, selama kamu yang menjadi alasan anak Om bahagia, Om mohon agar kamu tetap stay with him."

Ailee terdiam, ia membayangkan dirinya yang tak kunjung mencintai Zuco tapi harus tetap berada di sampingnya, setidaknya selama pria itu masih menginginkannya.

"Kamu harus janji sama Om, Ailee. Kamu bisa, kan?"

Ailee hanya diam dengan ekspresi bingungnya. Ia tidak bisa menjawab apapun untuk saat ini.

"Bagaimana kalau kamu pindah sekolah? Om yakin, Zuco pasti akan senang mendengarnya." Ucap Jhonatan.

Ailee langsung menggelengkan kepalanya. "Om, aku tahu Om sangat menyayangi Zuco, tapi Zuco harus terbiasa dan paham bahwa apa yang diinginkannya tidak selalu bisa ia dapatkan."

Jhonatan menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. "Om akan terus berusaha agar Zuco bahagia, dan kamu tahu apa alasannya." ucapnya.

"Zuco akan sembuh, dia gak akan ngelukain diri dia--"

"Kamu janji? Kamu harus bisa merubah kebiasaan buruknya itu."

Ailee langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Emh, Om maksud aku, ak--"

"Yaaang... Sini!" Panggil Zuco dari atas tangga sana.

Ailee melirik Zuco sekilas, kemudian meraih lengan Jhonatan yang kini tengah menunduk sedih, menyembunyikan air matanya. Ailee genggam lengan dingin tersebut dan,

"Aku udah gak punya Ayah, Om jangan nangis..." Ucapnya, namun sayang hanya dalam hati.

Ailee menelan ludahnya dengan susah payah agar rasa ingin menangisnya menghilang. "Om ak--"

"Aileee! Papah lepasin tangan Ailee!" Ujar Zuco yang sudah mulai kesal menunggu di atas tangga sana.

"Iya, nak, kau ini!... Pergilah Ailee, temui pangeran mu itu." Sahut sang Ayah.

Ailee pun menurut dan berjalan menuju Zuco yang tengah melipat tangan di depan dadanya. Ailee hanya menatap wajah Zuco sampai ia berada tepat di hadapannya.

"Ada apa?" Tanya Ailee.

Zuco tersenyum, kemudian ia raih lengan kanan Ailee dan mereka berjalan beriringan. Ailee menatap lengannya yang berada dalam genggaman Zuco, tangan yang sempat di sayat sebuah cutter dengan sengaja. Tangannya putih, uratnya tercetak rapih, namun telapak tangannya sangatlah lembut.

"Here we go!" Zuco tersenyum lebar seraya membuka pintu kamarnya.

Ia berjalan membawa Ailee masuk ke dalam kamarnya.

Ailee mengangguk-anggukan kepalanya, ia cukup terkejut dengan keadaan kamar Zuco yang sangat rapih. "Rapih juga yah kamar kamu," ucapnya.

Zuco tersenyum bangga dengan dagu terangkat. "Iya dong."

"Itu apa?" Tanya Ailee menunjuk sebuah gulungan kertas di atas meja belajar.

Zuco langsung berlari dan mengambil gulungan kertas tersebut. Kemudian ia berlalu ke dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, wajar saja, kamarnya begitu luas. Ailee mengedarkan pandangannya, lemari yang besar, meja belajar yang luas, tempat tidur yang mewah, sebuah sofa santai, rak buku dan meja dengan foto-foto Zuco bersama Ayah dan Ibunya.

"Ah dengan barang sebanyak ini kamarnya masih saja luas, ck." Gumam Ailee seraya berjalan menuju meja yang terdapat foto kecil Zuco hingga yang terbaru di sana.

Ailee meraih sebuah foto dimana Zuco yang berdiri di antara Ayah dan Ibunya.

"Mamahnya cantik," ucap Ailee dan,

"Iya, wanita paling cantik yang ada di hidup aku. Sekarang ditambah kamu," ucap Zuco seraya memeluk Ailee dari belakang.

Tubuh Ailee menegang merasakan sebuah tangan melingkari perutnya dengan sempurna. Kemudian ia merasakan hembusan nafas pada lehernya saat menopang wajahnya di atas bahu gadis kesayangannya.

"Emh, jangan kayak gini, aku gak suka." Ucap Ailee seraya melepaskan diri dari pelukan Zuco.

