Napasku kini teramat lega. Pasalnya, nenek lampir namun semlohai itu telah kehilangan muka di hadapan Arini. Aku bisa melenggang bebas tanpa harus takut dengan rayuan setan berwujud makhluk cantik nan menggoda.
Setelah kejadian itu, ibu mertua lebih banyak diam dan mengurung diri di kamar. Dia keluar hanya untuk makan atau ketika butuh sesuatu. Tak ada lagi belahan dada rendah, tak ada lagi kerling nakal, apalagi desah manja.
Kerling nakal itu justru telah berubah menjadi mata sendu yang menyiratkan kesedihan. Aku yang melihatnya sedikit tersentuh di sisi lain hatiku, meski aku laki-laki tapi hatiku tetaplah selembut salju yang mudah meleleh jika melihat orang bersedih.
"Dek, kasihan Ibu," ujarku ketika usai makan malam melihat ibu mertua langsung masuk kamar tanpa pamit.
"Semua hal ada resikonya. Biarkan dia merenungi setiap kesalahannya." Arini masih saja bersikeras dengan pendiriaannya, membiarkan ibunya dalam ke
Panggilanku mengejutkan Arini dan Martin. Tapi aneh, kenapa hanya terkejut saja? Harusnya ada rasa takut yang tersirat di wajah mereka."Eh, Mas Danu. Sejak kapan di sini? Terus ... kenapa pakai baju ojol?" Arini memicingkan mata, seolah meminta penjelasan."Kapan aku di sini itu tidak penting, yang terpenting adalah ....""Oh iya, Mas. Ini kenalin, dia Bobby suami ke empat Ibu." Dengan tenang dan menunjukkan sikap ramah, ia memperkenalkan aku pada pria yang lebih tampan dariku itu.Apa? Bobby? Dia suami ke empat ibu mertuaku, itu artinya dia ayah mertuaku. Tidak mungkin, kenapa ayah mertuaku masih muda dan ketampanannya mengalahkan aku meski hanya selisih setingkat, sih.Aku menjabat tangan Bobby dan berusaha untuk bersikap wajar. Beruntung aku tidak langsung main gampar, jika tidak pasti hanya malu yang aku dapat.Arini mengajakku duduk, tepat di hadapan Bobby. Sedangkan Arini tep
Hari ini matahari tak bersahabat. Mendung hitam bergelayut manja di langit, beberapa kali kilat menghias cakrawala dengan bias warna emas. Cuaca yang dingin membuatku ingin bermalas-malasan sembari berseluncur di dunia maya.Tengah asyik menikmati berita yang muncul di google, tiba-tiba perhatianku tertuju pada sebuah judul berita, "Selingkuh dengan ayah mertua hingga hamil." Segera kubaca tuntas berita tersebut, kejadian yang terjadi di salah satu kota di negeri ini membuatku khawatir saja.Kuhembus napas dalam-dalam, mencoba memejamkan kelopak mata untuk mengusir seluruh prasangka buruk yang mulai berlalu lalang menyergap hati. Dari dasar hati aku selalu berdoa, meminta kepada Tuhan agar menjaga hati seorang Arini untukku.Semenjak dari pertemuan dengan Bobby -ayah mertua yang tampannya ngalahin aku- perasaanku jadi nggak enak. Aku malah jadi was-was kalau pada akhirnya rencana Arini justru membuat ia jatuh cinta pada Bobby.Kemungkinan itu bisa saja terjadi, mengingat Bobby selain
Sorot bola manik itu begitu tajam menatapku seperti harimau yang hendak menerkam mangsa. Sikap tawa manja berubah menjadi dengusan kekesalan. Ya, Bu Hera marah besar.Beberapa kali ia memaksaku untuk bicara, namun aku memilih untuk diam dan mencoba mencari alasan. Ternyata membohongi wanita licik di depanku ini teramatlah sulit, buktinya semua jawabanku dibantah.Dengan amarah ia meninggalkan aku yang masih kebingungan mengendalikan situasi. Terdengar kedoran keras di pintu kamar Arini disertai dengan teriakan melengking Bu Hera. Aku segera berjingkat untuk melihat."Arini! Kenapa kamu menemui Bobby?" serang Bu Hera setelah Arini membuka pintu.Tentu saja Arini kebingungan dan tidak siap dengan pertanyaan itu. Ia terkejut, kemudian mengalihkan pandangan ke arahku. Kembali kudapati tatapan tajam, kali ini dari Arini yang dibarengi dengan gemeretak kepalan tangan. Lebih ngeri dari emaknya.Jangan tanya bagaimana rasanya di posisiku saat ini. Sungguh tak mengenakkan! Antara nggak enak ha
POV AriniSetelah mendengar celoteh Ibu dengan Mas Danu di dapur, ketenanganku sungguh terusik. Ada rasa sakit yang semakin dalam menyiksa batin.Lara dan air mata yang telah lama mengering, kini seolah tersiram air cuka kembali. Perih dan menyayat mengetahui kenyataan bahwa ibu yang dulu pernah kunanti kepulangannya, justru belum berubah. Bahkan penyesalan saja tak ada di hatinya.Aku sengaja pamit ke Mas Danu dengan alasan ada pelatihan sosialisasi tabungan baru. Padahal itu semua hanyalah bagian dari rencanaku.Dua hari sebelum rencana kepergianku, aku telah memasang beberapa chip penyadap suara yang dilengkapi dengan video perekam dan mikropon yang aku pesan dari teman. Chip itu aku tempel di tempat-tempat tersembunyi yang tak akan terlihat.Chip pertama aku pasang di dapur, di dalam buffet kaca menempel pada pegangan sebuah panci presto. Chip kedua aku pasang di kamar tidurku, tepat di bagian rak buku paling atas di sela-sela tatanan buku.Rak buku yang sengaja aku letakkan di su
