Share

Bab 2

Randy mempersilahkan kedua mertuanya dan Dara untuk masuk ke dalam rumah. Bu Ayu dan Pak Ali mengedarkan pandangan mereka, ternyata rumah menantunya sangat bagus, dan terkesan mewah. Di dalam rumah mereka disambut oleh dua ART yang bekerja di rumah Randy.

Setelah berbincang-bincang dan makan siang bersama, kedua orang Dara pamit untuk pulang.

"Randy, Ayah titip Dara ya. Ayah yakin kamu anak yang baik, bisa bertanggung jawab, dan harap maklum dengan sifat manja dan keras kepala Dara. Kami harap kamu bisa bersabar menghadapi sifat, Dara." Pesan Pak Ali pada Randy.

"Insha Allah, Pak. Saya akan berusaha untuk menjadi suami yang baik untuk, Dara." Jawab Randy.

"Bunda, Ayah Dara ikut kalian pulang." Rengek Dara pada orang tuanya.

"Tempatmu di sini, ikut suamimu, Dara." Kata Pak Ali.

"Tapi, Dara takut, Bun." 

"Apa yang kamu takutkan?" Bunda Ayu menatap anak perempuan semata wayangnya.

"Dara takut, bagaimana jika mas Randy jahatin Dara." 

"Kamu ini, kebanyakkan nonton senetron. Bunda yakin nak Randy itu anaknya baik." Sahut Bundanya.

"Lagian di sini juga ada para pembantunya, Nak Randy. Jadi kamu tidak usah takut, belajar untuk jadi istri yang baik, Dara. Jangan membantah perkataan suami. Hormati dia. Sekarang Nak Randy adalah suamimu, imammu." Nasehat Bu Ayu.

 Setelah memberi nasehat pada Dara. Pak Ali dan Bu Ayu berlalu ke luar dari rumah Randy. 

Randy yang baru saja mengantarkan mertuanya sampai teras masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa. 

Dara yang duduk berhadapan dengan Randy, menatap tajam Randy.

"Kamu, marah?" Tanya Randy pada Dara.

"Tentu saja aku marah. Ini semua karena mas Randy." Sengit Dara ketus pada Randy.

"Salah saya apa?" Tanya Randy lagi.

"Salah mas tuh, karena menyetujui pernikahkan ini. Mas tidak berusaha untuk menolaknya, atau mas sengaja agar bisa menikah dengan aku." Dara berbicara masih dengan nada ketus.

"Apa...? Jadi kamu menuduh aku melakukannya dengan sengaja gitu? Aku diam karena gak tau mau ngomong apa. Kamu sendirikan tahu gimana reaksi warga saat itu." Ucap Randy.

"Hah, baiklah. Tapi aku mau buat peraturan." 

"Peraturan apa?" Tanya Randy, bingung.

"Ya, peraturan pernikahan kita." 

"Apa...? Kamu jangan main-main deh. Kita menikah secara sah, jangan mempermainkan sebuah pernikahan, Dara." Ucap Randy

"Tapi aku tidak menginginkan pernikahan ini," sahut Dara ketus.

"Jadi gimana maunya?" Randy sudah lelah berdebat dengan Dara. Randy juga pusing, apalagi menghadapi sikap istri dadakannya ini. Tapi dia harus mengalah saja dulu. 

"Oke, dengarkan ini baik-baik!" Dara mengatakan apa saja peraturan yang diinginkan.

1. Jangan berharap aku akan melayanimu seperti istri pada umumnya.

2. Jangan ikut campur urusan masing-masing.

3. Jangan mengakui aku sebagai istrimu di depan siapapun.

4. Aku bebas untuk melakukan apapun dan jalan dengan siapa pun.

5. Aku mau pernikahan kita dirahasiakan. Aku gak mau sampai ada yang tahu kalau aku sudah menikah.

"Baiklah, aku ikuti apa maumu. Silahkan istirahat ke kamarmu." Ucap Randy, ia malas berdebat dengan Dara. Ia juga capek ingin cepat istirahat.

"Di mana kamarku?" Tanya Dara.

"Di atas, di samping kamarku." 

"Baiklah." Dara menarik kopernya menuju kamar yang ada di lantai dua.

Dara membuka pintu, terlihatlah kamar bernuansa warna biru di dalamnya. Dara meletakan kopernya di samping ranjang. Kemudian Dara merebahkan tubuhnya yang terasa lelah di atas kasur. Air matanya kembali mengalir mengingat bahwa sekarang dia sudah menikah. Karena kelelahan Dara akhirnya terlelap dalam tidurnya.

Keesokan paginya, Dara telah bersiap-bersiap untuk memenuhi panggilan kerja. Hari ini dia akan melakukan interview kerja di perusahaan yang sudah sejak lama ia impikan. Dara melihat Randy sudah duduk di kursi meja makan. Ia menatap Randy dengan jengkel.

"Pagi, Ra." Sapa Randy.

"Gak usah basa basi deh. Gue malas ngomong." Kata Dara ketus. 

Kemudian Randy menatap Dara, ia tersenyum ke arah Dara. Dara makan Roti yang di beri selai coklat dan segelas susu hangat. Mereka sarapan dalam diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Aku mau berangkat interview kerja, tapi mobilku di rumah. Terus aku berangkat pake apa?"  Kata Dara, ia sudah menyelesaikan sarapannya.