Zuco pun berjalan dan duduk di tepi tempat tidur dengan terus memandangi Ailee yang masih melihat-lihat foto di atas meja sana.

Kemudian pandangannya berhenti di sebuah foto, foto yang paling berbeda dan mencuri perhatian Ailee.

"Ini siapa?" Tanya Ailee seraya menunjukan sebuah frame pada Zuco. Foto dengan empat orang di dalamnya, Kedua orang tua Zuco, Zuco dan satu orang pria yang terlihat lebih tua dari Zuco.

Zuco meminta Ailee untuk duduk di sampingnya dengan menepuk tempat di sebelah kirinya. Ailee pun menyimpan kembali foto tersebut di tempatnya semula, kemudian berjalan menghampiri Zuco.

"Itu siapa?" Tanya Ailee sesaat setelah duduk di samping kiri Zuco.

"Itu Kenan, Kakak aku." Jawab Zuco dengan senyuman tipisnya.

Ailee terdiam bingung. Bukankah Zuco anak satu-satunya dari mendiang Ibunya, lalu bagaimana bisa pria itu menjadi Kakaknya? Bingung Ailee.

Zuco tertawa pelan. "Bingung kan? Haha, Aku emang anak tunggal dari Mamah. Tapi aku punya Kakak dari pernikahan Papah sebelumnya." Jelas Zuco.

Ailee mengangguk paham. Kemudian ia kembali berdiri dan berjalan mendekati meja belajar yang mungkin jarang digunakan karena keadaannya benar-benar rapih.

"Aku sama Kak Kenan beda 5 tahun," tambah Zuco.

"Kalian deket?"

"Ya bisa dibilang begitu, dia tinggal di sini bareng kita. Sekarang masih di US, sambil nunggu wisuda." Ucap Zuco dan Ailee menganggukkan kepalanya paham.

Ailee mengernyit heran saat ia melihat kembali sebuah kertas yang digumpal asal di sudut meja belajar. Ia melirik Zuco sekilas, ternyata Zuco tengah memainkan ponselnya, ia pun meraih kertas tersebut.

"Emh... Maaf tapi, mantan istri Papah kamu, dia--"

"Dia sudah memiliki keluarga baru, sesekali Kak Kenan menjenguknya." Potong Zuco menjawab.

Ailee melirik Zuco kembali dan kemudian ia buka gulungan kertas tersebut, mulutnya terbuka tak percaya.

"Obat?" Gumamnya bertanya pada diri sendiri.

Ia raih sebutir obat yang digulung oleh kertas tersebut, kemudian berdiri di hadapan Zuco.

"Ada apa?" Tanya Zuco.

Ailee menunjukan telapak tangannya untuk memperlihatkan obat tersebut. "Jadi yang kamu buang di kamar mandi tadi itu, obat?"

Zuco berdiri dari duduknya dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat gusar.

"Ini obat ap--" Ailee terdiam saat pandangannya menemukan satu botol obat di atas nakas samping tempat tidur Zuco.

Ia membuka botol obat tersebut, "obatnya sama, ini obat apa?"

"Itu..."

"Kenapa gak kamu minum?"

Zuco menunduk lemah. "Aku cape minum obat itu, aku gak sakit." Lirihnya.

Ailee menutup matanya sebentar dan kembali mendekati Zuco. "Papah kamu bilang, kamu sempet drop, kalau kamu diminta minum obat ya berarti kamu emang perlu--"

"Aku. Gak. Sakit. Dan aku gak butuh obat." Tekan Zuco dengan tatapan dinginnya.

Ailee memutus tatapan dengan Zuco, ia takut melihat tatapan datar dan suara dingin seperti itu.

Ailee mengangguk pelan. "Kalau gitu aku pulang." Ucap Ailee seraya berlalu melewati Zuco.

"Ailee..." Lirih Zuco seraya menahan pergelangan lengan Ailee.

Ailee kembali memundurkan langkahnya.

"Aku gak butuh obat penenang. Aku baik-baik aja... Aku bukan orang gila yang suka mengam--"

"Jangan. Jangan diterusin." Potong Ailee seraya mengusap lengan Zuco.

Zuco mengangkat wajahnya dan menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang membuat Ailee terpaku.

Ada rasa iba saat menatap jauh ke dalam manik mata yang indah dan tajam yang akhir-akhir ini selalu mengamati dirinya.

