****
"Lihat Lea! Ini adalah calon suamimu di masa depan," suara ibu dengan bangga seraya menunjukkan sebuah foto pria remaja yang tengah tersenyum dengan gantengnya.
Lea mau tak mau harus melihatnya, melihat foto yang ditunjukkan oleh sang Ibu. Dengan wajah polos, Lea kembali menatap ibunya tak mengerti. Wanita di hadapannya tersenyum lalu menangkup wajah Lea, "Namanya Varrel Damington, tidak ada alasan untuk tidak mendekatinya. Seminggu lagi ia akan datang kemari untuk mengikuti pertemuan keluarga. Kau bisa mengenalnya dengan baik nanti."
Seperti biasa Lea hanya terdiam, guna menyenangkan ibunya ia terpaksa mengangguk dengan patuh. Tapi sayang belum seminggu seperti yang dijanjikan Ibunya, sebuah kecelakaan maut merenggut kedua orangtuanya. Naasnya lagi belum sebulan Ayah dan Ibunya pergi, perusahaan ayahnya diambil alih oleh Dammington Inc. Salah satu sebab kenapa Lea Kaliea harus mengejar Varrel Damington sampai ke lubang semut sekalipun.
Bayangan buram masa lalu pudar tatkala suara laju mobil berhenti di suatu tempat, Lea tersadar lantas mengarahkan pandangannya ke arah Varrel yang kini duduk menyetir di sampingnya.
"Kita sudah sampai."ucap Varrel memberitahu.
Lea tersenyum lalu mengangguk, ia segera melepas sabuk pengamannya dan keluar dari dalam mobil. Ia melangkahkan kakinya menuju ke apartemen, ia tak memperdulikan Varrel yang mengejar langkahnya dan berusaha berjalan sejajar dengannya.
"Sedari tadi kau hanya diam, ada apa?"
"Tidak. Mungkin aku sedang lelah," jawab Lea seraya tersenyum manis.
Varell Damington balas tersenyum, ia lalu menggandeng tangan mungil Lea penuh perhatian. Menemani kemana Lea pergi adalah kegemaran Varell akhir-akhir ini, membuat kekasihnya bahagia adalah prioritas utama yang Varell akan wujudkan.
"Perlukah aku menemanimu hari ini?" tanya Varell penuh perhatian. Wajahnya menelisik wajah ayu Lea, gadis itu kembali tersenyum tanpa melepaskan genggaman erat tangan Varell Damington.
"Jika kau seharian menemaniku, maka tidak ada uang yang masuk ke dalam kantongku, Varell. Jujur aku tidak bisa hidup tanpa uangmu," celetuk Lea sekenanya.
Jawaban Lea menimbulkan reaksi genit pada Varell. Pria tampan itu segera menarik tangan Lea dan mendekap tubuh yang terpental masuk ke dalam pelukannya. Tak peduli dimana kini mereka berada, Varell lantas mendorong tubuh Lea agar merapat dengan dinding apartemen.
"Kau mau uang berapa? Sebutkan maka aku akan memberikannya untukmu," jawab Varell berbisik dengan tatapan menggoda.
Lea tercenung, matanya sejenak terpaku pada tatapan mematikan milik Varell Damington. "Aku mau semuanya."
"Kalau begitu kenapa kau tidak jadi istri simpananku saja?" jawab Varell sembari menarik dagu Lea dengan lembut.
"Tuan Muda Varell Damington, jika aku memilih menjadi istri simpananmu maka aku akan rugi seumur hidupku. Mungkin akan lebih baik jika aku menjadi istri sahmu," jawab Lea tak kalah genit dengan merangkulkan lengannya di pundak Varell.
"Lalu bagaimana? Perlukah aku menceraikan Bella?" Varell balik bertanya, matanya yang tajam tak kunjung berpindah dari manik mata eksotis Lea Khalilea.
Lea tersenyum lalu mendorong tubuh Varell agar sedikit menjauh. Tanpa menjawab Lea kembali melangkahkan kaki menuju ke apartemennya.
"Lea aku berbicara serius," dengkus Varell seraya berusaha mengejar langkah Lea yang sedikit lebih cepat.
