"Mama...!"
Seorang wanita cantik dengan status nyonya di rumah ini seketika menghentikan langkah kakinya ketika mendengar panggilan bersuara malaikat itu. Ia berbalik, balas menatap datar seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang menatapnya lirih, dan penuh tanya.
"Mama mau pergi lagi?" tanyanya sekali lagi. Ia, sang nyonya rumah yang bernama Anara Aryasena, menghela napas berat tidak kentara.
"Tante, Lila. Tante," ralatnya pada si gadis kecil bernama Lila, putri sulung dirumah ini. Lila menunduk lalu bergumam lirih, "iya, Tante,"
Anara tersenyum lega. "Sekarang kembalilah. Lanjut lagi les pianonya" sahutnya sambil memberi kode pada Miss Joseline, guru piano Lila, agar kembali membawa anak itu masuk. Lila pun menurut.
Setelah keduanya pergi, Anara kembali berbalik. Ia bersiap berangkat sekarang juga.
"Tidak seharusnya kau bersikap begitu pada Lila. Bagaimanapun dia masih anak-anak," tegur seseorang dengan nada tegas dan dingin. Anara mengutuk kesal didalam hatinya. Ia selalu benci mendengar suara ini. Suara mimpi buruknya selamanya. Namun ia memberanikan diri menatap sang pemilik suara sinis. Pria dengan status Tuan rumah yang bernama Pramudya Sanjaya. Seorang pengusaha tekstil sekaligus merangkap sebagai anggota dewan di provinsi Sumatera Selatan ini
"Lila harus terbiasa. Dia harus selalu ingat kalau aku bukan ibunya,"
"Tapi kalian tetap memiliki darah yang sama," tukas pria itu lagi, membuat Anara langsung menatapnya sengit. Sementara Pram masih menatapnya tenang.
Anara memalingkan wajahnya. "Sudahlah! Aku tak mau berdebat denganmu,"
"Pastikan kau kembali untuk makan malam," ujar Pram lagi.
"Berhentilah mengurusiku. Lebih baik cepat hadiri rapat dewanmu," tukas Anara kesal.
"Wah, akhirnya kau perhatian juga. Kau mengingat jadwal rapatku. Catat kalau perlu, hari ini kau melakukan tugasmu sebagai istri dengan baik,"
Ucapan itu jelas terasa bagai sindiran bagi Anara. Ia benci label itu.
Istri.
Ibu.
5 tahun menyandang gelar yang tak pernah ia inginkan karena sebuah pernikahan yang dipaksakan orang tuanya pada seorang pria berstatus duda beranak satu yang sebelumnya justru bergelar kakak iparnya. Mimpi apa yang lebih buruk daripada ini?
Dari sekian banyak wanita yang ada didunia ini, kenapa harus ia yang dipilih pria itu sebagai pengganti istrinya? Kenapa harus ia yang dipaksa orang tuanya agar hubungan baik antara keluarga Aryasena dan Sanjaya tetap terjaga?
"Biarkan Pak Wira mengantarmu,"
Anara menggeleng cepat. "Tak perlu. Aku akan naik mobilku sendiri,"
Anara melangkah cepat. Ia tak peduli lagi apakah pria berstatus suaminya itu masih membalas perkataannya atau tidak. Diluar mobilnya sudah menunggu. Ia pun segera melesat pergi dan tak berencana untuk cepat kembali hari ini. Kalau perlu, ia tak ingin kembali lagi...
Sekitar satu kilometer dari rumahnya, ia berbelok ke sebuah jalan kecil, menyepikan mobilnya sebentar. Kemudian menangis.
Menangisi segalanya.
Menangisi nasib sialnya. Menangisi pernikahan tersembunyinya. Bahkan, menangisi kematian kakaknya.
