Wahai pembaca yang budiman, part ini mengandung kekerasan dan adegan dewasa. Bagi kalian yang benar-benar masih di bawah umur dan tidak menyukai segala bentuk kekerasan apapun, jangan baca.
Happy Reading!
* * *
"Tch," dengus Lion. Tangannya menyentuh dagu Starla, membuat gadis itu mendongak. Lion pun mendekatkan wajah hingga Starla mampu mencium bau asap rokok dari napas yang keluar dari hidung Lion.
"Kau pikir aku tertarik dengan uangmu?" bisik Lion. Sementara satu tangan yang lain bergerak, menelusuri kancing dress piyama berbahan satin yang Starla pakai. Lion menyeringai. "... Aku hanya mau tubuhmu."
Starla refleks mendorong Lion hingga pria itu jatuh tepat di atas meja. Gadis itu berdiri, lalu segera berlari menuju pintu terdekat.
Pintu keluar. Starla harus segera minta tolong.
Namun, baru saja ia membuka pintu tersebut, dua orang pria menghadang di sana. Starla tersentak dan mundur ketakutan. Dua pria yang tadi menyeret Bima menyeringai, menatap Starla penuh nafsu.
"Bagus. Kalian berdua tutup pintunya dan bawa gadis itu kemari!" Lion memberikan perintah yang langsung dituruti oleh dua anak buah preman yang ia bawa.
Starla memberontak sekuat tenaga kala pria-pria itu menyeretnya dengan paksa kembali ke tengah ruangan. Lalu sama-sama mendorong tubuh Starla hingga terjatuh di lantai tepat di bawah kaki Lion.
Mata Starla mulai berkaca-kaca. Ia takut, sangat.
"Bangun!" Lion berkata.
Starla bangkit namun bukan untuk memenuhi perintah pria itu. Gadis berwajah bulat oval tersebut memberanikan diri mendorong Lion sekali lagi sebagai bentuk perlawanan. Kali ini Lion tampak lebih siap. Bukannya terdorong ke belakang, pria itu dengan cepat mencekal tangan Starla lalu memutar tubuhnya hingga tangan Starla terasa seperti sedang dipiting dan siap untuk dipatahkan.
Starla meringis sakit.
"Dengar, gadis sialan! Aku tidak ingin kamu melawanku dengan sia-sia! Aku tidak menyukai gadis pembangkang seperti kamu!" Lion mendorong tubuh Starla ke depan dengan keras, hingga menabrak tubuh salah satu preman yang ada di sana. Preman itu tertawa meremehkan, merangkul pinggang Starla kuat-kuat.
"Bawa dia ke kamar dan ikat dia. Bungkam mulutnya karena aku benci seseorang berteriak saat aku setubuhi!" Lion lagi-lagi memberi perintah yang membuat mata Starla terbelalak lebar.
Baru saja ia akan kembali melawan dan memberontak tapi tenaganya sebagai satu orang perempuan sama sekali tidak berarti apa-apa bagi dua preman bertubuh kekar tersebut. Dengan mudah, mereka menyeret paksa Starla ke satu-satunya kamar yang ada di rumah itu.
"Tolong... jangan lakukan ini," mohon Starla. Kedua tangannya telah terikat dengan dasi milik Bima yang para preman itu dapatkan setelah mengobrak-abrik lemari. "Kumohon..." Starla mulai menangis.
Permohonan Starla tentu saja tidak didengar oleh dua laki-laki bertato tersebut. Mereka mengambil celana dalam di lemari Starla dan langsung membungkam mulutnya dengan tawa mesum. Tampaknya ini adalah satu dari sekian banyak kinky yang mereka suka.
Tak lama kemudian, Lion menyusul masuk. Dua preman tersebut keluar dari kamar tanpa diperintah oleh bos mereka. Pintu kamar tertutup dan dikunci oleh Lion.
"Sekarang hanya ada kita berdua." Lion berjalan mendekat sembari melepas jas hitam yang ia pakai. Pria itu meletakkan benda tersebut di atas nakas, setelah itu mengambil duduk di kasur samping Starla, mengamati sosok gadis yang terikat tak beradaya di sana.
"Begini lebih baik." Tangan Lion bergerak menyusuri wajah Starla yang disambut gelengan kuat gadis itu. Lion menyeringai, tau jika semua ada dalam kendalinya malam ini.
"Kamu harum. Aku suka," bisik Lion. Kini bukan tangan lagi yang menyusuri pipi Starla melainkan bibir pria tua itu.
Starla berteriak untuk berhenti, namun hanya gumaman tanpa arti yang keluar. Sumpalan di mulutnya benar-benar kuat. Karena tau semua usaha sia-sia, gadis itu hanya menangis dengan tubuh gemetar. Dia tidak menyangka jika kehidupannya akan menjadi seperti ini.
