Share

Chapter 7

Ponsel Bunga berdering, Yora mengulurkan ponsel pribadi milik Bunga. Bunga memeriksa id penelepon, senyum tersungging disudut bibirnya. Hatinya tergelitik menggoda Arya, apakah Arya akan merasa cemburu ataukah tidak? Padahal yang meneleponnya adalah Adyatama putra Almira dan Davka Alsaki.

“Ya Sayang?” saya Bunga dengan halus.Diliriknya Arya melalui kaca tengah mobil. Raut wajah Arya datar tak menunjukkan reaksi apa-apa.

“Tante Bunga sudah bertemu dengan Bunda?”

“Sudah Sayang.”

“Jadi Tante bisa ‘kan temani Bunda dan Tama ke Inggris?”

“Tentu saja Sayang.” Bunga kembali melirik Arya. Sekarang pandangan mata keduanya bertemu sekilas tampak kilat kekecewaan di mata Arya walau hanya sepersekian detik kemudian raut wajah Arya kembali seperti semula.

“Asik kalau begitu nanti Tama kabari lagi ya Tante, love you bye.”

Bye Darling.”

Wajah Bunga berseri-seri sekarang dirinya memiliki alasan untuk pergi dari Indonesia barang sebentar. Hanya menemani Almira dan Adyatama yang di terima sekolah di Inggris.

Sungguh dalam hatinya masih mencintai Arya tetapi apa daya pria itu mencintai saudaranya. Walaupun pada kenyataannya Arya juga yang sudah merampas kehormatannya.

Arya langsung berpamitan untuk pergi ke kantor karena ada beberapa berkas yang harus ia urus. Sekaligus mencari tahu tentang segala bisnis yang dilakukan oleh Bunga serta hubungan gadis itu dengan Yanuar Pramudya. Arya mengendurkan dasinya dan bersandar lelah pada sofa kantornya. Ia kemudian mengelurkan bekal botol obat dan juga alat suntik.

Aku sepertinya benar-benar sudah gila dengan melakukan ini semua. Namun firasatku juga benar, jika aku tidak segera bertindak bukannya tidak mungkin bahwa Bunga bisa direbut oleh Yanuar, batin Arya.

Arya memang sudah di luar kendali, logikanya seolah tidak bekerja sebagaimana mestinya. Ia yang sedari kecil dituntut dengan disiplin tinggi dan  terdokrin harus sukses, membuat dirinya terlalu fokus dalam meraih cita-cita dan mengesampingkan kehidupan asmaranya. Lalu sekarang inilah yang terjadi kemudian, begitu dirinya merasa jatuh cinta, seolah akal sehat yang selama ini ia jaga menguap entah ke mana. Arya berubah menjadi pribadi yang berbeda.

Namun ada hal lain yang mengganggu benaknya dan ia sungguh sangat menyesali hal tersebut. Arya yang dengan mudahnya menerima keputusan keluarga Atmaja tentang jadwal hari pertunangan dan pernikahan dirinya dan Sekar. Untuk hal ini, ia baru merasakan menjadi pria yang ceroboh. Arya menggacak-acak rambutnya dengan kasar dan mendengkus. Kali ini ia sungguh sudah membuat masalah.

Matahari sudah menggantung di ufuk barat saat Arya kembali ke mansion orangtuanya. Langsung masuk menemui ayahnya di ruang kerjanya. Dirinya sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Sekar dan memilih dengan Bunga.

“Ayah, saya mau perjodohan dengan Sekar di batalkan saja. Arya sudah menemukan seseorang yang Arya cintai,” kata Arya begitu mendudukkan diri di seberang meja kerja Brata Mahendra.

Brata Mahendra bangkit dari kursi kebesarannya dan menggebrak meja yang ada di depannya.

“Apa maksudmu?! Kau sudah kehilangan akal sehat hah!” bentak Brata pada sang putra.

“Bukan begitu Ayah, bagaimana jika digantikan oleh saudara kembarnya Bunga Edelweis?” pinta Arya.

“Jangan main-main dengan Ayah, Nak. Apa kurangnya Sekar Kemuning? Cantik, keibuan, dari keluarga kaya dan terpandang.” Brata duduk kembali dan menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan pemikiran Arya. Dulu ia sudah setuju akan perjodohan ini karena dirinya sendiri sudah kenal dengan Sekar yang merupakan karyawati magang di salah satu cabang perusahaan milik keluarganya.

“Oh iya. Hampir ayah lupa bukannya kamu sudah menolak pernyataan cinta Bunga Edelweis?”

Arya terperangah, bagaimana bisa ayahnya tahu hal itu. “Ayah tahu dari mana?”

Ayahnya tersenyum simpul, “Lucy yang bilang, tetapi dia juga bilang yang terpenting kamu sudah menentukan pilihan. Bunga gadis yang kuat dia pasti baik-baik saja. Walaupun sudah kau tolak,” ujar Brata.

