"Tell me, what's wrong with you?" desak Deana begitu Lyan kembali ke kantin, duduk dihadapannya dengan wajah sedikit sembap.
"Cuma teringat masa lalu yang nggak enak aja. Sorry, aku agak emosional tadi. Efek PMS barangkali. But i'm okay now," sahut Lyan.
"Kau yakin?" tanya Deana skeptis. Ia memperhatikan Lyan yang saat ini justru menghindari kontak mata dengannya. Sahabatnya itu mulai melahap potongan browniesnya. Deana pun memutuskan untuk tak memaksanya bercerita. Ia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan agar berganti suasana.
"Oh ya Ly, menurutmu gimana tuh, si dosen baru? Ganteng nggak?"
Nyatanya, pembicaraan ini tidak benar-benar baru. Setidaknya begitulah bagi Lyan. Ia berhenti mengunyah sesaat. Lalu kembali mengatur ekspresinya agar Deana tak curiga.
"Biasa aja. Nggak ada yang istimewa," sahutnya datar.
"Serius?? Cakep gitu! Jenius lagi! Udah S3!" kilah Deana masih tak puas.
"Udah tua. Kayak om-om. Males ah," sahut Lyan cuek sambil meneguk air mineralnya.
"Busyet dah om-om! Matamu rabun atau gimana sih? Masih muda banget lho tuh dosen,"
"Bukan tipeku, De. Tau sendiri aku sukanya yang masih sama-sama mahasiswa aja. Lebih enak kalo ngobrol. Lebih nyambung,"
"Oh ya? Kayak siapa?" tanya Deana mendadak bersemangat. Sejak awal masuk kampus, Lyan selalu cuek pada cowok manapun. Dan kali ini sepertinya menarik untuk memancing Lyan agar mau mengutarakan tipe cowok seperti apa yang ia sukai.
Namun nyatanya, Lyan hanya mengangkat bahu cuek. Deana mendengus kesal.
"Come on, Ly. Coba pikir-pikir, kayak siapaaaa gitu yang menurutmu oke, yah, siapa tau bisa aku gebet dan aku nggak jadi ngincer dosen baru itu," bujuk Deana lagi.
Lyan menarik napas sebentar. Lalu melirik sekeliling tidak kentara. Dan ekor matanya menangkap sesosok mahasiswa yang sedang duduk di pojokan, yang juga tengah menatapnya.
"Kayak dia," sahut Lyan dengan dagu mengarah ke cowok itu, yang juga masih menatapnya. Deana pun mengikuti arah pandangan Lyan. Namun ia justru terkejut.
"Gosh! What are you thinking?!" pekik Deana pelan sambil cepat mengalihkan pandan dari cowok itu.
"Memangnya kenapa?" tanya Lyan cuek.
"Kau serius nggak tau siapa dia? Itu Dirga Hadinata! Reputasinya buruk! Big no, Ly! Mana sekarang dia lagi ngeliatin kita!" sahut Deana setengah berbisik. Ia terlihat cemas.
Lyan tersenyum simpul sambil pandangannya lurus menatap ke depan.
"Ralat. Dia sedang menuju kesini."
***
"Wanita ini cantik sekali, bagaimana menurut Anda, Pak Abi?" tanya Profesor Royyan dengan dagu yang menunjuk ke arah televisi, yang sedang menampilkan iklan produk baru Estella Skincare, dengan brand ambassador mereka yang baru juga, Anara Aryasena.
Abimana hanya menatapnya datar. Lalu menyahut, "yeah. Tapi bukan tipe saya. Terlalu glamor,"
Profesor Royyan terkekeh pelan. "Memang tidak cocok dengan imej berpendidikan anda, Pak Abi,"
Abi hanya tersenyum simpul. Ia kembali menyesap kopinya. Sudah setengah jam ia berada di ruangan ini, disambut langsung oleh Profesor Royyan, yang juga pemilik universitas ini. Berbicara dengannya cukup menyenangkan bagi Abi. Meskipun ia sebenarnya mulai tidak sabar untuk membahas sesuatu. Namun belum menemukan celah untuk memulainya.
"Saya berencana menggunakannya untuk promosi universitas kita. Bagaimana menurut anda, Pak Abi?"
Abi berhenti menyesap kopinya. "Maksud bapak?"
"Wanita ini," sahut Profesor Royyan sambil kembali menunjuk Anara yang masih tampil di iklan.
"Atas dasar apa, kalau boleh saya tahu?"
"Dia cantik dan juga terkenal. Dia sedang naik daun. Saya rasa akan bagus kalau dia mempromosikan universitas kita. Banyak anak muda akan tertarik untuk kuliah disini,"
Abi terdiam sejenak. Kemudian meletakkan cangkir kopinya sebelum menjawab dengan serius.
"Saya rasa dia bukan pilihan yang bagus,"
"Alasannya?"
