"Jadi, kau ingin berkarir sebagai selebriti secara profesional?" Pram mengusap mulutnya dengan tisu setelah ia menyelesaikan makan malamnya. Di meja hanya ada ia dan juga Anara. Lila sudah lebih dulu tidur.
Ia menatap Anara di hadapannya yang juga baru menyelesaikan makan malamnya. Pram melirik piring wanita itu. Ia bahkan hanya makan sedikit namun tetap tidak menghabiskannya. Apa wanita ini sedang berdiet?
"Kontrakku dengan Estella tentunya bukan main-main," sahut Anara dingin. Ia menghindar berkontak mata dengan Pram. Ia meneguk air minumnya dengan tenang.
"Berapa lama kontrakmu?"
Anara terdiam sesaat, lalu menjawab, "enam bulan,"
Pram menarik napas lega. "Baguslah,"
"Tapi aku akan membuat mereka memperpanjang kontrakku," tukas Anara cepat. Pram menatapnya tak senang. "Lalu bagaimana dengan Lila? Apa kau mau menelantarkannya?"
"Bagaimana bisa kau menuduhku menelantarkannya? Aku sudah membesarkan Lila dengan baik, sesuai keinginanmu. Apa lagi maumu?!" Anara mulai berubah sengit.
Pram terdiam sejenak. Ia menatap langsung mata Anara dalam-dalam.
"Berbahagialah denganku,"
Anara terhenyak. Pram masih menatapnya lurus. Anara mulai merasa goyah sekarang. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
"Nggak akan bisa..." lirihnya.
"Bisa. Asal kau mau melupakan bahwa aku ini kakak iparmu. Ingatlah bahwa aku sekarang adalah suamimu,"
Anara memalingkan wajahnya. Ia selalu benci diingatkan dengan fakta ini. Bahwa ia hanyalah istri pengganti kakaknya. Dan pengorbanan ini telah merenggut kehidupan indahnya, impiannya, dan juga cinta sejatinya...
"Jangan bilang kau terus-terusan seperti ini karena kau masih belum juga bisa melupakan pria itu," Pram mulai menggeram.
Anara bangkit. "Berhenti menyebutnya dengan pria itu. Dia punya nama,"
Anara tidak tahu lagi bagaimana reaksi Pram setelahnya. Ia tidak peduli. Ia langsung masuk ke kamarnya. Ya, kamarnya sendiri. Meskipun suami istri, namun sudah lama sekali Anara dan Pram pisah ranjang. Pernikahan yang dipaksakan ini pada dasarnya terasa hambar bagi mereka berdua. Anara sendiri tak keberatan dengan Pram yang kadang jarang pulang, menghabiskan malamnya dengan wanita lain di luar sana. Ia hanya mengingatkan agar tidak pernah membawa wanita-wanita itu kerumah demi kebaikan Lila. Bagaimanapun, Anara tentu saja masih peduli pada keponakan tunggalnya itu. Karena itu ia berusaha berperan sebagai ibu yang baik bagi Lila. Untuk hal ini, ia bersedia menggantikan kakaknya meskipun ia tahu posisi kakaknya sebagai ibu kandung Lila tentu saja tidak akan pernah terganti.
Ya, ia hanya bersedia berperan sebagai ibu pengganti bagi Lila. Bukan istri pengganti bagi Pram.
Namun ia harus mengakhiri semua ini. Lila tidak cukup menjadi alasan baginya untuk tetap bertahan dengan kehidupan yang tidak ia inginkan ini. Ia menginginkan kembali kebebasan hidupnya. Untuk memiliki karir impiannya, sekaligus menemukan kembali cinta sejatinya.
Anara menekan sebuah nomor yang selalu ingin di hubunginya.
"Jadi? Bagaimana? Apa dia masih di Singapura? Apa dia memutuskan untuk berkarir disana?"
"Calm down, babe. Hari ini seluruhnya berita baik untukmu,"
Anara mulai tersenyum cerah. "Benarkah? Jadi, bagaimana dia?"
"Berdasarkan informasi yang eike dapat, your handsome man balik ke Indonesia,"
"Benarkah?!"
"Yup! Dan ada satu berita baik lagi buatmu, babe,"
"Apa??" Anara makin tak sabar.
"Dia justru ada di Palembang. Dia jadi dosen baru di Universitas Bina Darma,"
Anara menutup mulutnya tak percaya. Air matanya bahkan mulai menetes. Ia tak menyangka. Namun ia sangat sangat bahagia. Barangkali Tuhan mempermudah jalannya. Ia tak perlu repot-repot menyusul pria itu ke Singapura. Karena ternyata dia justru berada disini. Bahkan mungkin untuk waktu yang lama.
