Share

10. Pindah Sekolah

Semoga sukaaa...

Suasana riuh dari siswa dan siswi yang baru saja memasuki lingkungan sekolah tiba-tiba saja berubah ketika sebuah mobil mewah masuk ke dalam pekarangan menuju tempat parkir sekolah tersebut. Tak sedikit yang memperlambat langkahnya, bahkan berhenti hanya untuk melihat siapa yang mengendarai mobil tersebut.

Satu kaki saja sudah membuat para gadis berbisik dan membulatkan matanya.

"Wo! Wo! Wo! Guys, sepatunya branded woe..." Bisik salah satu siswi pada siswi yang lainnya.

Dan,

Boom!

Beberapa siswi langsung menutup mulut tak percaya.

"Itu yang suka jemput Ailee kan? Gilaaa, ganteng banget..."

"Apa dia pindah sekolah ke sini?" Sahut yang lainnya.

Sedangkan dari lorong kelas terlihat seorang pria yang tengah menatap Zuco dengan tatapan datar dan tersenyum miring saat melihat Zuco berjalan menghampirinya.

"Hai!" Sapa Zuco yang kini berdiri di hadapan Milan yang sedari tadi menatapnya.

Milan mengangkat sebelah alisnya. "Hai, gue rasa hari ini Ailee gak masuk."

Zuco tersenyum miring mendengarnya dan,

Sreet!

Ia menarik kerah seragam yang Milan kenakan, membuat siswa dan siswi yang berada di sekitar mereka terkejut.

"Dia gak akan pernah masuk ke sekolah ini lagi." Tekan Zuco dengan cengkeraman yang semakin menguat.

Milan terkekeh hambar, "lo kenapa? Kita gak ada masalah bro."

"Gua udah tahu semuanya." Tekan Zuco. "Lo yang udah nekan Ailee untuk mata-matain sekolah gue. Dan gara-gara lo, gara-gara cewek-cewek murahan di sini, cewek gue yang jadi korban." Tambahnya yang berhasil membuat Milan terdiam.

Zuco pun melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Dan Milan mengangguk paham. "Gue bahkan gak tahu mereka--"

"Diem lo anjing!" Potong Zuco yang sudah benar-benar geram terhadap pecundang di hadapannya ini.

"Lo dan siapapun yang udah nyakitin cewek gue, kalian semua udah salah pilih korban." Tekan Zuco.

Lalu tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya dari arah belakang, seseorang yang memberitahu Zuco segalanya, Angga. Zuco meliriknya sekilas dan kembali menatap Milan dengan tajam, juga tangan yang sudah mengepal.

"Udah nyampe dari kapan?" Tanya Angga.

"Barusan." Jawab Zuco.

Mereka melirik ke arah kanan, terlihat seorang pria yang sangat disegani sekolah itu tengah berjalan menghampiri mereka bertiga. Siapa lagi jika bukan kepala sekolah.

"Nak Zuco, selamat pagi..."

Zuco menyalami pria tersebut, "selamat pagi, Pak."

"Pak Jhonatannya, di mana beliau?"

Zuco melirik Milan dengan tatapan elangnya, kemudian kembali menatap kepala sekolah tersebut dengan sopan.

"Papah saya sedang ada pekerjaan penting, Pak." Jawab Zuco. "Dan meminta saya yang datang ke sekolah ini." Tambahnya.

"Loh, tapi pembicaraan kami merupakan pembicaraan penting,"

"Pekerjaan Papah saya lebih penting dari sekolah ini." Ucap Zuco yang malah membuat Angga takut, ia takut jika kepala sekolahnya akan tersinggung, pasalnya kepala sekolah mereka terbilang killer pada siswa dan siswinya.

Tapi ternyata Kepala sekolah tersebut hanya mengangguk dan tersenyum, membuat Milan dan Angga cukup terdiam tak percaya.

"Baik, kalau begitu mari Nak Zuco, kita keruangan saya." Ucap kepala sekolah tersebut, namun Zuco terlihat menolak ajakan tersebut.

"Ada apa nak Zuco?" Tanyanya.

Zuco menunjuk Milan tepat di wajahnya. "Sekolah ini akan mendapatkan bantuan, pasti. Asalkan, pria ini dan para anggota cheers di sekolah ini, mendapatkan hukuman."

Kepala sekolah tersebut terlihat mengernyit heran. "Ada apa ini?"

"Wow, bahkan Bapak tidak mengetahui hal yang terjadi di sekolah yang Bapak pegang?"

Kepala sekolah tersebut melirik dan menatap Milan dengan tajam. "Apa yang sudah kamu lakukan?"

"Angga, sekolah lo gak ada CCTV? Miris." Ucap Zuco seraya merangkul bahu Angga yang kini menjadi teman barunya.

Angga hanya bisa terdiam di hadapan kepala sekolahnya.

