Share

Chapter 3

“Kalian seru-seruan kok nggak ajak Mama sih?” protes Lucy.

“Nanti Ma kalau rumah Bunga udah selesai. Lagi satu minggu ya Ma? Bunga baru cari perabotan untuk isi jadi Mama sama Papa bisa menginap di rumah Bunga nantinya.”

“Lho, sama Mama aja yuk? Cari perabotannya, gimana Nak?” ajak Lucy.

“Besok Papa sama Mama ke sana gimana?” Robert tak kalah semangatnya.

“Kami juga ikut dong besok ‘kan weekend,” kata Roby tak mau kalah. Perkataan Roby disetujui oleh  Jovan dan anak-anak mereka juga yang sudah ikut berkumpul.

Terlihat Bunga menengadahkan kepala berpikir. Kemudian Yanuar membisikkan sesuatu di telinganya. Mereka saling tatap dan sejurus kemudian Bunga menganggukkan kepalanya. Adegan itu tampak sangat mesra di mata Arya yang suah berkabut dan menggelap.

“Emmm tapi kalian nanti nginap di villa milik Yanuar ya?”

“Gampang itu nanti kami bisa atur,” jawab Jovan semangat.

Share lokasimu ya?” pinta Alma.

“Ok, Bunga tutup dulu video callnya ya? Teman-teman yang lain sudah datang. Bye ….”

Terdengar banyak suara laki-laki bercanda di belakang Bunga. Arya semakin terbakar api cemburu.

“Bagaimana jika kita berangkat sekarang?” saran Arya.

“Kita? Memangnya kamu mau ikut?” tanya Sekar.

Arya mengangguk. “Bolehkan?” Arya balik bertanya.

“Boleh saja sih, asal kamu nggak merasa capek. Tadi ‘kan seharian udah rapat dan seminar. Nggak mau istirahat dulu gitu?”

“Nanti aku bisa istirahat di sana.”

“Benar juga ya tapi sudah pukul enam sore sekarang. Coba aku suruh Bunga share lokasinya sekarang,” timpal Jovan.

Setelah mendapatkan notifikasi dari Bunga. Perjalanan ke tempat Bunga tidak jauh sekitar  tiga jam.

“Kalau kita berangkat sekarang sampai di sana mungkin sekitar jam sembilan atau sepuluh malam, bagaimana?” kata Roby sembari berpikir.

“Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang,” timpal Lucy dengan kemudian bangkit berdiri dan masuk ke kamarnya untuk berkemas-kemas diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya juga segera ikut berkemas-kemas,meninggalkan Arya duduk sendirian di sana.

Arya tenggelam dalam pikirannya sendiri sembari meminum kopi buatan Sekar.

“Kamu sungguh ikut Sayang?” Sekar bertanya pada Arya. Setelah kembali dari kamarnya, membawa tas perlengkapannya.

“Iya, aku juga memiliki villa di sana kita bisa tinggal di tempatku dulu jika tempat temanmu itu penuh,” jawabnya tegas.

“Yanuar Pramudya itu nama teman Bunga tadi kan?” tanya Robert yang kini duduk di kursi penumpang bagian belakang bersama sang istri, Lucy.

“Iya Papa, dia sahabat Bunga,” jawab Sekar dari kursi depan.

Arya yang mengendarai mobil hanya menyimak percakapan keluarga Atmaja ini.

“Papa masih tak habis pikir, kira-kira siapa yang bantu dia ya? Nggak mungkin asistennya dari luar negeri juga. Pasti ada yang memegang kepercayaan dari sini,” kata Robert.

“Jangan-jangan dia yang bekerja sama dengan Bunga selama ini. Kalau Papa tidak salah mereka broker-broker handal.”

“Bisa jadi kalau kak Anton yang membantunya.” imbuh Sekar. Dalam benak Sekar juga bertanya-tanya, entah mengaka tiba-tiba yang ia pikirkan adalah Anton. Secara Anton itu adalah konsultan bursa saham tetapi terakhir kali ia bertemu dengan Anton. Tak sekalipun pria itu menyinggung tentang saudara kembarnya itu. Ah bisa saja demi pekerjaan tidak bisa sembarang dibicarakan dengan orang lain.

“Anton Jayadi maksudmu?” tanya Arya.

“Iya siapa lagi, dulu Bunga sering ikut Yanuar berkumpul dengan sepupunya.” Saat menyebut nama pria itu saja jantung Sekar berdebar-debar sarat kerinduan.

Cinta yang tak pernah terungkapkan.

“Kita sudah sampai,” ucap Arya, begitu pintu gerbang  villa keluarga Pramudya.

Tiga mobil sudah terparkir rapi. Sekar buru-buru turun saat dilihatnya Yanuar berjalan ke arah mereka. Arya membiarkan saja. Matanya malah sibuk mencari keberadaan Bunga, tetapi tak ditemukannya sosok gadis itu.

"Di mana Bunga?" Roby bertanya terlebih dahulu. Arya melirik ke arah Roby untung saja calon kakak iparnya itu bertanya terlebih dahulu sehingga ia masih bisa menahan rasa keingin tahuannya.

“Tadi dia sempat pergi sebentar dan ….“ Suara Yanuar terputus saat terdengar suara helikopter mendarat di helipad tak jauh dari sana. Semua mata melihat ke arah helikopter tersebut.

