Share

Chapter 7

Kamini kembali menunduk, Dirandra memegangi dagunya menengadahkan wajah Kamini. Dirandra menundukkan kepala dan melumat bibir Kamini dengan ciuman yang dalam dan intens. Kembali ia mengangkat tubuh Kamini agar kakinya melingkar di pinggangnya. Kemudian menyandarkan tubuh Kamini di dinding bilik shower dan kembali memasukinya.

Kamini mengalungkan kedua tangannya di leher Diandra. Diandra dengan gemas mencumbu leher dan bahu Kamini dan bahkan sampai didada, perut dan pangkal pahanya tak luput dari jejak bibirnya.

Dirandra melepaskan penyatuan mereka saat dirasanya Kamini akan mencapai pelepasannya kemudian ia berjongkok dan menopang satu kaki Kamini di atas bahunya. Ia mendekatkan mulutnya pada inti tubuh Kamini dan dengan lidahnya mulai melumat kemanisan yang ada.

Kamini bersandar pasrah pada tembok dengan kedua tangannya menumpu pada tembok dan dinding kaca bilik, agar tidak tergelincir jatuh karena kakinya yang menapak rupanya sudah mulai goyah untuk menopang tubuhnya. Lututnya sudah mulai gemetar karena perbuatan Dirandra yang tanpa henti melumat inti tubuhnya dan sepertinya desahan yang selalu lolos dari bibirnya membuat sang suami semakin semangat dan tak ingin melepaskannya.

Dirandra kemudian kembali bangkit dengan sebelah lengannya menopang kaki Kamini dan sebelah lagi melingkar di pinggang Kamini ia kembali menghujamkan dirinya. Percobaan pertama gagal karena sempitnya inti tubuh Kamini. Ia merasa sudah tak sabar dengan gerakan yang sedikit kasar ia kemudian menyatukan tubuh keduanya.

Jeritan Kamini di bungkam oleh bibirnya. Dirandra terus menghujam dengan tempo cepat sampai Kamini kepayahan dan mulai menangis dan mengiba ingin dilepaskan. Kamini mencoba mendorong tubuh Dirandra dengan sisa tenaganya. Dirandra sendiri sudah dua kali mengalami pelepasan dengan posisi begitu tapi ia seakan-akan tak pernah puas.

"Mas tolong sudah ya Ami sungguh lemas," pintanya terakhir kali.

“Bagus begitu panggil aku Mas jika kita hanya berdua.”

Dirandra sepertinya mulai sadar diri dan mempercepat lagi temponya yang tadinya sudah mulai melambat akhirnya setelah ia menjemput pelepasannya. Ia segera memandikan dirinya dan Kamini. Kamini yang tampak kelelahan dibaringkan kembali di atas ranjang dan ia tutupi dengan selimut tanpa repot-repot memberikannya pakaian.

Dirandra melirik jam tangannya di atas nakas kemudian memakainya. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi itu tandanya semua orang sudah berkumpul untuk makan pagi bersama. Ia kemudian memakai pakaiannya semalam dan mendekati ranjang.

Kamini sudah kembali terlelap dengan selimut menutupi sebatas bahunya. Dirandra menundukkan kepalanya mengecup singkat bahu kamini yang penuh tanda miliknya dan memagut bibirnya sebentar.

"Aku sarapan duluan ya. Aku bawakan untukmu nanti." Setelahnya Dirandra mengecup singkat pelipis Kamini dan mendapat anggukan lemah dari sang istri.

Kamini juga tidak menghiraukan perutnya yang sebenarnya juga keroncongan karena semua terkalahkan dengan rasa lelahnya menghadapi sang suami tadi.

Setelahnya Dirandra berjalan keluar tak lupa map biru juga ia bawa. Dirandra membuka pintu depan paviliun dengan wajah yang segar dan tampak bahagia.

Klek ...

Tampak Yolanda sudah bersandar di pilar beranda depan paviliun. Dengan senyum sinis dan wajah datarnya menatap sang suami.

"Hebat, berapa rounde? Sampai jejeritan begitu anak orang hemm? Lupa ya sama istri tua nggak dipeluk." Dirandra memandang Yolanda dengan wajah yang kembali dingin dan rahang yang mengeras.

"Kau ingin segera punya anak bukan? Ini sedang aku usahakan. Ingat kau sendiri selama ini tak bisa memberikan aku keturunan. Kau juga yang memaksaku untuk menikah dengan Kamini. Jangan lupa itu!"

Dirandra berlalu dari hadapan Yolanda tetapi sebelumnya tak lupa ia menutup pintu dan menguncinya dari luar. Bertemu dengan istri tuanya pagi ini dan mendapati wajah sang istri yang tidak bersahabat membuat mood Dirandra tidak baik.