"Bapak bisa bertanya langsung pada siswa dan siswi-siswi Bapak yang sok jagoan ini." Ujar Zuco seraya menepuk-nepuk bahu Milan cukup keras.

"Berikan hukuman dan pendanaan akan langsung di proses, hanya itu." Tambah Zuco. "Jangan menutup mata atas kesalahan yang murid anda lakukan hanya untuk menjaga nama baik sekolah," lanjutnya.

"Ten--tentu saja nak Zuco," ucap Kepala sekolah tersebut.

Zuco mengangguk sopan. "Hanya itu saja, hubungi kembali sekertaris Papah saya saat Bapak sudah selesai dengan ya, pria tampan ini... Ish sangat menggemaskan." Ucapnya dengan tersenyum hambar.

"Ga, gue balik, lo hati-hati, jangan sampe nih banci ganggu kehidupan sekolah lo." Ujar Zuco pada Angga.

Angga menaik turunkan alisnya dan tertawa ringan. "Gue titip Ailee,"

Zuco langsung terdiam dan menatap Angga sinis. "Ailee ada di pelukan yang tepat." Ucapnya sombong. Angga hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

Zuco kembali menatap kepala sekolah yang sedari tadi sudah menatap Milan dengan tatapan tajam.

"Saya permisi Pak, terima kasih atas waktunya." Ucap Zuco yang kemudian berlalu.

Setelah beberapa langkah, ia kembali menghentikan langkahnya. Dan menatap Milan dengan tatapan yang menyeramkan.

"You're in danger bro," bisik Angga tepat di telinga Milan yang sedang meredam kekesalannya.

Zuco tersenyum miring dan kembali melanjutkan langkahnya, melewati siswi-siswi yang terpana akan wajah tampan khas bulenya itu.

"Tunggu!" Ujar seseorang yang tiba-tiba saja menghadang langkahnya.

Zuco terdiam, ia memutar ingatannya. Ia merasa pernah melihat siswi yang berdiri di hadapannya kini. Dan benar saja, ia pernah melihat siswi itu. Siswi yang memegang sebuah botol di hadapan Ailee yang tengah menangis meminta ampun untuk berhenti.

Tangan Zuco mengepal dengan sempurna. "Ada apa?" Tanya Zuco yang dengan susah payah meredam emosinya.

Gadis itu terlihat tersenyum dengan melipat kedua tangan di depan dada.

"Ailee--"

"Jangan pernah sebut nama Ailee dengan mulut menjijikan itu." Tekan Zuco.

"Ck, yailaah... Si Ailee kampungan itu cuma manfaatin harta lo doang kali," ujarnya dengan enteng.

Zuco tersenyum hambar. "Untung cewek..." Gumamnya.

"Lo gak tahu apa-apa." Tekan Zuco, karena hanya dia dan Ailee yang tahu siapa yang paling menginginkan siapa.

"Dia--"

Zuco langsung mencengkeram dagu siswi bernama Vina itu dan menatapnya dengan tajam.

"Ayah lo cuma karyawan di perusahaan Bokap gue. Lo tahu itu." Tekan Zuco.

Raut wajah takut mulai menenggelamkan tatapan sombong yang selalu Vina lakukan jika sedang di hadapan orang-orang yang berada lebih di bawahnya.

"Dan, masalah lo bukan cuma itu." Lanjutnya seraya melepaskan cengkeramannya.

Vina menunduk, ekspresi bingung, panik dan khawatir kini memenuhi raut wajah angkuhnya.

"Gue rasa kepala sekolah yang akan ngasih tahu lo dan semua orang yang ada di ruangan sialan itu." Bisik Zuco

"Gue--gue mohon... Jangan--"

"Ssst... No, jangan memohon, itu akan ngelukain Ego dalam diri lo. Ckck. Kasian." Potong Zuco yang kemudian berlalu begitu saja.

Zuco terlihat berjalan dengan santai menuju parkiran, namun tiba-tiba saja langkahnya kembali terhenti. Ia menyipitkan kedua matanya untuk memastikan penglihatannya.

Raut wajah tak suka langsung menghiasi wajah tampannya.

"Ailee?" Herannya saat melihat gadisnya itu tengah duduk di taman dengan ditemani seorang siswi.

Zuco menghembuskan nafas kasar kemudian berjalan menghampiri gadis yang akhir-akhir ini selalu membuatnya khawatir.

"Hahaha... Serius?"

"Heem, dia beneran nangis... Gue sampe cengo sendiri."

Naima merapatkan tubuhnya pada Ailee. "Terus lo gimana?"

"Gue pel-"

"Cium." Sahut Zuco menyela.

Tubuh Ailee menegang mendengar suara pria yang sedang dirinya perbincangkan. Begitupun dengan Naima.

Mata Ailee membulat dengan sempurna ketika Zuco berdiri tepat di hadapannya.

"Kamu, kamu kok bisa ada di sini? Kamu gak sekolah?" Tanya Ailee bingung.

