Setelah menjalani perjalanan laut selama kurang lebih satu hari lamanya, kapal berhenti di negara jiran. Xander mengajak Starla turun dari kapal dan menaiki sebuah taksi. Tanpa beristirahat, pria itu sudah mengajaknya ke bandara. Entah dengan cara apa pria itu bisa membawanya masuk ke dalam pesawat sebab Starla sama sekali tidak punya identitas maupun pasport.
"Ke mana kau akan membawaku pergi?" gumam Starla saat pesawat sudah terbang landas. Ini adalah kali pertama Starla naik pesawat dan rasanya benar-benar membuat tubuhnya menegang. Terlebih saat pesawat menukik terbang pertama kali, Starla sampai memejamkan mata karena gugup. Xander yang melihatnya menggelengkan kepala saja kemudian menggenggam tangan Starla untuk menenangkan.
"Kau takut?" bisik Xander.
"Tidak," jawab Starla berbohong. Dia membuang muka ke jendela dan melihat pesawat terus menaikkan ketinggian. Jantung Starla berpacu cepat.
"Kau tidak pandai berbohong."
"Aku tidak berbohong!"
Mendengus geli, Xander menghentikan sebuah pramugari yang membawa stroller berisi beberapa makanan dan minuman. Xander meminta sebotol wine merah dan dua gelas kosong.
"Ini bisa membantumu untuk meredakan ketegangan," tukasnya sembari menuangkan wine tersebut ke dalam gelas.
"Aku tidak minum alkohol," jawab Starla menolak.
"Ayolah, ini wine mahal. Setidaknya kau harus mencoba sekali seumur hidupmu."
"Tidak, terimakasih." Starla kekeuh menolak.
Tepat saat itu pesawat berguncang karena menembus awan dan itu membuat Starla kembali panik. Dia memejamkan mata erat-erat dan berdoa dalam hati semoga bisa selamat sampai tujuan meski sampai sekarang dia tidak tau ke mana sebenarnya Xander akan membawanya.
Melihatnya membuat bibir Xander tersenyum geli. Dia kembali menyodorkan gelas berisi cairan berwarna merah di tangannya. "Masih yakin tidak ingin meminum ini?"
Tanpa berkata apapun dan adrenalin yang masih berpacu, Starla meraih gelas tersebut dan langsung meminumnya hingga habis. Starla mengabaikan rasa dari wine yang sedikit pahit dan aneh di mulutnya. Membuat dia bertanya-tanya bagaimana orang-orang barat bisa begitu menyukai minuman keras ini?
Xander menuangkan wine lagi ke gelas Starla berikut dengan gelas miliknya sendiri. Mereka pun meminum wine itu hingga habis.
Minuman itu mungkin tidak berefek pada Xander, namun tidak pada Starla. Gadis itu mulai merasakan kepalanya berat dan berdenyut tapi juga ada perasaan melayang bebas. Membuat sudut bibirnya terangkat ke atas. Tak lama kemudian dia tertidur.
***
"Hei, bangun! Kita sudah sampai."
Starla menggeliat bangun. Matanya bergerak ke kabin pesawat dan melihat kursi penumpang sudah kebanyakan kosong. Starla mendapati sebuah selimut menutupi tubuhnya dan kursi yang dia duduki tadi ditarik hingga berubah menjadi tempat dia berbaring tidur. Tampaknya tadi Xander melakukan hal itu saat ia tidak sadarkan diri.
"Pakai mantel ini!" Xander menyerahkan sebuah mantel tebal pada Starla, membuat wanita itu kebingungan. Tapi dia tidak ingin berlama-lama. Dia pun memakainya dengan cepat.
Setelah itu, mereka turun dari pesawat. Starla terkejut mendapati salju yang turun saat itu. Mambuat jalanan tertutup benda-benda putih yang dingin. Starla mengeratkan mantelnya lalu mengikuti Xander dari belakang.
"Di mana kita?" tanyanya. Meski mantel tebal yang dia pakai sangat membantu, namun kakinya yang hanya memakai sandal membuatnya dia tetap kedinginan. Starla jadi ingin cepat-cepat masuk ke dalam bandara. Mungkin di sana suhunya lebih bersahabat.
Xander tidak menjawab pertanyaan Starla. Pria itu terus berjalan tegap seolah tidak terganggu dengan apapun. Dia menggiring Starla untuk memasuki sebuah taksi yang sudah menunggu di pintu bandara.