“Ayah suka dengan semangat Bunga, dia tipe wanita karir berbeda dengan Sekar yang lebih cocok menjadi ibu rumah tangga saja. Mungkin Ayah akan membantu mencarikan pasangan untuk Bunga. Kolega Ayah juga bukan orang sembarangan kau tahu itu kan.”

Hati Arya berdenyut nyeri saat sang ayah ingin mencarikan pasangan untuk Bunga. Frustasi dan patah hati segera saja menghantam batinnya. Arya mendengkus, bahunya terasa tertekan beban berat, mengurusi tender bernilai milyaran tidak pernah terasa seberat ini, mungkinkah ini yang  dinamakan patah hati? Sesakit inikah yang dirasakan oleh Bunga dulu?

Pikirannya yang kalut membuat Arya sudah sampai di club dan menghubungi seseorang untuk menyiapkan wanita untuknya di ruang VVIP yang sudah ia pesan sebelumnya.

Arya membutuhkan pengalihan dari kacaunya perasaannya yang disebabkan oleh Bunga. Hasrat dan gairahnya sangat tinggi dan ia memerlukan pelampiasan.

Marcie wanita yang dipesan oleh Arya mengetuk pintu ruangan. Arya sedang duduk bersandar sembari menyesap brandy, Arya sudah melepas kemejanya dan kancing ikat pinggangnya. Kepalanya bersandar di punggung sofa, ia sedang menatap langit-langit ruangan dan menggerakkan gigi.

Mendengar ketukan di pintu yang dinantikannya, ia menepiskan segala pikiran yang berkecamuk. Saatnya bersenang-senang . Dibukanya pintu lebar-lebar dengan gerakan kepalanya ia menyuruh Marcie masuk. Marcie tersenyum menggoda dan melangkah masuk. Bukan kali ini saja Arya memakai jasanya. Arya sangat pemilih, ia selalu memastikan siapapun yang tidur dengannya harus terbebas dari segala macam penyakit kelamin.

“Lepaskan pakaianmu dan puaskan milikku.” Arya berkata dengan dingin. Kemudian ia melepas sisa pakaiannya dan kembali duduk di tempatnya semula.

Marcie melucuti pakaiannya dan bersimpuh di antara kedua kaki Arya yang sudah mengangkang. Marcie mulai menggenggam milik Arya mengurutnya, agar segera bangun dan memuaskan lelaki tersebut. Arya mendongakkan kepalanya mencoba meresapi apa yang dilakukan oleh Marcie tetapi sepertinya otak dan kejantanannya tidak mau berkerjasama kali ini.

Arya menatap ke bawah. “Kulum milikku, puaskan dengan mulutmu,” perintahnya. Marcie mengangguk dan melaksanakan perintahnya.

Arya kembali memejamkan matanya, ia membayangkan jika yang mengulum miliknya adalah  Bunga.

“Arhhh ....” Arya mengerang saat kejantanannya semakin masuk ke dalam mulut Marcie. Dengan tidak sabar ia meraih tubuh Marcie membawanya menindih tubuhnya. Kemudian menyatukan tubuh mereka, tak dipedulikannya apakah Marcie sudah siap atau tidak.

Sudah satu jam lebih tetapi Arya belum juga mencapai klimaksnya. Marcie tampak sudah kepayahan menerima perlakuan Arya. Arya tidak kasar tetapi juga bisa dibilang tidak lembut. Mereka melakukannya sudah sampai berganti-ganti gaya.

Arya mengumpat, ia jengkel bercampur nafsu, rasa-rasanya dia tidak bisa mencapai kepuasan karena di benaknya hanya ada bayangan wajah Bunga. Di baliknya tubuh Marcie agar menungging, Arya kembali menghujam seraya memejamkan matanya membayangkan tubuh Bunga dan akhirnya klimak pun datang.

Arya melepas penyatuan mereka dan berbaring di samping Marcie. Tanpa menunggu Marcie selesai menikmati sisa percintaan mereka. Arya mengusir perempuan tersebut.

“Cepat pakai pakaianmu dan keluar dari sini,” usirnya.

“Kamu tak ingin memelukku malam ini?” goda Marcie.

Arya menatap nyalang ke arahnya. “Kau itu hanya pelacur yang kubayar jangan lancang!” herdiknya.

“Cepat pergi!” usirnya lagi. Nafas Arya sendiripun masih terengah engah.

Sialan Bunga! Apa yang sudah kau lakukan padaku?  Suatu hari nanti kau pasti menjadi milikku, ya milikku.

Arya kembali teringat dengan telepon yang diterima oleh Bunga saat berada di dalam mobilnya. Sungguh ia penasaran dengan siapa Bunga berbicara.

Aku akan bertanya besok dengan Sekar. Semoga Sekar tidak curiga, aku akan pastikan juga Yanuar atau lelaki lain tidak mendekati Bunga. Bagaimanapun caranya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status