Zuco hanya memberikan tatapan datar, tak ada ekspresi apalagi senyuman.

"Emh, kenalin ini Naima, dia temen sekelas aku..."

Naima tersenyum ramah dan mengangguk pelan. "Ailee suka cerita tentang lo,"

Ailee menatap temannya itu tak percaya. "Imaaa..." Geramnya.

"Really?" Tanya Zuco yang kini sedikit tersenyum.

Naima mengangguk pasti. "Ailee sayang banget sama lo. Ya udah gue tinggal yah, daaah..."

"Imaaa! Awas lo ya!" Kesal Ailee.

Selepas kepergian temannya itu, Ailee hanya diam dan sesekali melirik Zuco yang sama sekali tidak menatapnya.

"Bentar lagi masuk," ucap Ailee yang sudah mulai tidak nyaman dengan keheningan di antara mereka.

"Ya," ucap Zuco.

Ailee memutar bola mata sebal dan berdiri dari duduknya.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Zuco.

"Ke kelas dong, kan bentar lagi bel masuk bunyi." Jawab Ailee.

Zuco mengernyit heran. "Masuk? Ke kelas?"

Ailee mengangguk sebagai jawaban.

"Are you serious? Kamu aja salah masuk sekolah, gimana masuk kelas?"

Ailee terdiam.

"Aku udah bilang sama kamu, hari ini kamu istirahat. Besok baru mulai sekolah, dan bukan di sekolah ini."

"Aku bakalan bosen di rumah, jadi--"

"Aku gak suka kamu ngebantah kayak gini."

Ailee menatapnya tak percaya. "Bantah? Ini hidup aku loh, yang ngerasain bosen itu aku, ya aku bebas dong buat gunain waktu yang aku punya."

"Kamu--"

"Kamu segitu aja marah, suka banget kamu marah-marah sama aku."

"Tapi kamu gak akan sekolah di sini lagi." Ucap Zuco.

Ailee mengangguk paham. "Zuco, kayaknya aku gak usah pindah sekolah deh, di sini aja, gak pa-pa kok."

Zuco terkekeh hambar. "Kamu susah banget yah buat disayangin."

"Gak gitu, aku cuma--"

"Aku dateng ke sini buat minta keadilan supaya orang-orang yang nyakitin kamu dikasih pelajaran, kamu bukannya nurut sama aku buat istirahat malah ck, gak ngerti aku."

Ailee mengangguk paham. "Makasih, tapi itu udah cukup, aku udah baik-baik."

"Kamu bisa ngertiin aku gak sih? Kalau kamu masih di sini, mereka bisa aja-- ah ya tuhan, yaang listen to me... Kita pulang, ayo!"

Zuco meraih lengan Ailee dan membawanya pergi.

"Okay, kita pulang." Putus Ailee.

***

Ailee terlihat mengotak-atik ponselnya, sedangkan Zuco hanya fokus menyetir dan tak menyadari itu sama sekali. Ia masih merasa kesal karena Ailee tidak mendengar perkataannya.

"Lagi ngapain?" Tanya Zuco.

"Zuco, Kak Milan sama Kak Dhira bentar lagi Ujian praktek, dan... Kepala sekolah mau ngeskorsing mereka." Ucap Ailee tanpa mengalihkan wajah dari ponselnya.

"Aku tanya kamu lagi ngapain?"

Ailee terdiam. "Aku harus ngasih tahu kepala sekolah, supaya hukumannya di ganti."

"Apa-apaan sih kamu, masih untung cuma skorsing, harusnya mereka dikeluarin."

"Yang lain gak pa-pa, tapi Kak Milan sama Kak Dhira harus--"

"Terserah kamulah, cape-cape aku usahain."

"Aku minta maaf..." Lirih Ailee berucap.

"Suara kamu kok--ck, kamu nangis? Gadis keras kepala nangis?" Sahut Zuco seraya menepikan mobilnya.

Ailee menutupi wajahnya dengan tangan. "Aku mohon sama kamu, berhenti lakuin apapun buat aku. Aku gak bisa nerima itu semua, aku gak pantes..."

"Nanti aku minta kepala sekolah kamu buat ganti hukumannya." Ucap Zuco.

"Zuco, kamu--"

"Mau apa lagi? Balik sekolah di sana lagi? Ya gak pa-pa, terserah kamu."

Ailee menggelengkan kepalanya. "Aku cuma mau bilang makasih."

Zuco kembali menjalankan mobilnya. "Jangan nangis." Ucapnya.

Ailee mengusap air matanya dan mengangguk pelan.

"Aku akan lakuin apapun, sampai kamu merasa bergantung dan gak akan pernah ninggalin aku. Entah itu karena cinta atau hutang budi." Gumam Zuco dalam hati.

"Aku akan terus mencoba membalas perasaan kamu." Pikir Ailee dan tersenyum menatap wajah serius Zuco saat sedang menyetir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status