“Itu dia datang!” seru Yanuar dengan tatapannya yang berbinar ke arah helikopter tersebut, sedangkan Arya menatap reaksi Yanuar itu dengan menyipitkan matanya. Intuisinya merasakan ada sesuatu yang tidak beres, entah apa itu.

“Yanuar apa kabar? Masih ingat padaku?” tanya Sekar malu-malu, mengulurkan tangannya.

Sapaan Sekar mengalihkan sejenak pandangan Yanuar pada Bunga. Yanuar menatapnya kemudian menyambut uluran menyambut jabatan tangan Sekar.

“Tentu saja aku ingat,” ucapnya ramah. Kemudian pandangannya teralih kepada Arya.

“Bung Arya Mahendra benar bukan?” tanya Yanuar dengan ramah.

“Betul itu saya.”

“Suatu kehormatan untuk saya, Anda datang ke sini.” Yanuar mengulurkan tangan kepada Arya yang di sambut Arya dengan mantab. Jabat tangan khas laki-laki.

Bunga yang sengaja tidak kembali ke rumah karena menghindari bertemu dengan Arya. Namun yang terjadi di depan matanya sekarang adalah Arya ikut serta beserta keluarganya ke mari.

Bunga berusaha mati-matian meredam rasa cintanya kepada pria tersebut. Dirinya masih tahu diri, ia juga tidak pantas bersanding dengan Arya. Wanita cacat sepertinya tak pantas untuk lelaki manapun. Banyak hal yang ia sembunyikan dari keluarganya, itu karena ia tak mau mereka bersedih.

Bunga baru saja kembali dari mendatangi pengacaranya untuk mengurusi semua asetnya. Bunga menyunggingkan senyum terbaiknya, “Wah kalian sungguh sudah tidak sabar rupanya ya ? Ayo kita ke tempat api unggun.”

Lucy menatap dalam diam anak bungsunya terseebut, menurut kaca mata seorang ibu sang putri bekerja terlalu keras untuk dirinya sendiri. Seperti sedang berusaha menghindari sesuatu. Satu bulan belakangan ini juga Bunga tampak enggan untuk pulang, walaupun yang diutarakan memang masuk akal.

Setelah acara api unggun selesai, mereka berkumpul di ruang tengah rumah Yanuar.

“Ayo Nak kita ke villa milik Arya. Kami akan beristirahat di sana malam ini dan besok kita bisa mencari furniture untuk rumahmu,” ajak Lucy.

“Bunga di sini saja, terserah Mama boleh menginap di sini atau ikut dengan Kak Arya,” tolak Bunga. Ikut ke villa pria itu yang benar saja. Bagaimana ia bisa satu atap dengan pria yang sudah dengan telak menolak cintanya?

“Kenapa begitu memang ada apa jika kamu ikut ke villaku?” tanya Arya, ia tidak terima saat  ada penolakan dari Bunga. Dirinya juga tidak mau jika Bunga menginap satu atap dengan Yanuar. Sepasang lelaki dan perempuan tinggal satu atap yang sama dan tidak melakukan apa-apa, yang benar saja ! Pemikiran buruk tidak mau pergi dari benak Arya dan semakin membuat batinnya menjadi gusar.

“Loh, emangnya kenapa jika aku tinggal di sini? Ini bukan kali pertama aku menginap di rumah Yanuar. Bahkan di rumah orangtua dan sepupunya pun pernah. Aku ini tamu Yanuar bukan tamu Kak arya,” balas Bunga. Bunga tidak suka dengan nada bicara Arya. Seolah-olah tersinggung dengan sikap Bunga, apalagi seperti mencoba mengatur-atur dirinya. Arya tersinggung, buat apa? Toh dia tak ada perasaan apa-apa denganku, ya kan?!

Yanuar melingkarkan lengan kanannya di bahu Bunga. Arya yang melihat hal tersebut mengetatkan rahangnya, dirinya tanpa sadar menggeram lirih. Sedangkan Sekar membuang mukanya, tampak sorot terluka dimatanya melihat kedekatan Yanuar dengan Bunga, rasa cintanya terhadap pria ini masih sangat kuat menghantam jiwanya.

Suara langkah kaki wanita mendekat, “Maaf mengganggu, sekarang saatnya nona Bunga minum obat?” ucap Yora perawat Bunga.

Seketika wajah Bunga pucat pasi dan panik. Alamat seluruh keluarganya akan tahu rahasianya. Salahnya juga lupa memberi tahu Yora tadi dan benar saja serta merta, ayahnya sudah merengsek maju dengan raut keterkejutan di wajahnya.

“Obat apa maksudmu? Dan siapa kamu?” Robert menatap tajam ke arah wanita bule berambut pirang yang berdiri di depannya.

“Obat luka bakar nona Yora dan saya pera ...,” ucapan Yora terhenti karena bekapan tangan Bunga di mulutnya dan mendorongnya mundur ke dapur.

“Tolong jangan bicara apa-apa lagi. Aku tak mau keluargaku tahu apa yang terjadi,” pinta Bunga dengan manik mata yang berkaca-kaca.

“Mereka harus tahu Nona, anda sudah menyelamatkan keluarga saya.”

“Sudah kamu diam saja.” Bunga menyentuhkan jari telunjuk di bibirnya.

Sebelum kembali ke depan ia berbalik lagi. “Sebentar lagi aku akan minum obatku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status