"Hehehe, pasti lagi happy banget kan cyinn? Jangan lupa ya tas LV terbaru keinginan eike,"
Anara terkekeh sambil mengusap air matanya. "Anything for you, sista,"
Sementara itu, Pram yang berdiri didepan pintu kamar Anara yang setengah terbuka, terpaksa menelan kekecewaan. Rasa kecewa untuk sekian kalinya. Ia selalu ingin melihat senyum bahagia itu di wajah Anara. Bahagia karena dirinya. Namun bahkan hingga saat ini semuanya terasa mustahil. Bahkan setelah lima tahun pernikahan mereka, alasan kebahagiaan Anara masih sama. Masih saja pria itu, yang ia tidak mau menyebutkan namanya seakan-akan ia tak bernama.
Mantan kekasih Anara selama bertahun-tahun. Pria yang bernama Abimana Hattala.
***
Lyan mengernyit melihat seseorang yang berdiri didepan pagar kosannya."Ohh, kau si cowok lima detik ya?" gumamnya cuek."Cowok lima detik?" gantian cowok itu yang mengernyit bingung. Ia terlihat keren dengan setelan kasualnya berapa celana jeans rebel dan kaus berpotongan V-neck berwarna beige. Dan semakin bertambah keren dengan tunggangan motor gede yang sepertinya keluaran terbaru.Dialah Dirga Hadinata'Oh, jadi karena inikah dia terkenal?' batin Lyan. Ia teringat percakapannya dengan Deana semalam."Dirga itu terkenal di kampus kita. Dia anak orang kaya, dan jumlah mantannya udah berderet-deret. Tapi denger-denger sih, dia semacam anak yang nggak diakui gitu di keluarganya yang kaya raya itu. Semacam anak haram atau anak gundik ayahnya. Makanya dia tinggal di apartemennya sendiri. Dan sifatnya jadi rebel gitu. Tapi tetep aja banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacarnya. Soa
"Mau jadi pacarku?"Sorak sorai langsung riuh terdengar memenuhi seluruh jagat kantin. Ini benar-benar peristiwa langka karena inilah pertama kalinya seorang Dirga Hadinata langsung nembak cewek didepan umum. Karena biasanya kalau ia baru jadian, nggak ada angin nggak ada hujan, keesokan harinya ia sudah akan langsung menggandeng pacar barunya didepan seluruh mahasiswa, bak pasangan artis yang tengah berjalan di red carpet.Dan ini juga pertama kalinya bagi Dirga memilih seorang cewek yang berbeda dari tipe para mantan pacarnya sebelumnya. Lyan memang cukup cantik, tapi terlalu sederhana dibandingkan para mantan Dirga yang selalu berpenampilan bak selebgram. Bahkan juga cukup aneh bahwa Dirga akhirnya tertarik pada seorang cewek cerdas semacam Lyan. Bukannya semua orang tahu, cowok itu malas belajar. Jelas ia tidak berminat berkencan dengan cewek cerdas yang nantinya akan membuatnya repot karena terus-terusan diminta untuk serius belajar.
8 tahun yang lalu..."Namaku Lyan!" seru Lyan cepat, menjawab pertanyaan seorang pemuda dewasa dihadapannya yang menanyakan namanya dengan ramah."Hmm, namamu cukup unik. Apa itu nama panggilan?"Lyan menggeleng cepat. "Nama lengkapku Lyan Keshwari,"Pemuda itu tersenyum lagi sambil menatap lembut ke arahnya. "Kalau nama kakak? Sudah tahu kan?"Lyan mengangguk. "Abimana Hattala," sahutnya. Ia mengetahuinya dari KTP di dompet Abi yang ia temukan terjatuh di jalan. Demi menemukan sang empunya dompet, Lyan terpaksa membuka isinya demi mencari identitas pemiliknya. Namun alamat yang tertera justru sebuah alamat di luar kota. Karena kebingungan, Lyan pun pergi ke kantor kepala desa untuk melaporkan dompet yang ia temukan. Dan bersyukurnya, orang-orang di kantor kepala desa mengenal sang pemilik dompet. Yang ternyata salah satu mahasiswa yang sedang ikut kegiatan volunteering di desa mereka. Ya, desa mere
Abi tersenyum sambil memegangi dompet yang kini telah kembali ke tangannya. Bukan senang karena dompetnya telah kembali, melainkan terkesan dengan gadis kecil yang telah mengembalikan dompetnya meskipun ia bisa saja menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ada beberapa ratus ribu di dompet itu, dan tak satu lembar pun yang hilang. Ya, Abi mengagumi kejujuran anak itu serta usahanya demi menemukan dirinya sebagai pemilik dompet."Wahh... akhirnya ketemu juga ya sayang. Dapat dimana?"Abi melirik seorang gadis disampingnya yang sedang bergelayut manja di lengannya yang kini ikut memperhatikan dompetnya.Anara. Kekasihnya.Abi mengusap lembut rambut Anara."Dibalikin sama anak kecil,"Anara mendongak. "Anak kecil? Serius? Tumben masih ada anak yang sejujur itu ya di zaman sekarang,"Abi menggumam setuju sambil tersenyum lagi.