"Ini." Randy menyerahkan sebuah kunci motor pada Dara.

"Apa, ini?" Tanya Dara.

"Kunci motor buat, Kamu." Sahut Randy.

"Apa...! Mas Randy, nyuruh aku naik motor berangkatnya. Gak salah?" Kata Dara dengan suara keras. 

Apa-apaan ini bisa-bisanya dia menyuruhku naik motor, gimana jika kulit putihku mengelupas dan hitam kena sinar matahari,nanti  iritasi kena debu, dan lain-lain. Dara mendumel dalam hati.

Dara menelpon Ayahnya meminta sopir di rumahnya untuk mengantarkan mobilnya ke rumah Randy, tapi Ayahnya menolak, dengan alasan Dara harus belajar mandiri dan banyak lagi alasan ayahnya yang membuat dia ingim frustasi.

"Hahhh, mana kunci motornya sini, deh." Dara akhirnya mengambil kunci motor yang  tadi di berikan Randy.

"Ya sudah, aku berangkat nanti telat lagi." Ucapnya ketus. 

Dara berjalan dengan cepat ke luar rumah, dan menyalakan mesin motornya dan menjalankannya perlahan. Demi apa coba dia berangkat memakai motor. Ini memalukan sekali baginya. 

Randy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum dengan tingkah Dara.

=====

Dara tiba di depan gedung perusahaan tempatnya melamar kerja. Di sana sudah ada temannya yang bernama Nina dan Santi. Mereka menghampiri Dara.

"Dara....!" Seru kedua temannya, Dara kaget dan menoleh kearah dua sahabatnya.

"Eeh, kalian sudah datang?" Tanya Dara.

"Hu'um, kamu pake motor? Demi apa coba seorang Dara Anastasya naik motor?" Tuhkan teman-temannya sudah pada kepo.

"Hah, kalian berdua bikin mood gue jelek aja, deh. Gue mau tau rasanya naik motor, ternyata seru juga." Ucap Dara sambil meringis. Seru apanya panas, terus kena polusi, pakaian jadi kusut gini, batin Dara. Rasanya dia ingin sekali menangis. Ini semua karena ulah Randy sialan itu. Arrgghh 

Nina dan Santi serempak mengarahkan telapak tangan mereka berdua ke jidat Dara.

"Gak panas," gumam Nina.

"Iya," sahut Santi.

"Woy, kalian kenapa, sih?" 

"Loe yang kenapa? Kepala loe tadi gak kejedot di aspalkan, terus otak loe geser gitu?" Cicit Nina dan diangguki oleh Santi.

"Maksud loe berdua apaan?" Sengit Dara, ia menatap tajam kedua sahabatnya.

"Ya, kita gak percaya aja, loe naik motor. Naik motor loh ini. Naik angkutan umum aja loe gak mau, katanya panaslah, banyak polusilah, nanti kulit loe iritasilah, dan banyak lagi." Cerocos Santi.

"Hah, apaan sih, gue mau masuk duluan deh, bye." Dara meninggalkan kedua sahabatnya yang masih bingung dengan sikap Dara.

Mata Dara berbinar bahagia, dia di terima kerja di perusahaan tersebut sebagai salah satu staff Accounting. Wajahnya berbinar, Dara seakan melupakan kesedihannya kemaren. 

"Gue, diterima...." teriaknya pada dua sahabatnya yang menunggunya di lobby.

"Wah, selamat ya, Dara sayang." Ketiga sahabat itu berpelukan.

Mereka bertiga melamar kerja di tempat yang sama, tapi sayangnya salah satu di antara mereka tidak lulus tes, yaitu Nina. Sayang sekali mereka tidak bisa sama-sama lagi seperti saat mereka kuliah.

Dara melajukan motornya pulang ke rumah Randy, tapi di tengah jalan dia menghentikan motornya, dia lupa di mana alamat rumah Randy. Mau nelpon Randy juga dia tidak mempunyai nomor ponsel lelaki yang berstatus suaminya itu. Dara bingung sendiri, berpikir gimana cara dia bisa tahu alamat rumah Randy.

Akhirnya Dara menelpon Ayahnya dan memberitahukan bahwa dia tersesat dan tidak tahu jalan pulang ke rumah Randy. Ayah menghela nafas pelan bisa-bisanya anaknya itu lupa jalan pulang, mana gak punya nomor ponsel suami sendiri lagi.

Lama Dara menunggu di bawah pohon besar di tepi jalan. Ia duduk di atas motor.

"Ayok, pulang!" Dara menoleh keasal suara.

"Loh, kok mas Randy yang jemput, ayah mana?" Tanya Dara.

"Buruan gak usah tanya-tanya. Udah gede juga, bisa-bisanya lupa jalan pulang." Ucap Randy.

"Ya, mana aku tahu alamat rumahnya mas Randy, kan baru kemaren aku tahunya rumah mas Randy. Belum hafal jalanannya." Kata Dara.

"Ya, udah ayok buruan." Randy masuk ke mobil dan Dara mengikutinya dari belakang dengan motor.

Randy tersenyum, melihat tingkah Dara yang memonyong-monyongkan bibirnya dari kaca spion mobilnya.

Ketika sudah sampai di rumah Randy, Dara langsung saja  masuk ke dalam kamar. Dara tidak menghiraukan panggilan Randy. Lebih baik dia masuk kamar, mandi dan tidur daripada berbicara dengan Randy. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status