Share

Chapter 4: New Crush (Part 1)

"Tell me, what's wrong with you?" desak Deana begitu Lyan kembali ke kantin, duduk dihadapannya dengan wajah sedikit sembap.

"Cuma teringat masa lalu yang nggak enak aja. Sorry, aku agak emosional tadi. Efek PMS barangkali. But i'm okay now," sahut Lyan.

"Kau yakin?" tanya Deana skeptis. Ia memperhatikan Lyan yang saat ini justru menghindari kontak mata dengannya. Sahabatnya itu mulai melahap potongan browniesnya. Deana pun memutuskan untuk tak memaksanya bercerita. Ia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan agar berganti suasana.

"Oh ya Ly, menurutmu gimana tuh, si dosen baru? Ganteng nggak?"

Nyatanya, pembicaraan ini tidak benar-benar baru. Setidaknya begitulah bagi Lyan. Ia berhenti mengunyah sesaat. Lalu kembali mengatur ekspresinya agar Deana tak curiga.

"Biasa aja. Nggak ada yang istimewa," sahutnya datar.

"Serius?? Cakep gitu! Jenius lagi! Udah S3!" kilah Deana masih tak puas.

"Udah tua. Kayak om-om. Males ah," sahut Lyan cuek sambil meneguk air mineralnya.

"Busyet dah om-om! Matamu rabun atau gimana sih? Masih muda banget lho tuh dosen,"

"Bukan tipeku, De. Tau sendiri aku sukanya yang masih sama-sama mahasiswa aja. Lebih enak kalo ngobrol. Lebih nyambung,"

"Oh ya? Kayak siapa?" tanya Deana mendadak bersemangat. Sejak awal masuk kampus, Lyan selalu cuek pada cowok manapun. Dan kali ini sepertinya menarik untuk memancing Lyan agar mau mengutarakan tipe cowok seperti apa yang ia sukai.

Namun nyatanya, Lyan hanya mengangkat bahu cuek. Deana mendengus kesal.

"Come on, Ly. Coba pikir-pikir, kayak siapaaaa gitu yang menurutmu oke, yah, siapa tau bisa aku gebet dan aku nggak jadi ngincer dosen baru itu," bujuk Deana lagi. 

Lyan menarik napas sebentar. Lalu melirik sekeliling tidak kentara. Dan ekor matanya menangkap sesosok mahasiswa yang sedang duduk di pojokan, yang juga tengah menatapnya.

"Kayak dia," sahut Lyan dengan dagu mengarah ke cowok itu, yang juga masih menatapnya. Deana pun mengikuti arah pandangan Lyan. Namun ia justru terkejut.

"Gosh! What are you thinking?!" pekik Deana pelan sambil cepat mengalihkan pandan dari cowok itu.

"Memangnya kenapa?" tanya Lyan cuek.

"Kau serius nggak tau siapa dia? Itu Dirga Hadinata! Reputasinya buruk! Big no, Ly! Mana sekarang dia lagi ngeliatin kita!" sahut Deana setengah berbisik. Ia terlihat cemas.

Lyan tersenyum simpul sambil pandangannya lurus menatap ke depan.

"Ralat. Dia sedang menuju kesini."

***

"Wanita ini cantik sekali, bagaimana menurut Anda, Pak Abi?" tanya Profesor Royyan dengan dagu yang menunjuk ke arah televisi, yang sedang menampilkan iklan produk baru Estella Skincare, dengan brand ambassador mereka yang baru juga, Anara Aryasena.

Abimana hanya menatapnya datar. Lalu menyahut, "yeah. Tapi bukan tipe saya. Terlalu glamor,"

Profesor Royyan terkekeh pelan. "Memang tidak cocok dengan imej berpendidikan anda, Pak Abi,"

Abi hanya tersenyum simpul. Ia kembali menyesap kopinya. Sudah setengah jam ia berada di ruangan ini, disambut langsung oleh Profesor Royyan, yang juga pemilik universitas ini. Berbicara dengannya cukup menyenangkan bagi Abi. Meskipun ia sebenarnya mulai tidak sabar untuk membahas sesuatu. Namun belum menemukan celah untuk memulainya.

"Saya berencana menggunakannya untuk promosi universitas kita. Bagaimana menurut anda, Pak Abi?"

Abi berhenti menyesap kopinya. "Maksud bapak?"

"Wanita ini," sahut Profesor Royyan sambil kembali menunjuk Anara yang masih tampil di iklan.

"Atas dasar apa, kalau boleh saya tahu?"

"Dia cantik dan juga terkenal. Dia sedang naik daun. Saya rasa akan bagus kalau dia mempromosikan universitas kita. Banyak anak muda akan tertarik untuk kuliah disini,"

Abi terdiam sejenak. Kemudian meletakkan cangkir kopinya sebelum menjawab dengan serius.

"Saya rasa dia bukan pilihan yang bagus,"

"Alasannya?"

"Karena imejnya tidak sesuai dengan universitas kita. Seperti yang saya katakan sebelumnya, wanita itu terlalu glamor. Sedangkan universitas kita mempunyai reputasi akademik yang bagus,"

Profesor Royyan tak menyahut, namun ia mengangguk-angguk.

"Kalau begitu, apa Pak Abi punya rekomendasi artis yang bagus? Cantik atau tampan dan juga jenius?"

Abi tersenyum puas. Kini, ia telah menemukan celah.

"Kenapa harus artis, Pak?"

Profesor Royyan mengernyit. Abi kembali melanjutkan perkataannya.

"Cantik dan jenius. Saya mengenal seseorang. Dan bukankah bapak juga mengenalnya dengan sangat baik?"

"Maksud Pak Abi?" Profesor Royyan semakin tidak mengerti. Perkataan Abi seperti teka-teki.

"Cucu bapak sendiri. Retania Gunardi."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status