"Karena imejnya tidak sesuai dengan universitas kita. Seperti yang saya katakan sebelumnya, wanita itu terlalu glamor. Sedangkan universitas kita mempunyai reputasi akademik yang bagus,"
Profesor Royyan tak menyahut, namun ia mengangguk-angguk.
"Kalau begitu, apa Pak Abi punya rekomendasi artis yang bagus? Cantik atau tampan dan juga jenius?"
Abi tersenyum puas. Kini, ia telah menemukan celah.
"Kenapa harus artis, Pak?"
Profesor Royyan mengernyit. Abi kembali melanjutkan perkataannya.
"Cantik dan jenius. Saya mengenal seseorang. Dan bukankah bapak juga mengenalnya dengan sangat baik?"
"Maksud Pak Abi?" Profesor Royyan semakin tidak mengerti. Perkataan Abi seperti teka-teki.
"Cucu bapak sendiri. Retania Gunardi."
***
"Aku benci ditatap orang asing lebih dari 5 detik,"Sorot mata yang mengintimidasi, dan ucapan dengan nada yang dingin dari sesosok mahasiswa yang baru diketahui Lyan adalah Dirga Hadinata. Cowok itu berdiri tegap dihadapannya dan Deana dengan sebelah tangan berada didalam saku jeansnya.Deana hanya menunduk, sambil berkali-kali memberikan kode pada Lyan melalui kakinya agar mereka segera kabur dari situ. Namun nyatanya Lyan justru tak bergeming."Aku juga benci dengan orang yang terlalu baper dengan hanya ditatap lebih dari 5 detik,"Tatapan Dirga berubah. Ia terpana dengan caranya. Masih dengan tatapan yang sama dinginnya. Dan Lyan, ia pun masih bernyali untuk terus menatap Dirga yang menjulang tinggi di hadapannya.Deana yang kini menarik kaus Lyan dari bawah meja, membuat Lyan akhirnya mengalah. Ia pun bangkit sambil menarik tangan Deana."Balik yuk! Ngerjain tugas d
"Jadi, kau ingin berkarir sebagai selebriti secara profesional?" Pram mengusap mulutnya dengan tisu setelah ia menyelesaikan makan malamnya. Di meja hanya ada ia dan juga Anara. Lila sudah lebih dulu tidur.Ia menatap Anara di hadapannya yang juga baru menyelesaikan makan malamnya. Pram melirik piring wanita itu. Ia bahkan hanya makan sedikit namun tetap tidak menghabiskannya. Apa wanita ini sedang berdiet?"Kontrakku dengan Estella tentunya bukan main-main," sahut Anara dingin. Ia menghindar berkontak mata dengan Pram. Ia meneguk air minumnya dengan tenang."Berapa lama kontrakmu?"Anara terdiam sesaat, lalu menjawab, "enam bulan,"Pram menarik napas lega. "Baguslah,""Tapi aku akan membuat mereka memperpanjang kontrakku," tukas Anara cepat. Pram menatapnya tak senang. "Lalu bagaimana dengan Lila? Apa kau mau menelantarkannya?""Bagaimana bisa kau menuduhku m
Lyan mengernyit melihat seseorang yang berdiri didepan pagar kosannya."Ohh, kau si cowok lima detik ya?" gumamnya cuek."Cowok lima detik?" gantian cowok itu yang mengernyit bingung. Ia terlihat keren dengan setelan kasualnya berapa celana jeans rebel dan kaus berpotongan V-neck berwarna beige. Dan semakin bertambah keren dengan tunggangan motor gede yang sepertinya keluaran terbaru.Dialah Dirga Hadinata'Oh, jadi karena inikah dia terkenal?' batin Lyan. Ia teringat percakapannya dengan Deana semalam."Dirga itu terkenal di kampus kita. Dia anak orang kaya, dan jumlah mantannya udah berderet-deret. Tapi denger-denger sih, dia semacam anak yang nggak diakui gitu di keluarganya yang kaya raya itu. Semacam anak haram atau anak gundik ayahnya. Makanya dia tinggal di apartemennya sendiri. Dan sifatnya jadi rebel gitu. Tapi tetep aja banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacarnya. Soa
"Mau jadi pacarku?"Sorak sorai langsung riuh terdengar memenuhi seluruh jagat kantin. Ini benar-benar peristiwa langka karena inilah pertama kalinya seorang Dirga Hadinata langsung nembak cewek didepan umum. Karena biasanya kalau ia baru jadian, nggak ada angin nggak ada hujan, keesokan harinya ia sudah akan langsung menggandeng pacar barunya didepan seluruh mahasiswa, bak pasangan artis yang tengah berjalan di red carpet.Dan ini juga pertama kalinya bagi Dirga memilih seorang cewek yang berbeda dari tipe para mantan pacarnya sebelumnya. Lyan memang cukup cantik, tapi terlalu sederhana dibandingkan para mantan Dirga yang selalu berpenampilan bak selebgram. Bahkan juga cukup aneh bahwa Dirga akhirnya tertarik pada seorang cewek cerdas semacam Lyan. Bukannya semua orang tahu, cowok itu malas belajar. Jelas ia tidak berminat berkencan dengan cewek cerdas yang nantinya akan membuatnya repot karena terus-terusan diminta untuk serius belajar.