"Aku belum ingin menjadi istrimu," jawab Lea dengan asal.
Gadis itu lantas memasuki apartemennya, menghempaskan tubuh di sofa dengan perasaan sangat lelah. Varell Damington menghela napas, dia lantas pergi menuju ke arah dapur dan mencari air minum untuk Lea.
"Untukmu," ucap Varell sembari menyodorkan segelas air putih dingin.
Lea tersenyum lalu meraihnya," Terimakasih."
Sebelum gadis itu meneguk minuman, ponselnya kembali berbunyi. Mengalihkan perhatian Lea maupun Varell yang kini tengah santai di ruang tamu kecil dalam apartemen tersebut.
"Siapa?" tanya Varell ketika Lea berusaha mengangkat telponnya.
"Temanku," jawab Lea singkat lalu menerima teleponnya.
"Hai," sapa seseorang dari balik telepon.
"Ya. Ada apa?"
"Boleh aku bertemu denganmu?"
"Apa begitu penting?"
"Sepertinya tidak, aku hanya ingin mengobrol denganmu. Ohya aku punya penawaran bagus, mungkin kau akan suka."
"Apa itu?"
"Temui aku di Cafe biasanya. Oke aku tutup dulu telponnya."
Suara itu terputus diikuti dengan Lea yang menurunkan ponsel dari telinganya.
"Siapa?" tanya Varell overprotektif seraya menatap manik Lea Khalilea.
Lea menatap mata Varell lalu tersenyum, tangannya menangkup pipi pria itu dengan gemas. Melihatnya terlalu overprotektif membuat Lea harus menggelengkan kepala.
"Jangan khawatir, dia hanya teman yang ingin ngobrol denganku. Kau tak perlu sekhawatir itu," dengkus Lea sembari menggosok-gosok pipi Varell dengan gemas.
"Temanmu itu cewek apa cowok?"
"Cowok."
"Apa? Cowok?"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Jangan menemuinya!"
"Kenapa?"
"Haruskah aku menjawab pertanyaanmu yang kenapa itu? Berhentilah membuatku cemas!" ucap Varell mendadak kesal.
Pria itu segera beranjak dari duduknya, ia terlihat sangat marah dan gelisah. "Pokoknya hari ini kau tidak boleh keluar untuk menemuinya atau aku akan memblokir sementara kartu kreditmu."
Lea Khalilea tertawa lirih, pria di hadapannya ini benar-benar cemburu dibuatnya.
"Kenapa kau justru tertawa? Apa marahku terlihat lucu buatmu?" Varell terlihat sedikit tersinggung.
"Jika kau memblokir kartu kreditku, bagaimana aku bisa hidup? Varell jangan jahat padaku," rengek Lea sembari meraih ujung jas Varell dan menarik-nariknya seperti anak kecil meminta permen.
Varell mengalihkan tatap ke arah Lea Khalilea, pria itu lalu menarik dagu Lea dan menatapnya begitu dominan.
"Jangan pergi dengan pria manapun jika kau tidak ingin kehilangan sumber kehidupanmu," ancam Varell dengan tegas.
Lea mengulum senyum, ia lalu meraih kepala Varell dengan manja. Tanpa malu, Lea lantas mencium bibir seksi itu secara singkat.
"Jangan khawatir aku tetap akan jadi milikmu selama uangmu masih sanggup menyenangkanku," jawab Lea menggoda seraya merangkul Varell Damington.
Tak tahan akan godaan, wajah pria itu merona merah. Tanpa menunggu apapun, Varell lantas balas mencium bibir Lea dengan brutal.
Dengan sepenuh tenaga, Lea berusaha melayani apa yang menjadi keinginan tuannya. Berbagai ciuman kini melayang di atas tubuhnya. Membuat pria itu puas dan melupakan amarahnya adalah taktik yang selama ini Lea lakukan. Bagaimanapun, Varell memiliki kendali atas dirinya. Jika tidak pasrah lalu mau apa lagi.
"Lea, hari ini akan kuhabiskan dirimu!" bisik Varell di sela-sela ciumannya yang panas.