Membuang pandangan ke jendela, Starla mengusap tangannya yang dingin. Beruntung AC penghangat dalam taksi dinyalakan sehingga membantu Starla agar tidak membeku.
"Masih kedinginan?" tanya Xander, membuat Starla menoleh.
"Tidak, ini sudah lebih baik," jawab Starla.
Xander mengangguk, lalu berbicara dengan supir taksi dalam bahasa asing yang tidak Starla ketahui.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Sebenarnya di mana kita?" tanya Starla kemudian.
Xander terdiam sejenak, lalu berkata. "Netherlands."
"Netherlands?" tanya Starla meyakinkan pendengarannya tidak salah.
Xander mengangguk.
"Tapi kenapa? Maksudku, kenapa kau membawaku sejauh ini?" Starla berseru dengan nada sedikit frustasi. Netherlands, Belanda, adalah salah satu negara yang ada di Eropa. Starla tidak menyangka jika sekarang dia berada jauh dari rumahnya, negaranya, Indonesia.
"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi," ucap Xander dengan nada datar dan terkesan dingin.
"Sialan kau!" Starla mulai mencoba memukuli Xander tapi pria itu jelas lebih berpengalaman. Dengan cepat dia mencekal kedua tangan mungil Starla dan menahannya.
Dua insan itu saling bertatapan penuh permusuhan, terutama Starla yang tidak menutupi kebenciannya pada Xander. Berani-beraninya pria ini membawanya pergi jauh ke negara orang!
Xander mencengkeram kuat pergelangan tangan Starla, tak peduli jika itu nanti akan meninggalkan bekas. Starla memang berbeda dengan wanita-wanita yang pernah Lion bawa sebagai tahanan. Kebanyakan para wanita tersebut hanya menangis lalu menurut saja karena takut akan dibunuh, namun Starla, tidak peduli berapa kalipun Lion memukulinya dan mengancamnya karena tidak patuh, dia tetap melawan. Starla selalu menolak sentuhan Lion dan terus mengumpat selama pria itu menyentuhnya.
Tidak ada air mata. Justru kian hari tatapan Starla menjadi kian dingin. Tatapan permusuhan yang sekarang dia lihat tidak pernah dia sembunyikan dari siapapun di markas. Mungkin itulah sebab Lion tidak pernah ingin membagi Starla pada bawahannya seperti sebelumnya. Pria tua itu jelas ingin mencoba untuk menaklukkan Starla bagaimanapun caranya.
"Teruslah melawanku dan aku akan melemparkanmu ke jalanan sekarang juga!" desis Xander tidak main-main.
"Itu terdengar lebih baik dari pada harus mengikutimu."
"Kau memang perempuan yang tidak tau terimakasih," sindir Xander. "Setelah aku menyelamatkanmu dari dijadikan pelacur murahan, kau masih dapat mengatakan itu?"
"Jika kau ingin memang berniat menyelamatkanku seharusnya sejak dulu, sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di markas kalian!"
Xander menggertakkan gigi. Starla memang tidak mudah ditangani. Sekarang dia menyesal telah repot-repot membawa perempuan ini sejauh ini.
"Het is aangekomen, meneer." Suara supir taksi menyela perdebatan antara Starla dan Xander.
"Oke dank je wel," sahut Xander. Dia menatap Starla lalu berkata tegas. "Kita turun di sini."
Starla menghela napas panjang, lalu mengikuti Xander yang sudah terlebih dahulu turun. Pria itu kembali menarik tangan Starla, dan karena kakinya lebih panjang dari Starla menyebabkan gadis itu seperti sedang diseret dengan paksa.
Mereka berjalan melewati beberapa gang-gang kecil yang sepi. Ada suara-suara kecil dari TV beberapa rumah yang mereka lewati tapi Xander tidak memedulikannya. Dia terus menyeret Starla hingga sampai ke sebuah bangunan yang dijaga dua orang pria berjas hitam. Xander tampaknya mengenal mereka karena saat melihat pria itu, mereka tersenyum dan menyapa. Sempat melirik pada Starla sekilas, mereka mempersilahkan Xander masuk.
Ternyata itu adalah sebuah klub malam. Musik menghentak dengan keras di sini. Orang-orang berpakaian seksi tampak di sana-sini bersama dengan beberapa pria yang mencari-cari mangsa untuk dibawa ke tempat tidur. Bau alkohol sangat menyengat hingga membuat Starla sedikit mual.