Ya, segalanya tidak akan seperti ini kalau saja kakaknya tidak pergi begitu cepat dari dunia ini. Amira Aryasena, kakaknya satu-satunya, istri pertama Pram, meninggal secara tiba-tiba 5 tahun yang lalu akibat kecelakaan. Meninggalkan Lila yang masih berumur 5 tahun. Anak kecil itu jadi sulit ditangani sejak kematian ibunya yang mendadak. Ditambah lagi Pram yang frustrasi dan justru lebih sering menghabiskan waktunya diluar rumah. Membuat keluarga besar Sanjaya memutuskan mereka membutuhkan pengganti Amira, baik sebagai istri bagi Pram, ataupun ibu bagi Lila.
Namun siapa sangka, Anara yang saat itu berniat melanjutkan studinya di Singapura, justru malah diminta, atau lebih tepatnya dipaksa untuk menikah dengan Pram. Tentu saja itu mimpi buruk baginya. Bagaimana bisa ia menikahi kakak iparnya sendiri? Dan lagi, di usia itu, ia baru saja membangun mimpinya untuk menjadi seorang desainer produk yang handal. Pernikahan itu, tentu saja akan merenggut mimpinya.
Namun karena paksaan kedua orangtuanya, dan nalurinya sebagai bibi yang kasihan melihat keadaan keponakan satu-satunya, ia pun akhirnya menyetujuinya. Dengan syarat, pernikahan ini harus tetap disembunyikan dari khalayak ramai. Anara tidak mau dikenal sebagai istri pengganti kakaknya. Baginya itu terdengar seperti aib. Dan Pram juga meminta syarat, bahwa ia harus menghentikan karirnya dan fokus mengurus Lila. Tentunya Anara tidak perlu mengkhawatirkan masalah finansial. Pram menjamin kehidupannya akan seperti ratu di rumah mewahnya.
Ya, ratu boneka. Begitulah kenyataannya.
5 tahun sudah cukup untuk Lila mulai memahami kepergian ibu kandungnya. Dan usia 10 tahun sudah cukup bagi Anara untuk meminta anak itu berhenti memanggilnya ibu. Lima tahun ini sudah cukup. Anara ingin kembali mendapatkan hidupnya. Ia sudah memulai rencananya sejak setahun yang lalu. Karena Pram melarangnya berkarir diluar, ia pun mulai rajin mengekspos kecantikan dan kemewahan hidupnya di dunia maya. Hingga tanda centang biru berhasil ia dapatkan di akun media sosialnya yang kini sudah memiliki jutaan pengikut. Statusnya pun berubah menjadi selebgram. Berbagai endorsement produk ia terima. Pram tak marah karena ia pikir Anara hanya membutuhkan 'mainan baru' untuk mengatasi kebosanannya.
Hingga akhirnya, salah satu brand skincare premium di negara ini, Estella, memintanya untuk menjadi brand ambassador salah satu produk terbaru mereka. Tanpa pikir panjang, Anara langsung menandatangani kontraknya. Estella merupakan perusahaan besar, tentu saja lebih besar daripada perusahaan Pram. Tidak peduli sebesar apapun kemarahan pria itu nantinya, tetap saja ia tak punya kuasa untuk meminta pihak Estella membatalkan kontrak istrinya.
Inilah cara Anara untuk kembali mendapatkan hidupnya. Perlahan-lahan meninggalkan kehidupan ratu-nya di rumah besar itu. Membangun kembali karirnya meski di bidang yang berbeda. Membuat Lila membiasakan dirinya agar berhenti memanggilnya ibu. Karena ia berencana untuk berhenti menjadi ibu bagi gadis kecil itu. Dan juga, berhenti menjadi istri Pram.
Cerai.
Ya, satu kata dengan lima huruf yang akan mulai diperjuangkannya. Tidak peduli apa kata dunia. Ini demi dirinya. Demi hidupnya.