Lion mulai naik ke atas kasur. Entah sejak kapan pria itu sudah melepas celananya, menyisakan sebuah bokser pendek selutut dan kemeja. Dia mengambil posisi tepat di antara kedua lutut Starla.
Saat tangan Lion mulai menyentuh paha, Starla tersentak. Dan sebab para preman tadi hanya mengikat kedua tangannya, Starla jadi punya kesempatan untuk melawan. Dengan sekuat tenaga, gadis itu menendang tubuh Lion dengan brutal. Jeritan yang tertelan kain dalam mulutnya juga terdengar, tanda bahwa ia benar-benar tidak ingin ini terjadi.
"Brengsek!" maki Lion setelah terkena tendangan brutal Starla. Bahkan ia sedikit kesulitan menahan dua kaki jenjang Starla yang masih mencoba menendangnya. Dengan cepat, Lion berpindah tempat, pria yang memiliki perut sedikit buncit karena usia yang tak muda lagi itu duduk di atas perut Starla dan mencekik leher Starla.
"Kamu mau mati?!" geramnya. Lalu dengan sekali gerakan, tangan kasarnya menampar pipi Starla.
Starla mengerang, pipinya terasa panas. Ia yakin sekarang kulit bekas tamparan itu sudah memerah.
Belum juga rasa sakit di pipinya hilang, Starla sudah dipaksa untuk kehilanga napas. Dengan kedua tangan besarnya, Lion mencekik leher Starla kuat. Kepala Starla bergerak ke kanan dan ke kiri, tangannya menarik-narik ikatan, kakinya menendang-nendang, sementara paru-parunya kehilangan pasokan oksigen.
Ia tidak bisa bernapas.
Saat itu Starla yakin jika dia akan mati malam itu juga. Terlebih sekarang matanya mulai berkunang-kunang. Tubuhnya melemas.
Namun, Lion tampaknya mempunyai cukup banyak pengalaman dalam hal ini. Saat keadaan Starla setengah sadar itulah, pria itu melepaskan cekikannya, meninggalkan bekas merah di leher Starla.
Starla langsung meraup udara banyak-banyak. Meski begitu, ia merasa pandangannya masih berkunang-kunang. Tubuhnya pun masih lemas dan terasa dingin.
Dalam kelemahan Starla, diam-diam Lion menyeringai. Pria itu mulai merobek piyama Starla dengan kasar. Dia meneguk saliva saat melihat tubuh mulus gadis tersebut.
"Bocah itu memang tidak salah. Tubuh kamu lebih bagus dari pada jalang tadi." Lion mulai menggerayangi tubuh telanjang Starla. Terasa halus, lembut, padat dan berisi. Terlebih di bagian dada. Meski dada Starla tidak besar, tetapi kekencangannya mampu membuat air liur Lion menetes.
"Oh, fuck!" umpatnya. Ia turun dari perut Starla dan kembali di posisi antara dua lutut gadis itu. Dengan sekali sentakan, ia pun merobek celana dalam Starla.
Matanya tertegun melihat area kewanitaan Starla. Tidak ada satupun bulu menempel. Sepertinya gadis ini selalu merawat tubuh. Dan Lion diam-diam memujinya.
Sudah berapa banyak wanita yang dia tiduri namun tubuh mereka tidak pernah seindah dan semenggairahkan ini. Dia tersenyum. Malam ini dia mendapatkan barang bagus. Bahkan tanpa foreplay pun Lion merasa kejantanannya sudah mengeras dengan sendirinya.
Tak membuang-buang waktu, Lion membungkukkan badan. Daerah pertama yang ia tuju, tentu saja, ujung payudara Starla. Lidahnya membelit dan mulai menghisapnya dengan rakus, sementara tangannya mulai melucuti kemejanya sendiri.
Tubuh Starla tersentak, kembali dia mencoba menggerakkan tubuh untuk menghindar, namun apa daya, Lion sudah benar-benar mengunci tubuhnya untuk tidak bisa bergerak.
"Nikmati saja jalang kecil. Setelah ini, aku akan dapat uang banyak darimu," gumam Lion setelah membuang jauh kemeja beserta boksernya. Kedua tangannya meremas dada Starla.
Starla menggeleng tanda jika dia tidak mau disentuh oleh bajingan itu. Bahkan dia memejamkan mata kuat, menolak untuk memikirkan dan merasakan pelecehan yang kini sedang dia alami.
"Oh, yes ... Kamu nggak bisa menolak. Setelah aku, akan ada banyak pria yang harus kamu puaskan," seringai Lion.