Yolanda terperanjat dengan apa yang dilakukan oleh Dirandra. Yolanda menatap Dirandra tajam bergantian dengan gagang pintu. "Untuk apa kamu menguncinya dari luar?" tanyanya.

"Biar dia bisa istirahat dengan tenang tanpa gangguan siapapun."

"Apa maksudmu aku pengganggu?" tunjuk Yolanda pada dirinya sendiri.

"Pikir saja sendiri !" ujar Dirandra sambil lalu.

Yolanda menatap pintu yang tertutup dengan penuh kebencian kemudian memalingkan wajahnya menatap punggung suaminya dengan nanar. Akhirnya ia memutuskan untuk menyusul suaminya untuk sarapan bersama.

***

Kamini terbangun tak lama kemudian karena suara perutnya yang nyaring karena kelaparan. Segera ia berpakaian dengan berjalan tertatih karena rasa mengganjal dipusat tubuhnya. Sepertinya aku harus minta tukang urut untuk datang, badanku terasa remuk seperti habis jatuh dari sepeda dulu.

"Halo ..."

"Ami apa kabar? Katanya Bibi Mina, Ami nikah ya?" Ternyata telepon berasal dari Almira.

"Iya Bunda Mimi. Kemarin teh ternyata Ami dinikahin orang kaya sama Abah."

"Aduh Nak kok mendadak gitu? Memangnya Ami kenal?"

"Ami teh nggak tau, Bunda tahu nggak sampai rumah udah sah aja gitu. Tapi Ami sedih di sini Ami jadi istri kedua." Ujarnya dengan nada sendu.

Terdengar helaan nafas berat dari ujung telepon. "Ami yang sabar ya Nak. Semuanya sudah terlanjur, walaupun setahu Bunda kalau Aminya nggak tahu gitu sama dengan tidak sah. Kalau ada apa-apa bilang sama bunda ada ayah juga pasti bantu Ami ya,” ujar Almira dengan penuh keibuan. Almira sendiri baru tahu juga motif dari pernikahan Kamini dengan Dirandra. Andaikan Kamini mau terbuka dengan dirinya dan Davka pasti mereka akan membantu dan Kamini tidak perlu sampai mengorbankan dirinya untuk menikah terlebih menjadi istri kedua dalam pernikahan siri.

"Oh iya Bunda, ruko Bunda yang di Garut masih kosong Bunda? Boleh tidak Ami sewa buat jualan kue?" Tiba-tiba Kamini teringat ruko yang pernah Almira tawarkan padanya dulu. Ia juga berpikir tidak ingin menggantungkan hidup kepada keluarga Ekadanta dan meluaskan usahanya lagi.

"Masih Nak, pakai aja ya nggak usah bayar sewa. Kunci ruko di tempat pak RT."

"Makasih Bunda, oh iya Bunda. Ami makan dulu ya, perutnya teh udah konser tunggal nih bentar lagi pada goyang dombret cacingnya."

Gelak tawa terdengar nyaring dari seberang sana rupanya ayah Davka ikut mendengarkan percakapan mereka.

"Tentu Nak, makan yang banyak ya. Jangan galau-galau lagi. Dadah … Sayang jaga diri baik-baik."

Satu masalah selesai, ia akan meminta ijin untuk mulai bekerja dan jika bisa hari ini juga ia akan pergi ke ruko. Senyum cerianya terkembang dengan penuh semangat.

Klek … klek ….

"Aduh ..., kenapa ini teh takunci," gumam Kamini kebingungan saat mendapati pintu depan terkunci rapat. Kepalanya melihat ke bawah siapa tahu kunci terlepas dan terjatuh, karena tidak diketemukan juga akhirnya ia lewat pintu balkon kamarnya yang tidak terkunci, walaupun itu artinya ia harus berjalan memutar untuk masuk ke dalam rumah utama.

Sardi pengurus kebun dan Dira salah seorang asisten rumah tangga melihatnya yang berjalan tertatih dengan leher yang penuh bercak ciuman meringis antara sedih dan kasihan melihat istri muda tuannya itu.

Sepertinya gadis polos itu nggak faham.

"Aduh kasihan, aku ambil syal dulu ya Kang. Tahan dulu Mbak Kamininya," ujar Dira kemudian bergegas mengambilkan syal miliknya di kamar. Sardi hanya mengangguk dan tak melepaskan pandangannya dari Kamini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Vita Asyhar
unt cerita seperti ini seharusnya jagan terlalu tinggi atau banyak point' unt membuka kuncinya. banyak cerita2 yg bagus disini tapi rata2 maximal 5 bahkan ada yg cuma 4 point' unt membuka kunci.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status