***
"Tell me, what's wrong with you?" desak Deana begitu Lyan kembali ke kantin, duduk dihadapannya dengan wajah sedikit sembap."Cuma teringat masa lalu yang nggak enak aja. Sorry, aku agak emosional tadi. Efek PMS barangkali. But i'm okay now," sahut Lyan."Kau yakin?" tanya Deana skeptis. Ia memperhatikan Lyan yang saat ini justru menghindari kontak mata dengannya. Sahabatnya itu mulai melahap potongan browniesnya. Deana pun memutuskan untuk tak memaksanya bercerita. Ia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan agar berganti suasana."Oh ya Ly, menurutmu gimana tuh, si dosen baru? Ganteng nggak?"Nyatanya, pembicaraan ini tidak benar-benar baru. Setidaknya begitulah bagi Lyan. Ia berhenti mengunyah sesaat. Lalu kembali mengatur ekspresinya agar Deana tak curiga."Biasa aja. Nggak ada yang istimewa," sahutnya datar."Serius?? Cakep gitu! Jenius lagi! Udah S3!" kilah Deana masih tak pua
"Aku benci ditatap orang asing lebih dari 5 detik,"Sorot mata yang mengintimidasi, dan ucapan dengan nada yang dingin dari sesosok mahasiswa yang baru diketahui Lyan adalah Dirga Hadinata. Cowok itu berdiri tegap dihadapannya dan Deana dengan sebelah tangan berada didalam saku jeansnya.Deana hanya menunduk, sambil berkali-kali memberikan kode pada Lyan melalui kakinya agar mereka segera kabur dari situ. Namun nyatanya Lyan justru tak bergeming."Aku juga benci dengan orang yang terlalu baper dengan hanya ditatap lebih dari 5 detik,"Tatapan Dirga berubah. Ia terpana dengan caranya. Masih dengan tatapan yang sama dinginnya. Dan Lyan, ia pun masih bernyali untuk terus menatap Dirga yang menjulang tinggi di hadapannya.Deana yang kini menarik kaus Lyan dari bawah meja, membuat Lyan akhirnya mengalah. Ia pun bangkit sambil menarik tangan Deana."Balik yuk! Ngerjain tugas d
"Jadi, kau ingin berkarir sebagai selebriti secara profesional?" Pram mengusap mulutnya dengan tisu setelah ia menyelesaikan makan malamnya. Di meja hanya ada ia dan juga Anara. Lila sudah lebih dulu tidur.Ia menatap Anara di hadapannya yang juga baru menyelesaikan makan malamnya. Pram melirik piring wanita itu. Ia bahkan hanya makan sedikit namun tetap tidak menghabiskannya. Apa wanita ini sedang berdiet?"Kontrakku dengan Estella tentunya bukan main-main," sahut Anara dingin. Ia menghindar berkontak mata dengan Pram. Ia meneguk air minumnya dengan tenang."Berapa lama kontrakmu?"Anara terdiam sesaat, lalu menjawab, "enam bulan,"Pram menarik napas lega. "Baguslah,""Tapi aku akan membuat mereka memperpanjang kontrakku," tukas Anara cepat. Pram menatapnya tak senang. "Lalu bagaimana dengan Lila? Apa kau mau menelantarkannya?""Bagaimana bisa kau menuduhku m
Lyan mengernyit melihat seseorang yang berdiri didepan pagar kosannya."Ohh, kau si cowok lima detik ya?" gumamnya cuek."Cowok lima detik?" gantian cowok itu yang mengernyit bingung. Ia terlihat keren dengan setelan kasualnya berapa celana jeans rebel dan kaus berpotongan V-neck berwarna beige. Dan semakin bertambah keren dengan tunggangan motor gede yang sepertinya keluaran terbaru.Dialah Dirga Hadinata'Oh, jadi karena inikah dia terkenal?' batin Lyan. Ia teringat percakapannya dengan Deana semalam."Dirga itu terkenal di kampus kita. Dia anak orang kaya, dan jumlah mantannya udah berderet-deret. Tapi denger-denger sih, dia semacam anak yang nggak diakui gitu di keluarganya yang kaya raya itu. Semacam anak haram atau anak gundik ayahnya. Makanya dia tinggal di apartemennya sendiri. Dan sifatnya jadi rebel gitu. Tapi tetep aja banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacarnya. Soa
"Mau jadi pacarku?"Sorak sorai langsung riuh terdengar memenuhi seluruh jagat kantin. Ini benar-benar peristiwa langka karena inilah pertama kalinya seorang Dirga Hadinata langsung nembak cewek didepan umum. Karena biasanya kalau ia baru jadian, nggak ada angin nggak ada hujan, keesokan harinya ia sudah akan langsung menggandeng pacar barunya didepan seluruh mahasiswa, bak pasangan artis yang tengah berjalan di red carpet.Dan ini juga pertama kalinya bagi Dirga memilih seorang cewek yang berbeda dari tipe para mantan pacarnya sebelumnya. Lyan memang cukup cantik, tapi terlalu sederhana dibandingkan para mantan Dirga yang selalu berpenampilan bak selebgram. Bahkan juga cukup aneh bahwa Dirga akhirnya tertarik pada seorang cewek cerdas semacam Lyan. Bukannya semua orang tahu, cowok itu malas belajar. Jelas ia tidak berminat berkencan dengan cewek cerdas yang nantinya akan membuatnya repot karena terus-terusan diminta untuk serius belajar.
