"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya.
"E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?
"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat."
"Baiklah, Bu. Sebentar ya."
Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik.
"Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana.
"Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?"
"Tentu! Acara k
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Dddrrtt...ddrrrtt...Ponsel yang bergetar, dan decakan kesal seorang pria dibelakang kemudi, membuat sang supir diam-diam melirik penumpang istimewa yang sedang duduk dibelakangnya melalui kaca spion dalam mobilnya. Seorang pria tampan dengan kisaran usia 30-an. Setelan hitam formalnya semakin memperjelas kesan profesionalnya serta tampilannya yang menawan. Bahkan sebagai sesama pria dengan kisaran usia yang tidak jauh berbeda , dalam hati sang supir juga berdecak kagum dengan sosok yang beberapa menit yang lalu baru ia jemput dari bandara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II. Seorang yang baru saja menyelesaikan gelar doktornya di bidang sistem informasi di Nanyang Technological University di Singapura, dan akan segera menjadi dosen baru di universitas tempatnya bekerja. Ya, seseorang yang akhirnya ia ketahui bernama Abimana Hattala.Tidak ada kesan buruk saat supir muda ini pertama kali bertemu dengannya ketika menjemputnya di ban
"Lyan...mau kemana?"Gadis yang dipanggil Lyan itu menoleh kesal ke arah sahabatnya yang menarik tangannya ketika ia memutuskan untuk segera pergi. Untuk mengubur rasa muaknya."Kemana lagi? Ke kantin dong! Aku lapar!"Ya, kedatangan pria itu, yang ia ketahui bernama Abimana Hattala, seakan langsung menghisap habis energinya dalam pandangan pertama ia kembali melihatnya setelah hampir 8 tahun. Ia pikir ia akan cukup kuat untuk menghadapi takdir yang menyebalkan ini. Ketika pertama kali Deana heboh bercerita padanya bahwa kampus mereka akan kedatangan dosen baru, bergelar doktor dari NTU di Singapura. Seorang dosen muda dan tampan. Dan berdasarkan informasi yang diam-diam mereka korek dari kenalan mereka yang bekerja sebagai salah satu staf administrasi yang bekerja di biro rektorat dan akan bertugas untuk menjemputnya langsung di bandara, kak Bima, calon dosen muda cemerlang itu bernama Abimana Hattala.
"Mama...!"Seorang wanita cantik dengan status nyonya di rumah ini seketika menghentikan langkah kakinya ketika mendengar panggilan bersuara malaikat itu. Ia berbalik, balas menatap datar seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang menatapnya lirih, dan penuh tanya."Mama mau pergi lagi?" tanyanya sekali lagi. Ia, sang nyonya rumah yang bernama Anara Aryasena, menghela napas berat tidak kentara."Tante, Lila. Tante," ralatnya pada si gadis kecil bernama Lila, putri sulung dirumah ini. Lila menunduk lalu bergumam lirih, "iya, Tante,"Anara tersenyum lega. "Sekarang kembalilah. Lanjut lagi les pianonya" sahutnya sambil memberi kode pada Miss Joseline, guru piano Lila, agar kembali membawa anak itu masuk. Lila pun menurut.Setelah keduanya pergi, Anara kembali berbalik. Ia bersiap berangkat sekarang juga."Tidak seharusnya kau bersikap begitu pada Lila. Bagaimanapun dia masih anak-
"Tell me, what's wrong with you?" desak Deana begitu Lyan kembali ke kantin, duduk dihadapannya dengan wajah sedikit sembap."Cuma teringat masa lalu yang nggak enak aja. Sorry, aku agak emosional tadi. Efek PMS barangkali. But i'm okay now," sahut Lyan."Kau yakin?" tanya Deana skeptis. Ia memperhatikan Lyan yang saat ini justru menghindari kontak mata dengannya. Sahabatnya itu mulai melahap potongan browniesnya. Deana pun memutuskan untuk tak memaksanya bercerita. Ia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan agar berganti suasana."Oh ya Ly, menurutmu gimana tuh, si dosen baru? Ganteng nggak?"Nyatanya, pembicaraan ini tidak benar-benar baru. Setidaknya begitulah bagi Lyan. Ia berhenti mengunyah sesaat. Lalu kembali mengatur ekspresinya agar Deana tak curiga."Biasa aja. Nggak ada yang istimewa," sahutnya datar."Serius?? Cakep gitu! Jenius lagi! Udah S3!" kilah Deana masih tak pua
"Aku benci ditatap orang asing lebih dari 5 detik,"Sorot mata yang mengintimidasi, dan ucapan dengan nada yang dingin dari sesosok mahasiswa yang baru diketahui Lyan adalah Dirga Hadinata. Cowok itu berdiri tegap dihadapannya dan Deana dengan sebelah tangan berada didalam saku jeansnya.Deana hanya menunduk, sambil berkali-kali memberikan kode pada Lyan melalui kakinya agar mereka segera kabur dari situ. Namun nyatanya Lyan justru tak bergeming."Aku juga benci dengan orang yang terlalu baper dengan hanya ditatap lebih dari 5 detik,"Tatapan Dirga berubah. Ia terpana dengan caranya. Masih dengan tatapan yang sama dinginnya. Dan Lyan, ia pun masih bernyali untuk terus menatap Dirga yang menjulang tinggi di hadapannya.Deana yang kini menarik kaus Lyan dari bawah meja, membuat Lyan akhirnya mengalah. Ia pun bangkit sambil menarik tangan Deana."Balik yuk! Ngerjain tugas d