"Aku gak sakit... Ailee aku gak sakit..." Lirih Zuco. Ailee menarik tubuh tegap Zuco ke dalam pelukannya.

"Aku bener-bener gak sakit, aku udah bisa terima kepergian Mamah... Aku udah berusaha untuk ngontrol diri aku, aku gak pa-pa... Aku--"

"Ssst... Aku tahu, aku tahu kamu gak pa-pa..." Ucap Ailee dengan harapan bisa menenangkan Zuco.

Ailee mendudukkan Zuco di tepi tempat tidur, begitupun dirinya. "Tidur kamu nyenyak?"

Zuco terdiam, kemudian mengangguk pelan. "Sejak ada kamu, iya. Tidur aku baik, gak gelisah seperti sebelumnya."

"Jangan ngomong gitu." Ucap Ailee. "Kalau ngomong gitu bakalan jadi beban banget buat niat aku untuk jauhin kamu, ish." Gumamnya dalam hati.

Zuco menggenggam lengan Ailee dan menatapnya dengan intens. "Jangan tinggalin aku,"

Ailee menarik lengannya, ia tidak bisa berjanji.

Zuco menatapnya tak suka.

"Aku gak bisa janji," ucap Ailee. "Tapi, aku juga gak bisa ngelarang kamu untuk terus berusaha." Lanjutnya yang berhasil membuat Zuco kembali tersenyum.

Ailee membalas senyuman itu, setidaknya Zuco tersenyum. Pikir Ailee. "Ya tuhan, ada apa denganku, apa aku udah gila? Gimana kalau dia bener-bener--aishh... Help me god." Gumamnya dalam hati saat menyadari apa yang baru saja dikatakan mulutnya.

"Aku akan bantu bilang ke Papah kamu kalau kamu gak butuh obat itu. Tapi kamu harus janji, kalau kamu itu bener baik-baik aja." Ucap Ailee.

Zuco mengangguk dengan cepat.

Drrt... Drrt...

Tiba-tiba saja handphone Ailee bergetar, ia langsung meraih tasnya yang ia simpan di atas tempat tidur Zuco saat masuk tadi.

From: Kak Milan

Gue bakal bantu lo buat masuk tim cheers sekolah, tapi dengan syarat, gimana?

Read.

Ailee terdiam, kemudian Zuco meraih ponselnya dengan tiba-tiba.

"Siapa Milan?" Tanya Zuco.

"Dia Kakak kelas aku, kapten basket sekolah aku. Kamu gak tahu dia?"

Zuco menggelengkan kepala dengan kening berkerut. "Enggak sama sekali." Tekan Zuco. Kemudian tersenyum hambar, "emangnya dia artis, sok terkenal."

Ailee memutar bola mata sebal. "Dia terkenal di sekolah aku. Lagian dia kenal kamu, jadi aku kira kamu kenal juga."

"Enggak. Nih, HP kamu."

Mata Ailee membulat dengan sempurna. "Yah, yah kok dihapus... Ya ampun nomornya juga... Zuco kamu apa-apaan sih!"

"Masih untung gak sempet aku blok, lain kali kalau dia chat kamu lagi, bakalan aku blok. Kalau macem-macem, aku datengin ke sekolah kamu." Ucap Zuco tak suka.

"Jauhi cowok itu, Milan, Angga dan cowok manapun juga." Tambah Zuco memperingatkan.

"Angga kan sahabat aku, sempet kumpul bertiga juga kan kita, ya ampun, kamu nyebelin banget..." Heran Ailee yang sudah benar-benar tidak suka dengan sikap Zuco yang satu ini.

Ailee hanya bisa menggeram tertahan dan menatap Zuco dengan tajam. "Arrghhh, pengen jadiin dia tumbal ya tuhan..." Geramnya.

Tok... Tok... Tok...

"Den, waktunya makan siang... Mau makan di bawah atau Bibi anterin ke kamar?"

"Di--"

"Di bawah aja Bi! Bentar lagi Zuco turun ke bawah." Sahut Ailee menjawab.

Zuco pun berdiri dan meraih lengan Ailee, "kamu juga harus ikut makan, ayo!"

Ailee tidak bisa menolak yang satu ini dan mereka pun keluar dari dalam kamar untuk melangsungkan makan siang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status