POV AriniAdakalanya sabar itu luas bak samudra, namun adakalanya kesabaran itu menipis terkikis oleh berbagai ulah yang teramat menyebalkan. Begitu jua dengan kesabaran yang kumiliki.Jujur, tingkah ibuku yang sudah melampaui batas kewajaran membuatku muak dan kesabaran yang selama ini aku miliki menguap tak bersisa. Hanya saja aku punya rencana lain untuk membuatnya benar-benar jera, syukur-syukur bisa menjadi jalan ia bertaubat.Jika menuruti nafsu, mungkin saja aku sudah mengusirnya sejak aku tahu gelagatnya yang tak sungkan memperlihatkan belahan dada dan mulusnya kaki atas pada suamiku. Ini sungguh tak wajar, kenyataan yang tak pernah kubayangkan selama ini.Aku tak mengerti kenapa ibu mempunyai sifat seperti itu. Ia begitu tega menghianati bahkan menghancurkan kehidupan suami yang sudah memberikan kehidupan layak, mengangkatnya dari kehidupan sebagai orang teraniaya.Dan sekarang ... bagaimana bisa ia juga tega akan menghancurkan kehidupan rumah tangga anaknya sendiri? Tak wara
POV DanuKuseka keringat yang membasahi dahi. Langkah gontai menuju sebuah kedai kecil. Kupesan segelas es teh untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering. Terik matahari membakar kulit, menjadikan suhu tubuh naik dan gerah.Dua puluh menit aku berjalan menghabiskan waktu menunggu Arini pulang. Martin yang kutuju tak juga kudapati di tempat kost. Ia pergi dengan kekasih baru, katanya. Enak bener dia, tanggal merah untuk kencan dengan cewek.Tak seperti aku yang harus berjalan panas-panasan hanya demi menghindar dari ibu mertua. Seharusnya rumah itu bisa memberiku ketenangan, namun semenjak nenek semlohai itu hadir dalam kehidupan rumah tanggaku, semua jadi kacau.Rasa takut malam-malam ia datang menggerayangi tubuhku membuat bulu kuduk meremang. Ketakutan yang berlebih menjadikan aku phobia dengan yang namanya ibu mertua. Bikin paranoid saja itu nenek semlohai.Aku teguk es teh hingga tandas, kemudian minta diisi kembali. Pas sekali, ada gorengan risoles isi kentang kesukaanku. Ja
Seperti biasa, pulang kerja aku selalu menunggu Arini di mushola dekat rumah. Tetangga sekitar sudah hafal kalau aku adalah orang yang paling rajin ke mushola, bahkan mereka mengacungi jempol untukku. Banyak pujian aku terima karena mereka menganggap aku mau mengabdikan diri dengan membersihkan tempat ibadah.Sebenarnya bukan pujian yang aku harapkan, apalagi apa yang aku lakukan bukanlah sesuatu yang besar. Aku sengaja membersihkan mushala karena memang sekalian menghabiskan waktu menunggu Arini pulang. Nggak etis jika hanya duduk bermain gawai di tempat ibadah, kan?Sepertinya Allah kasih bonusnya berlebihan. Allah memang baik. Kasih istri yang pengertian, memberiku jalan rejeki yang halal dan mudah, dan sekarang hal kecil pun Allah kasih balasan untukku. Tapi ... sepertinya Allah kasih ujian juga, yaitu kehadiran ibu mertua yang menggoda iman.Tak habis aku berpikir, kehidupan ini terkadang aneh. Bobby ganteng dan tajir melintir, tapi bisa jatuh ke pelukan wanita tua. Bahkan hingga
Teriakan histeris dari mulut wanita yang berjuluk ibu mertua itu kian melemah. Mungkin energi yang sedari tadi ia luapkan kini melemah. Ia menjatuhkan diri di lantai, bersandar pada dinding bercat biru muda.Perlahan namun pasti, lelaki bertubuh atletis itu mendekati Bu Hera. Ia mengulurkan tangan yang kemudian ditepis kasar oleh wanita itu. Jangankan menerima uluran tangan dari Bobby, melihat wajah pria yang level kegantengannya di atasku itu saja dia tak mau."Hera, kenapa kamu jadi membenciku? Apa salahku sampai-sampai kamu meninggalkan aku?""Aku tidak sudi hidup miskin denganmu!""Apa karena aku miskin kamu meninggalkan aku?""Kamu itu bodoh, Bob! Orang tua kamu kaya raya, tapi malah mengajakku hidup melarat! Apa kamu pikir aku menikah denganmu karena ketampananmu?"Bobby menurunkan satu lutut dan duduk setengah berjongkok menghadap ke arah Bu Hera. Ada kilatan rindu yang menggelora di mata sendu itu."Aku pikir kamu mau menikah denganku karena tulus mencintaiku," ucap Bobby sera