Lea kembali tersenyum, tak kalah panas gadis itu berbisik, "Lakukan apa yang kau mau. Selagi kau memenuhi kewajibanmu."
*****
"Maaf, aku sangat terlambat." Lea berkata pada Kevin yang menantinya di Cafe hampir 2 jam.
Kevin tak menjawab, wajah masam sudah cukup mewakili bagaimana perasaannya saat ini. Pria itu menatap Lea yang duduk di hadapannya, tersenyum manis Lea berusaha membujuk agar Kevin meredakan kemarahannya.
"Jangan pasang aura wajah seperti itu, kau sungguh menakutiku Kevin. Tersenyumlah sedikit maka kau akan terlihat sangat tampan," goda Lea sembari tersenyum.
"Kau sudah terlambat dua jam, Kau sungguh tidak berperasaan Lea. Apakah kekasih gelapmu tidak mau ditinggal? Apa dia meminta jatah dulu sebelum melepaskanmu," dengkus Kevin sambil menatap ke sisi lain.
"Ayolah jangan marah seperti itu. Jika kau terus-terusan marah aku pergi loh," ucap Lea pura-pura mengancam tanpa menanggalkan senyum manisnya.
"Aku kesal karena kau terlambat," jawab Kevin mendengkus pasrah.
Lea hanya tertawa lirih ketika melihat ekspresi Kevin yang benar-benar kacau akibat dirinya yang terlambat.
"Maaf, ketika kau menelponku Varell tengah bersamaku jadi-,"
"Jangan dilanjutkan!" perintah Kevin semakin kesal seraya meraih kertas berisi menu makanan Cafe tersebut.
"Kau ingin makan apa? Aku yang traktir," ucap Kevin seraya menatap mata Lea dengan lembut.
"Terserah kau saja. Sepertinya kau banyak uang, setiap kita bertemu kau yang selalu mentraktirku."
"Aku memang tidak sekaya pacar gelapmu tapi aku masih mampu kalau hanya untuk mentraktirmu makan."
"Kenapa? Kelihatannya kau masih marah padaku?"
"Aku hanya kesal karena dia terus memanfaatkanmu. Jika ia memang mencintaimu seharusnya dia memilih antara dirimu atau istrinya. Memangnya dia tidak dilahirkan dari seorang ibu," ucap Kevin terus sewot.
Pria itu lantas melambaikan tangannya pada pelayan. Memberi catatan atas menu makanan yang ia pilih. Menatap Lea dengan tatapan lembut, Kevin lantas meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.
"Lea lupakan saja pria itu, pria itu tidak pantas untukmu. Aku memang tidak kaya tapi aku mampu untuk menghidupimu," ucap Kevin terdengar serius.
"Ayolah berbicara yang lain saja. Apakah ini yang kau bilang penawaran penting di dalam telepon?"
"Sebenarnya di tempatku kerja butuh anak magang, jika kau mau kau bisa kerja di sana paruh waktu. Lea, ayolah! Jangan hanya mengandalkan pria bajingan itu saja," dengkus Kevin pelan.
Pembicaraan mereka terhenti sejenak, pelayan cafe datang dan menyuguhkan pesanan di hadapan Kevin. Setelah pelayan itu pergi, Kevin kembali menatap mata Lea dengan harapan besar.
"Aku sudah mengenalmu sejak lama, kau seperti ini pasti ada alasan. Apapun alasanmu aku tidak ingin mengulik hanya saja jika aku boleh menyarankan sebaiknya perlahan kau menjauhi pria itu. Bagaimanapun merusak hubungan orang itu tidak baik."
"Terimakasih atas nasehatmu tapi sepertinya aku masih ingin bermain-main," jawab Lea lalu tersenyum manis.
Gadis itu meraih gelas minumannya, meneguk setengah dengan pikiran yang berkecambuk hebat. Bagaimanapun ucapan Kevin selalu benar di telinganya. Merusak hubungan orang lain itu memang buruk, meskipun demikian Lea tetap tak ingin menyerah apalagi pasrah.
Tanpa sepengetahuan Lea nampak Bella datang menghampirinya. Wajah wanita itu terlihat masam, tanpa ambil pusing ia lantas menjambak rambut Lea dan menumpahkan minuman di atas rambutnya.