Xander menemui seorang bartender dan entah mereka berbicara apa, yang jelas setelah itu Xander lagi-lagi menyeret Starla untuk masuk lebih dalam. Starla menghela napas lega karena bau alkohol dan suara musik semakin terdengar menjauh.
"Karel!" sapa Xander saat memasuki sebuah ruangan dengan pintu berwarna putih. Di sana ada seorang pria berkuncir yang sedang mencumbu seorang gadis di sisi kirinya.
Karel memutus ciumannya dan menoleh. "Kaukah itu Xander?" tanyanya kemudian.
Starla mengernyit melihat betapa pria itu sedang bersenang-senang dengan tiga wanita sekaligus dalam ruangan ini. Di depannya, ada meja dengan beberapa gelas dan botol alkohol juga makanan ringan.
Karel sedang memeluk dua wanita, sementara wanita yang lain sedang berjongkok di depannya dan entah sedang melakukan apa. Kepalanya bergerak maju mundur dan Karel mendesis memejamkan mata.
Mulai mengerti, Starla membuang muka. Wajahnya memerah karena harus menyaksikan pemandangan itu secara langsung.
Setelah membisikkan sesuatu pada para wanitanya, dua wanita tersebut pergi. Disusul dengan seorang wanita yang tadi jongkok di depan Karel. Wanita tersebut menoleh dan menjilat bibir merah dengan lidahnya sendiri. Matanya mengerling nakal menatap Xander sebelum akhirnya pergi dari sana.
"Apa yang membawamu kemari?" tanya Karel tanpa basa-basi. Xander mengajak Starla untuk duduk di sofa.
"Seperti biasa. Bisnis," seringai Xander.
Tepat saat itu, Karel meneliti penampilan Starla, lama sekali. Membuat Starla bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan terhadapnya?
"Bangun, bitch! Pakai pakaian ini dan segera keluar!"Starla tersentak saat seorang wanita dengan pakaian yang hampir tidak bisa menutupi separuh paha masuk ke dalam kamarnya dan melemparkan sebuah pakaian hingga tepat mengenai wajah. Beringsut bangun, Starla meneliti jenis pakaian yang baru saja wanita itu berikan lalu mengernyit tidak suka.Jelas saja, itu adalah pakaian mini seperti yang dipakai wanita tersebut, hanya saja memiliki warna dan bentuk yang berbeda."Aku tidak mau memakai ini," tolak Starla, membuang pakaian itu begitu saja ke lantai.Wanita dengan lipstik berwarna coklat gelap tersebut mendengus. Tampak kentara dari pandangan mata jika dia tidak menyukai keberadaan Starla."Kau harus memakainya. Semua wanita di sini harus memakai pakaian seperti itu. Kau pikir ini panti asuhan?" sindirnya ketus."Keluar dari kamarku!" usir Starla sama sekali tidak mencoba untuk beramah tamah. Dia berdiri lalu mendorong pergi perempu
"Kau! Kau tidak mendengarkan apa kataku?!"Starla terkejut saat Karel tiba-tiba membuka pintunya keras dan menariknya berdiri dengan kasar. Tatapannya tajam menusuk seolah siap ingin membunuh Starla saat itu juga.Benar saja, karena pria berkuncir dan berbau alkohol tersebut langsung mendorong Starla ke dinding dan mencekik lehernya. Membuat Starla kesulitan bernapas.Starla berusaha melepasnya dengan kedua tangannya namun tenaga Karel sungguh luar biasa. Otot-otot tangan yang penuh tatoo tersebut menonjol akibat kerasnya dia menekan leher Starla sebab ingin meremukkannya.Seperti orang-orang yang dicekik pada umumnya, hal yang Starla lakukan adalah membuka mulut, mencoba berteriak ataupun mengambil napas jika mampu. Tangannya mencoba memukul lemah lengan Karel. Wajah Starla memerah karena kehabisan pasokan udara.Tepat saat itu juga, Karel menarik tubuhnya lagi dan melemparkan Starla tepat di atas ranjang kecilnya. Belum selesai Starla terbatuk-ba