8 tahun yang lalu..."Namaku Lyan!" seru Lyan cepat, menjawab pertanyaan seorang pemuda dewasa dihadapannya yang menanyakan namanya dengan ramah."Hmm, namamu cukup unik. Apa itu nama panggilan?"Lyan menggeleng cepat. "Nama lengkapku Lyan Keshwari,"Pemuda itu tersenyum lagi sambil menatap lembut ke arahnya. "Kalau nama kakak? Sudah tahu kan?"Lyan mengangguk. "Abimana Hattala," sahutnya. Ia mengetahuinya dari KTP di dompet Abi yang ia temukan terjatuh di jalan. Demi menemukan sang empunya dompet, Lyan terpaksa membuka isinya demi mencari identitas pemiliknya. Namun alamat yang tertera justru sebuah alamat di luar kota. Karena kebingungan, Lyan pun pergi ke kantor kepala desa untuk melaporkan dompet yang ia temukan. Dan bersyukurnya, orang-orang di kantor kepala desa mengenal sang pemilik dompet. Yang ternyata salah satu mahasiswa yang sedang ikut kegiatan volunteering di desa mereka. Ya, desa mere
Abi tersenyum sambil memegangi dompet yang kini telah kembali ke tangannya. Bukan senang karena dompetnya telah kembali, melainkan terkesan dengan gadis kecil yang telah mengembalikan dompetnya meskipun ia bisa saja menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ada beberapa ratus ribu di dompet itu, dan tak satu lembar pun yang hilang. Ya, Abi mengagumi kejujuran anak itu serta usahanya demi menemukan dirinya sebagai pemilik dompet."Wahh... akhirnya ketemu juga ya sayang. Dapat dimana?"Abi melirik seorang gadis disampingnya yang sedang bergelayut manja di lengannya yang kini ikut memperhatikan dompetnya.Anara. Kekasihnya.Abi mengusap lembut rambut Anara."Dibalikin sama anak kecil,"Anara mendongak. "Anak kecil? Serius? Tumben masih ada anak yang sejujur itu ya di zaman sekarang,"Abi menggumam setuju sambil tersenyum lagi.
"Ly... kenapa nangis?" tanya Deana cemas melihat Lyan yang berdiri didepan pintunya sambil berurai air mata. Sekian lama bersahabat dengan Lyan, baru kali ini ia melihat Lyan menangis. Deana mulai berpikir macam-macam. Apakah pernyataan cinta Dirga membuat Lyan di bully para penggemar fanatiknya? Apa mereka menghinanya? Menyakitinya secara fisik karena merasa tak terima?Deana merasa miris melihat Lyan yang seperti ini. Meskipun belum tahu pasti apa penyebabnya kesedihan Lyan, namun Deana serasa ingin menangis bersamanya."Ma...maaf De, a...aku... nggak bawa...buah untukmu..." sahut Lyan sambil sesenggukan. Ia sibuk mengusap air matanya yang tak henti mengalir.Deana memeluknya. "Nggak perlu pikirin itu. Lagian aku juga udah mulai enakan. Yuk masuk dulu. Kamu tenangin diri didalam,"Lyan mengangguk. Deana menuntunnya masuk lalu segera menutup pintu. Lyan segera duduk di tepi kasur sementara Deana mengambilkan segela