"Hei jalang! Sudah merebut suami orang masih berani kencan dengan perjaka lain. Apa maumu sebenarnya?!" teriak Bella mendadak murka setelah berhasil membuat kepala dan rambut Lea basah kuyup oleh minuman.
"Maaf Nyonya, apa yabg sudah Anda lakukan?" tanya Kevin panik sembari berdiri.
Pria itu merogoh saku celana lantas mengeluarkan sapu tangan. Dengan lembut ia meraih kepala Lea dan membersihkannya. Semua tamu cafe pun tercengang dibuatnya, mereka ikut tegang menyaksikan pertengkaran yang tiba-tiba saja terjadi.
"Kau tidak usah menolongnya! Wanita murahan ini pantas mendapatkan apa yang sesuai dengan perbuatannya. Kau sudah dibohongi olehnya! Apa kau tahu siapa dia? Dia perebut suami orang, jika sudah seperti ini apa kau masih mau dengan wanita yang sudah tidur dengan pria suami orang?" marah Bella sambil bersedekap.
Merapikan rambutnya yang berantakan, Lea menepis tangan Kevin dengan lembut. Gadis itu menatap Bella dengan tatapan tenang.
"Aku memang sudah merebut suamimu tapi apakah kau sudah menanyakan padanya kenapa ia begitu tergila-gila padaku? Apakah sudah? Jika kau bisa memuaskannya sudah pasti ia tidak akan mencariku. Hanya wanita yang rewel dan pengatur sepertimu cukup membuat seorang suami kabur."
Plakk.
Suara tamparan terdengar sangat keras tatkala tangan Bella melayang menampar pipi halus Lea Khalilea.
"Nyonya sudah cukup! Jangan sakiti Lea lagi," ucap Kevin tak suka. Pria itu lantas meraih tubuh Lea dan mendekapnya dengan sayang.
"Kau masih saja membelanya? Apakah kau pacarnya? Jika Ya, tolong beritahu pacarmu ini untuk tidak mencampuri urusan orang. Pelacur tetap saja pelacur! Jika kau mau uang aku punya banyak uang tapi tinggalkan Varell untukku!"
"Aku tidak akan meninggalkan suamimu!"
"Apa kau bilang?"
"Nyonya, tidak bisakah kau tidak memperburuk keadaan? Sudah cukup kau memaki dirinya?" bela Kevin mencuramkan alis.
"Bela saja pacarmu! Kalian sama saja!"
"Terserah Nyonya mau bicara apa! Lea adalah gadis baik-baik, ia tidak seperti yang kau tuduhkan. Jika memang ada kebenaran, Lea melakukannya pasti punya alasan." Kevin menatap dua bola mata Lea, menangkup kedua pipinya dengan lembut.
"Apapun alasannya, bagaimanapun dunia menindasnya, tidak ada satupun yang bisa membuat Lea menyerah. Aku mengenalnya maka dari itu aku-, aku mencintainya."
Cup.
Kevin mencium bibir Lea di depan orang banyak, menimbulkan banyak kontroversi yang sulit untuk dicerna. Semua orang terpana kecuali orang yang berada di pojok cafe.
Menatap tajam namun tak berbuat apa-apa, pria itu hanya menyaksikan kejadian tersebut dari kejauhan. Tak lama kemudian ia beranjak berdiri, meninggalkan Cafe tanpa satu orang pun yang peduli.