"Ly... kenapa nangis?" tanya Deana cemas melihat Lyan yang berdiri didepan pintunya sambil berurai air mata. Sekian lama bersahabat dengan Lyan, baru kali ini ia melihat Lyan menangis. Deana mulai berpikir macam-macam. Apakah pernyataan cinta Dirga membuat Lyan di bully para penggemar fanatiknya? Apa mereka menghinanya? Menyakitinya secara fisik karena merasa tak terima?Deana merasa miris melihat Lyan yang seperti ini. Meskipun belum tahu pasti apa penyebabnya kesedihan Lyan, namun Deana serasa ingin menangis bersamanya."Ma...maaf De, a...aku... nggak bawa...buah untukmu..." sahut Lyan sambil sesenggukan. Ia sibuk mengusap air matanya yang tak henti mengalir.Deana memeluknya. "Nggak perlu pikirin itu. Lagian aku juga udah mulai enakan. Yuk masuk dulu. Kamu tenangin diri didalam,"Lyan mengangguk. Deana menuntunnya masuk lalu segera menutup pintu. Lyan segera duduk di tepi kasur sementara Deana mengambilkan segela
Abi masih tidak bisa berhenti memikirkan Lyan. Di satu sisi ia terpana, Lily-nya telah tumbuh dewasa dan cantik meskipun hanya berpakaian kasual ala mahasiswa. Namun, sorot matanya tidak lagi ceria. Atau, apa tatapan itu hanya ditujukan padanya saja?Abi menggeliat gelisah. Pertemuan kembali dengan Lyan yang tak terduga telah mengubah fokusnya untuk sesaat. Ia menatap nomor ponsel Retania yang telah ia simpan. Bukankah seharusnya ia langsung saja mendekati gadis ini dengan gencar sesuai rencananya? Namun entah kenapa ia mulai tidak tertarik. Meskipun ternyata aslinya Retania begitu cantik.Ia mulai iseng membuka akun sosial medianya. Dan tiba-tiba terpikir untuk mencari akun Lyan. Tak butuh waktu lama, dalam beberapa detik, ia berhasil menemukannya. Sebuah akun bernama Lyan Keshwari. Abi tersenyum menatap foto profilnya yang ceria. Namun sayang, akunnya terkunci. Tanpa pikir panjang, Abi langsung meng-klik tombol permohonan pertemanan.***
"Pasti sengaja, kan?"Lyan dan Deana kompak menengadah, membatalkan suapan mereka begitu mendengar suara yang familiar ini. Dihadapan mereka, Dirga berdiri menjulang dan menatap lurus ke arah Lyan.Lyan memperhatikan sekeliling. Seisi kantin sibuk berbisik-bisik memperhatikan mereka. Ia menghela napas berat. Lagi-lagi cowok di hadapannya ini suka sekali berulah dengan membuat drama. Dan Lyan benci sekali ini.Lyan melirik Deana sekilas. Sahabatnya itu tampak menatap cemas ke arahnya. Kemudian Lyan kembali beralih menatap Dirga."Apa maksudmu sengaja?" tanya Lyan pura-pura tidak mengerti. Sedikit banyak, dia tahu apa yang dimaksud Dirga."Akun sosmedmu. Kenapa mendadak isinya kosong semua? Bahkan foto profilmu pun nggak ada," protes Dirga."Kan terserah aku. Itu akunku. Lagian aku udah konfirmasi akunmu. Apalagi yang kurang?" sahut Lyan santai.Dirga berdecak k
"Kita bisa sepakat untuk ini," ujar Dirga. Lyan menatapnya bingung, "maksudmu?""Aku tahu kau nggak mau berurusan dengan dosen itu. Kalian pernah ada sesuatu, kan? Aku bisa bantu,""Nggak usah!" tolak Lyan cepat."Kenapa?"Lyan menatap Dirga serius,"karena kita nggak lagi main drama sekarang. Kau mau bantu apa? Kita pura-pura pacaran, gitu? Mau bikin orang lain cemburu? Aku tahu, kau suka Retania, kan?""Ap...apa?""Jangan remehkan insting perempuan,"Dirga tertawa kecil. Dalam hati, ia benar-benar mengagumi Lyan."Satu lagi. Jangan pernah berpikir untuk menjadikan aku umpan hanya demi memancing perhatian Retania. Aku sibuk, nggak punya waktu untuk main-main dengan itu. Kau cuma perlu berhenti jadi playboy. Fokus aja ngejar Retania,"Dirga tertawa lagi. Lyan mengernyit heran menatapnya. "Aku heran kenapa kau terus tertaw