Lagi, Starla hanya mampu menggeleng. Ia pun sudah tidak bisa menahan air matanya yang ingin keluar lagi. Sebenarnya kenapa ini bisa terjadi padanya? Apa salahnya?
Seolah mampu membaca pikiran Starla, Lion pun memberikan sebuah alasan yang jujur. Kenapa gadis itu bisa terjebak bersamanya dan harus menanggung semua ini.
" ... karena pacar brengsek kamu sudah menjualmu padaku untuk ditukar dengan jalang berpenyakitan itu."
Dan Starla ingin sekali mati saat itu juga.
Bersambung...
Pagi ini menjadi sangat berbeda bagi Starla. Dalam semalam saja kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Jika biasanya di jam ini Starla sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap berangkat, kali ini gadis tersebut sedang meringkuk lemah dibalik selimut tebal yang dia tarik dengan sisa tenaganya.Pandangan Starla kosong, menatap tirai putih jendela yang masih tertutup tirai berwarna putih. Matanya terasa panas dan bengkak karena semalaman menangis. Mungkin baru beberapa jam yang lalu air mata itu berhenti dan berubah menjadi sebuah tatapan tak berarti. Starla, meskipun dia merasa kepalanya mulai berdenyut karena tidak bisa tidur, masih berusaha tetap sadar.Suara-suara keributan dari luar kamar tidak mengusik Starla sama sekali. Dia justru mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Starla mencoba memejamkan mata, namun baru beberapa detik, suara pintu kamar sudah terbuka.Starla sama sekali tidak peduli siapa yang sedang masuk. Apapun yang akan terja
Waktu berjalan cepat hari itu. Starla telah selesai meratapi nasip. Di batas kehancurannya, dia mengingat jika dia tidak boleh menyerah. Darma akan sangat kecewa jika tau putri semata wayangnya mudah menyerah pada keadaan.Mengingat nama sang ayah, hati Starla menjerit keras. Mungkin karena dia menentang keputusan Darma, maka dari itu sekarang dia terkena karma.Starla ingat jika Darma pernah mengatakan Bima bukan pria baik. Saat itu Starla memang sangatlah naif dan egois. Dengan pikiran pendek, dia menentang Darma dan pergi dari rumah karena lebih memilih Bima.Sekarang, jika dia pulang ke rumah, apakah Darma akan menerimanya? Akankah ayah yang tegas itu memberikan dukungan yang dia butuhkan saat dirinya tengah mengalami hal gila ini? Dirinya merasa kotor dan tidak pantas untuk pulang. Tapi dia harus kemana lagi?Starla menghela napas. Pipinya masih lembab karena bekas air mata. Hidung dan matanya bahkan masih sedikit merah."Aku harus pergi," put
Semua terlambat, saat Starla menyadari bahwa itu bukanlah mobil abang grab yang dia pesan. Gadis itu otomatis melepaskan pegangannya pada koper dan berbalik untuk berlari. Perasaan takut muncul begitu saja kala melihat pria tua itu.Namun, tepat saat itu juga tangannya sudah dicekal dengan cepat. "Kamu pikir kamu mau lari ke mana jalang kecil?"Starla memberontak, berusaha melepas tangannya. Dia mulai berteriak tapi Lion dengan cepat menamparnya keras sampai pandangan Starla terasa berkunang-kunang."Apa yang kamu lakukan?! Lepasin dia!" teriak Bima murka, dia tidak terima pada perlakuan kasar Lion pada Starla."Aku? AKu hanya akan membawa wanita ini bersamaku," jawab Lion santai. Dia tersenyum miring menatap Lion yang berusaha menerobos dua preman yang dia bawa untuk melindunginya."Nggak! Lepasin Starla! Perjanjian kita batal! Aku nggak mau kamu bawa dia, bajingan!" seru Bima."Aku bajingan? Haha! Kamu pikir siapa yang menjual kekasihnya u
"Kau yakin kau tak ingin mengobati lukamu?"Pertanyaan itu membuat Starla melirik sekilas pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Cahaya temaram yang berasal dari lampu membuat gadis itu sempat menerka-nerka, kali ini pria seperti apa yang mengantarkan makanannya ke ruangan ini.Karena tidak ada jawaban yang keluar dari bibir gadis yang tengah duduk di ranjang kecil sudut ruangan, membuat pria itu tersenyum tipis. Dia meletakkan makan malam Starla di atas meja kecil yang ada di sana.Sekilas, dia mengamati ruangan berukuran 3x3 meter tersebut. Tampak sangat menyedihkan dan suram. Bahkan dia pikir, akan lebih baik tidur di kamar para preman lantai satu. Setidaknya, kamar mereka lebih terang dan lebih lebar dari tempat ini.Tidak ada apapun di kamar Starla melainkan hanya sebuah ranjang lengkap dengan sebuah bantal dan selimut, dan meja kecil yang menempel di tembok. Tidak ada jendela dan sirkulasi udara yang cukup, melainkan hanya sebuah lu