*********
WARNING 21+****Lea tak pernah menyangka jika Kevin akan menciumnya di depan umum seperti tadi. Jantungnya sempat bergetar karena sebelumnya ia belum pernah menerima ciuman dari siapapun selain ciuman dari Varell. Hari ini benar-benar hari yang tak terduga bagi Lea Khalilea.Berjalan sedikit cepat menuju ke apartemen, Lea berusaha melupakan bayangan Kevin yang tiba-tiba menaut bibirnya. Jika diingat kembali, pria tersebut memang tengah mencuri kesempatan pada dirinya. Sungguh, pria dimanapun tetap sama saja.Lea mempercepat langkah, dengan tergesa ia memasuki kediaman mewah persembahan dari Varell Damington. Belum sempat melihat siapa yang ada di dalam kamarnya, tangan Lea segera ditarik oleh seseorang. Gadis tersebut terkesiap menyadari ada seseorang yang kini begitu posesif terhadapnya."Varell ... Sejak kapan kau ada di sini?" Lea bergumam tak mengerti ketika Varell berusaha memonopoli dirinya.Varell tak menjawab, pria tersebut mendorong tubu
***Setibanya di istana megah milik keluarga Varell Damington, pria bersurai kelam memasuki halaman rumahnya dengan langkah tenang. Pria itu tahu jika lambat laun perselingkuhannya dengan Lea akan tercium juga apalagi oleh keluarga Bella.Ketika pria berjas hitam tampak memasuki rumah, seluruh tatapan penghuni rumah teralihkan ke arahnya. Ruang tamu yang biasanya sepi kini mendadak menjadi ruangan penuh lautan manusia dari keluarga Bella.Varrell terus melangkah menghampiri keluarga besarnya, ia tersenyum seolah tak terjadi apa-apa."Apa kabar semuanya? Bagaimana kabarmu Ayah? Ibu? Kakak ipar?" sapa Varell dengan nada santai sembari menghempaskan bokongnya di sofa mewah, dimana keluarga besarnya tengah berkumpul.Tak ada jawaban. Keluarga Bella terlihat masam ketika melihat kehadiran Varell Damington, apalagi ditambah dengan sikapnya yang seolah-olah tak terjadi apa-apa."Varrell, kataka
****Ruang tengah milik keluarga Varrell Damington kini kembali sepi. Setelah Varell pergi, kini rumah itu hanyalah tinggal keluarga Bella yang masih terduduk dengan amarah yang meluap-luap di dada. Wajah Louis tidak dapat disembunyikan, rasa marah bercampur kecewa kini tercetak jelas di wajahnya yang tegas."Bella, apapun demi dirimu, Ayahmu ini tidak akan menyerah. Jika Varell tidak bisa meninggalkan wanita itu maka akan kubuat wanita itulah yang akan meninggalkan Varell," ujar Louis Brandon dengan tangan mengepal sangat erat.Bella yang menangis sesenggukan mulai menenangkan tangisnya. Ada harapan baru yang muncul dari pelupuk matanya yang basah. "Dengan apa? Sedangkan aku sudah mencobanya namun selalu gagal."Luois Brandon terdiam, tatap matanya masih lurus ke depan. Sebagai ayah, ia tetap tidak bisa menerima segala alasan yang Varell lontarkan padanya."Kau tidak cukup mengerti lawanmu, Nak. Biarkan a
****Lea menggeliat ketika sinar matahari menebus jendela kaca yang tepat berada di dalam kamarnya. Sinarnya yang keemasan begitu menyilaukan, membuat tubuh sang wanita bereaksi dan segera bangun dari mimpi-mimpi indah.Menoleh ke samping, Lea tersenyum tipis ketika menyadari bahwa Varrell Damington memilih untuk tidur di sini semalaman hanya untuk menemaninya. Lea mengembuskan napas, ia merebahkan diri lagi di samping Varell.Wanita bermata indah itu menatap wajah Varell yang teramat tampan. Ia kembali tersenyum seraya mengelus wajah sang kekasih dengan lembut."Varell, maafkan aku. Aku telah memanfaatkan dirimu selama ini. Aku ingin segera mengakhiri tapi, semua sudah terlalu dalam untuk diakhiri. Varell, sekali lagi maafkan aku yang telah menggunakan dirimu untuk kepentinganku." Lea berbisik lirih.Varell perlahan membuka mata, membuat mata Lea terbelalak kaget. Mungkinkah pria yang tidur