8 tahun yang lalu..."Namaku Lyan!" seru Lyan cepat, menjawab pertanyaan seorang pemuda dewasa dihadapannya yang menanyakan namanya dengan ramah."Hmm, namamu cukup unik. Apa itu nama panggilan?"Lyan menggeleng cepat. "Nama lengkapku Lyan Keshwari,"Pemuda itu tersenyum lagi sambil menatap lembut ke arahnya. "Kalau nama kakak? Sudah tahu kan?"Lyan mengangguk. "Abimana Hattala," sahutnya. Ia mengetahuinya dari KTP di dompet Abi yang ia temukan terjatuh di jalan. Demi menemukan sang empunya dompet, Lyan terpaksa membuka isinya demi mencari identitas pemiliknya. Namun alamat yang tertera justru sebuah alamat di luar kota. Karena kebingungan, Lyan pun pergi ke kantor kepala desa untuk melaporkan dompet yang ia temukan. Dan bersyukurnya, orang-orang di kantor kepala desa mengenal sang pemilik dompet. Yang ternyata salah satu mahasiswa yang sedang ikut kegiatan volunteering di desa mereka. Ya, desa mere
Abi tersenyum sambil memegangi dompet yang kini telah kembali ke tangannya. Bukan senang karena dompetnya telah kembali, melainkan terkesan dengan gadis kecil yang telah mengembalikan dompetnya meskipun ia bisa saja menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ada beberapa ratus ribu di dompet itu, dan tak satu lembar pun yang hilang. Ya, Abi mengagumi kejujuran anak itu serta usahanya demi menemukan dirinya sebagai pemilik dompet."Wahh... akhirnya ketemu juga ya sayang. Dapat dimana?"Abi melirik seorang gadis disampingnya yang sedang bergelayut manja di lengannya yang kini ikut memperhatikan dompetnya.Anara. Kekasihnya.Abi mengusap lembut rambut Anara."Dibalikin sama anak kecil,"Anara mendongak. "Anak kecil? Serius? Tumben masih ada anak yang sejujur itu ya di zaman sekarang,"Abi menggumam setuju sambil tersenyum lagi.
"Ly... kenapa nangis?" tanya Deana cemas melihat Lyan yang berdiri didepan pintunya sambil berurai air mata. Sekian lama bersahabat dengan Lyan, baru kali ini ia melihat Lyan menangis. Deana mulai berpikir macam-macam. Apakah pernyataan cinta Dirga membuat Lyan di bully para penggemar fanatiknya? Apa mereka menghinanya? Menyakitinya secara fisik karena merasa tak terima?Deana merasa miris melihat Lyan yang seperti ini. Meskipun belum tahu pasti apa penyebabnya kesedihan Lyan, namun Deana serasa ingin menangis bersamanya."Ma...maaf De, a...aku... nggak bawa...buah untukmu..." sahut Lyan sambil sesenggukan. Ia sibuk mengusap air matanya yang tak henti mengalir.Deana memeluknya. "Nggak perlu pikirin itu. Lagian aku juga udah mulai enakan. Yuk masuk dulu. Kamu tenangin diri didalam,"Lyan mengangguk. Deana menuntunnya masuk lalu segera menutup pintu. Lyan segera duduk di tepi kasur sementara Deana mengambilkan segela
Abi masih tidak bisa berhenti memikirkan Lyan. Di satu sisi ia terpana, Lily-nya telah tumbuh dewasa dan cantik meskipun hanya berpakaian kasual ala mahasiswa. Namun, sorot matanya tidak lagi ceria. Atau, apa tatapan itu hanya ditujukan padanya saja?Abi menggeliat gelisah. Pertemuan kembali dengan Lyan yang tak terduga telah mengubah fokusnya untuk sesaat. Ia menatap nomor ponsel Retania yang telah ia simpan. Bukankah seharusnya ia langsung saja mendekati gadis ini dengan gencar sesuai rencananya? Namun entah kenapa ia mulai tidak tertarik. Meskipun ternyata aslinya Retania begitu cantik.Ia mulai iseng membuka akun sosial medianya. Dan tiba-tiba terpikir untuk mencari akun Lyan. Tak butuh waktu lama, dalam beberapa detik, ia berhasil menemukannya. Sebuah akun bernama Lyan Keshwari. Abi tersenyum menatap foto profilnya yang ceria. Namun sayang, akunnya terkunci. Tanpa pikir panjang, Abi langsung meng-klik tombol permohonan pertemanan.***