Selama tiga hari lamanya Starla cukup senang karena dirinya tidak diusik kembali. Dia makan saat waktunya makan dan sekarang dia juga memakai pakaian-pakaian mini yang terus dilemparkan Bianca padanya setiap pagi untuk ganti baju. Beruntung pakaian-pakaian itu bersih, jadi Starla dengan cepat bisa menyamankan diri memakainya. Menurut Starla itu lebih baik daripada telanjang atau memakai pakaiannya kemarin yang sudah sobek-sobek.Ini sudah malam hari, pikir Starla. Karena dia bisa mendengar para wanita di lorong sedang tertawa dan mengobrol menuju ke kelab untuk melayani para tamu. Suara sepatu high heels mereka sangat jelas terdengar menjauh.Sebenarnya Starla mulai merasa jenuh di tempat dan ruangan ini. Dulu saat di Indonesia dia disekap oleh Lion tanpa bisa melihat cahaya matahari atau rembulan, dan sekarang meskipun dia bisa keluar saat siang hari tidak banyak yang bisa dia lakukan. Starla tidak mempunyai uang sepeserpun dan dia tidak mengerti Bahasa Belanda. Meski
BYUR!Starla tersentak saat satu ember air dingin disiram tepat ke wajahnya yang baru saja bisa tidur sekitar dua jam yang lalu akibat bertarung dengan rasa dingin yang terus menusuk hingga ke tulang. Gadis itu mendongak, menatap lemah pada sosok pria besar berwajah mengerikan yang selalu datang ke tempat ini di jam-jam yang sama.Dia Herold, yang diketahui Starla sebagai orang yang bisu. Sebenarnya bukan bisu akan tetapi dia tidak bisa berbicara karena lidahnya terpotong. Meski Starla tidak tau bagaimana bisa hal itu terjadi tapi Starla yakin, masa lalu Herold sangatlah buruk. Lihat saja, sekarang dia berakhir di sini dan menjadi salah satu penjaga yang paling ditakuti para gadis, termasuk Starla sendiri.Herold melemparkan sepotong roti pada Starla, berikut dengan satu botol yogurt berwarna kuning. Minuman itu berukuran hanya 35 liter dan rasanya tidak terlalu enak, tapi itu adalah satu-satunya minuman yang sangat berharga di dalam tempat ini. Selain karena ro
Sejak tadi Starla memang merasa ada yang aneh. Setelah dia dan para tahanan perempuan lain yang ada di sana dipaksa untuk mandi dalam satu ruangan yang sama seperti biasa, kini mereka digiring ke sebuah tempat berukuran 5x5 meter. Dalam ruangan tersebut, mereka yang semuanya berjumlah 23 orang di perintahkan untuk memilih pakaian yang mereka suka di dalam sana.Tapi tentu saja semua pakaian itu tidak lebih dari sepasang bikini yang terlihat sangat seksi dan bahkan kekecilan bagi sebagian perempuan yang memiliki ukuran dada besar. Selain dari bikini, ada juga pakaian lain yang menurut Starla akan lebih baik menggunakan bikini dari pada pakaian itu; yakni sebuah pakaian yang mirip dengan jaring. Pakaian itu melekat sempurna di sebuah manekin berwarna putih, yang membuat Starla berpikir pasti tidak akan ada dari mereka yang akan memilih menggunakan pakaian itu. Karena itu sama halnya mengekspos semua bagian tubuh secara sempurna."Waktu kalian 30 detik dari sekarang. Jika
Starla berdiri dengan tegang di balik sebuah kaca hitam satu arah. Dia dan para wanita yang lain dibariskan sesuai dengan nomor urut yang tertulis di perut mereka. Beberapa dari wanita itu sudah menahan isak tangis karena rasa takut, beberapa lagi nampak pasrah dan beberapa wanita nampak menunjukkan ekspresi datar.Seperti Starla saat ini.Meskipun jantungnya bertalu-talu dan ingin lari dari sana yang mana itu sangat mustahil dia lakukan, Starla berusaha menunjukkan wajah dingin dan datar. Dia takut tapi dia berpikir bahwa ini tidaklah seburuk bersama dengan Lion dulu.Di balik kaca dinding tempat para wanita itu berada, telah duduk ratusan pria maupun wanita di kursi yang dibariskan rapi memenuhi aula. Lampu di sana terbilang tidak cukup terang sebab hanya lampu kuning yang mereka gunakan. Tapi itu semua cukup untuk mampu melihat dengan jelas di sekitar mereka.Sementara di depan ada sebuah panggung besar. Seorang pria masuk ke atas panggung diikuti oleh