disampingnya i
***Seperti biasa Varrel menyempatkan waktunya untuk mengantar sang pujaan hati untuk pergi ke tempat kuliah. Pagi menjelang siang yang sedikit terik lengkap dengan riuhnya lalu lalang kendaraan tidak menyurutkan keinginan Varrel Damington untuk tetap pergi menemani Lea Khalilea untuk berangkat kuliah hari itu."Jam berapa kau akan pulang?" tanya Varrel pada Lea tanpa sekalipun pria itu menatap wajah ayu sang pujaan hati.Lea tersenyum tipis, menatap jalanan yang ramai pikirannya pun mengembara tepatnya pada sore hari nanti. Pria itu bahkan bertanya sesuatu yang jelas-jelas belum ia lakoni sedikitpun. Tak ada jawaban dari bibir Lea, membuat Varell menoleh sejenak ke arah Lea Khalilea."Kenapa hanya diam? Kau tidak ingin aku menjemputmu?" tanya Varrell dengan nada sedikit emosional. Sekali lagi Lea tersenyum, ia bahkan tidak tahu bagaimana dengan jalan pikiran pria itu."Sayang, ini masih
Wajah Lea Khalilea ditekuk, ia berjalan dengan wajah bersungut. Mimpi apa semalam hingga ia harus menemui masalah pelik sepagi ini. Bella bukanlah lawannya kendati wanita itu mencoba memperlakukannya dengan lembut ia tetap saja tidak bisa memperlakukan Bella sebagaimana mesti wanita itu telah memperlakukannya.Sebenarnya sebagai seorang wanita, Lea juga memiliki perasaan yang sama seperti yang Bella rasakan. Ia juga tidak ingin terancam apalagi dengan keberadaan wanita lain di sebelah suaminya namun lagi-lagi masa lalu yang membayang membuat wanita berkemeja ungu itu harus dan harus melakukan hal yang salah berulang-ulang kali.Lamunan Lea tersadar ketika seorang dosen menegur dan menghampirinya. Wajah pria paruh baya itu tampak ditekuk, ada sebuah berita yang hendak ia sampaikan pada salah satu murid tercerdas di kampusnya."Lea ...," panggilnya pelan namun terdengar sangat darurat. Lea menghentikan langkah tepat di hadap
*****Email di komputer Varrell berbunyi. Sesaat perhatian Varrel teralihkan dari tumpukan laporan ke arah layar komputer. Menaikkan alis sejenak, Varrel merasa aneh dengan kontak email tersebut. Butuh beberapa detik untuk Varrell memutuskan dibuka atau tidaknya email tersebut. Pesan yang tidak hanya sekali ataupun dua kali cukup mengulik rasa penasaran si tampan Varrell Damington.Jemari kokoh itu akhirnya tergerak untuk sejenak mengintip apa isi dari email misterius tersebut. Kedua mata Varrell menatap dengan sangat intens hingga akhirnya jantungnya berdegup kencang tatkala melihat foto Lea Khalilea menghiasi layar komputernya.Melihat hal tersebut, Varrell menganggapnya sebagai hal yang tidak bisa diremehkan. Mencurahkan perhatian penuh akhirnya Varrell memutuskan untuk membaca isi email tersebut. Setiap info yang ia baca membuat jantung pria itu serasa nyaris berdegup sangat cepat. Tanpa ia sadari, kedua tangannya te
****Raut wajah Varrell Damington sedikit berubah tatkala mendengarkan pengakuan dari Lea Khalilea. Pria itu sadar jika Lea kali ini tidak akan berbohong padanya."Jadi apa yang akan kaulakukan padaku, Varrell? Apa kau akan membunuhku juga?" tantang Lea sambil memberanikan diri menatap mata tajam Varrell Damington."Lea, aku tidak menyangka jika kau adalah ..., adalah anak dari pria itu. Aku sungguh tak percaya," ungkap Varrell tak percaya. Suaranya nyaris tak terdengar, ia menyimpan kekecewaannya dalam hati."Ya, lalu kau mau apa? Apa kau kecewa? Apa kau ingin meninggalkanku?" Lea bertanya penuh telisik. Jawaban dari bibir Varrell begitu berarti dalam hidupnya."Kita dulu nyaris bertunangan. Tapi ...." Varrell tak melanjutkan ucapannya, ia tertunduk dengan seribu perasaan yang tak bisa ditebak."Ayahku meninggal dalam kecelakaan dan perusahaannya jatuh ke tanganmu," aku Lea pelan, perla