Starla tidak tau sudah berapa lama dia berada di tempat ini, yang jelas cukup lama Lion tidak datang berkunjung untuk menyentuhnya dan itu membuat dia lega. Luka-luka lebam yang dia derita pun sudah berangsur membaik dan hampir hilang sama sekali. Salep yang selalu diberikan Xander ternyata sangat manjur untuk menyembuhkan dan menghilangkan bekas lebam di kulit putihnya.Terdiam dalam sunyi lampu temaram, rasanya sungguh membosankan. Starla rindu sinar terik matahari, rindu melihat bulan dan kemerlap bintang, suara klakson mobil dan bau asap motor, bahkan Starla rindu pada hembusan angin di bawah pohon.Menarik selimut karena tidak ingin membiarkan harapannya membumbung tinggi, Starla memejamkan mata. Bersamaan dengan itu, pintu kamarnya didobrak dengan keras dari luar, membuat Starla otomatis langsung duduk tegak."Starla!"Itu Xander. Dia berjalan cepat menghampirinya dan menarik tangan Starla hingga berdiri."Kita harus pergi dari sini segera,"
Setelah menjalani perjalanan laut selama kurang lebih satu hari lamanya, kapal berhenti di negara jiran. Xander mengajak Starla turun dari kapal dan menaiki sebuah taksi. Tanpa beristirahat, pria itu sudah mengajaknya ke bandara. Entah dengan cara apa pria itu bisa membawanya masuk ke dalam pesawat sebab Starla sama sekali tidak punya identitas maupun pasport."Ke mana kau akan membawaku pergi?" gumam Starla saat pesawat sudah terbang landas. Ini adalah kali pertama Starla naik pesawat dan rasanya benar-benar membuat tubuhnya menegang. Terlebih saat pesawat menukik terbang pertama kali, Starla sampai memejamkan mata karena gugup. Xander yang melihatnya menggelengkan kepala saja kemudian menggenggam tangan Starla untuk menenangkan."Kau takut?" bisik Xander."Tidak," jawab Starla berbohong. Dia membuang muka ke jendela dan melihat pesawat terus menaikkan ketinggian. Jantung Starla berpacu cepat."Kau tidak pandai berbohong.""Aku tidak berbohong!"
"Bangun, bitch! Pakai pakaian ini dan segera keluar!"Starla tersentak saat seorang wanita dengan pakaian yang hampir tidak bisa menutupi separuh paha masuk ke dalam kamarnya dan melemparkan sebuah pakaian hingga tepat mengenai wajah. Beringsut bangun, Starla meneliti jenis pakaian yang baru saja wanita itu berikan lalu mengernyit tidak suka.Jelas saja, itu adalah pakaian mini seperti yang dipakai wanita tersebut, hanya saja memiliki warna dan bentuk yang berbeda."Aku tidak mau memakai ini," tolak Starla, membuang pakaian itu begitu saja ke lantai.Wanita dengan lipstik berwarna coklat gelap tersebut mendengus. Tampak kentara dari pandangan mata jika dia tidak menyukai keberadaan Starla."Kau harus memakainya. Semua wanita di sini harus memakai pakaian seperti itu. Kau pikir ini panti asuhan?" sindirnya ketus."Keluar dari kamarku!" usir Starla sama sekali tidak mencoba untuk beramah tamah. Dia berdiri lalu mendorong pergi perempu
"Kau! Kau tidak mendengarkan apa kataku?!"Starla terkejut saat Karel tiba-tiba membuka pintunya keras dan menariknya berdiri dengan kasar. Tatapannya tajam menusuk seolah siap ingin membunuh Starla saat itu juga.Benar saja, karena pria berkuncir dan berbau alkohol tersebut langsung mendorong Starla ke dinding dan mencekik lehernya. Membuat Starla kesulitan bernapas.Starla berusaha melepasnya dengan kedua tangannya namun tenaga Karel sungguh luar biasa. Otot-otot tangan yang penuh tatoo tersebut menonjol akibat kerasnya dia menekan leher Starla sebab ingin meremukkannya.Seperti orang-orang yang dicekik pada umumnya, hal yang Starla lakukan adalah membuka mulut, mencoba berteriak ataupun mengambil napas jika mampu. Tangannya mencoba memukul lemah lengan Karel. Wajah Starla memerah karena kehabisan pasokan udara.Tepat saat itu juga, Karel menarik tubuhnya lagi dan melemparkan Starla tepat di atas ranjang kecilnya. Belum selesai Starla terbatuk-ba