Share

8. Aru Hanya Merindukan Bela

Aru sudah menjelaskan semua rencananya kepada Dimas, termasuk sudah mengatakan pada sahabatnya itu bahwa dia sudah mampu membujuk Elang untuk turut andil di dalam rencana ini.

                                 

Pada mulanya Dimas menentang keras semua rencana Aru, dan bahkan hingga saat ini. Alasannya sungguh beragam, dan Dimas menjabarkannya dengan terang-terangan, terlepas suka atau tidak suka Aru pada pendapat yang diutarakan oleh Dimas. Pada akhir perbincangan mereka Dimas meminta Aru untuk kembali memikirkan ulang pemikiran bodoh soal menukar posisinya dengan Elang.

“Kau tidak pernah tau apakah Elang benar-benar akan melakukan tugasnya dengan baik atau tidak. Meski dia saudaramu, akan tetapi Elang tetaplah manusia biasa yang memiliki dendam dan juga sakit hati. Selama ini Elang telah mendapat banyak kesulitan karenamu dan karena ibumu. Jikalau pun dia mau mengambil peran ini, bukan tidak mungkin dia hanya akan mengalihkan perhatianmu agar bisa melakukan sesuatu yang buruk di kemudian hari,” kobar Dimas kala mereka masih membahas mengenai rencana tersebut.

Aru nampaknya sudah menyiapkan semua jawaban yang akan dia berikan, mengingat betapa penuh persiapan lelaki lemah itu. Apalagi kala mendapati bahwa sekarang tubuhnya semakin lemah dan perlu mendapatkan perawatan. Aru harus segera bergegas. “Aku sudah mengancam Elang. Jika dia tidak mengambil peran ini, dan jika dia tidak melakukannya dengan baik maka aku akan melaporkannya pada ayah. Dia sedang melarikan diri di sini, dan aku bisa membongkar semuanya. Aku tidak sungguh-sungguh akan melaporkannya, akan tetapi aku tetap harus memiliki ancaman yang kuat agar bisa menarik kemauannya di sini.”

Sekarang Aru nampaknya mulai ragu. Di sepanjang jalan menuju ke rumahnya lelaki lemah dan kurus itu terus merenung tanpa henti. Matanya yang kacau dan sangat suram saat ini hanya memandang ke luar jendela, pada pemandangan persawahan yang diterpa angin di perbukitan itu.

Di belakang kemudi ada seorang kenalan Dimas yang diminta dokter itu untuk pergi mengantarkan Aru pulang dari Surabaya ke Malang, mengingat bahwa kondisi Aru sedang tidak baik dan Dimas tidak akan membiarkan hal itu begitu saja. Sementara di belakang mobil Aru, ada mobil lain yang akan memulangkan si pengemudi kembali ke Surabaya.

Rasanya tidak enak hati sudah merepotkan banyak orang, dan bagaimana nanti dia akan menjelaskan ini semua pada Bela? Pasti Bela akan bertanya kenapa Aru harus diantar pulang oleh orang lain. Hal paling mendukung lainnya adalah betapa pucat wajah dan kulit Aru sekarang. Ini tidak boleh dibiarkan. “Mas, nanti turunkan aku di tempat yang aku tunjuk ya?”

Si pengemudi terlihat kebingungan. “Tapi kata Dokter Dimas saya diminta untuk mengantarkan Mas Aru sampai ke rumah. Kalau Dokter Dimas tau bisa dimarahi saya, Mas.”

“Ya sudah kalau begitu jangan sampai Dimas tau, ya? Saya sangat minta tolong, Mas, sekali ini saja.”

Akhirnya pengemudi itu pun menyerah dan menuruti permintaan Aru.

Dalam waktu 1 jam 38 menit mereka sudah sampai di bibir perbatasan kota Malang. Tol Pandaan dijadikan rute paling sempurna untuk mengantarkan Aru untuk saat itu. Selang sekitar lima belas menit mobil Aru berhenti tepat setelah lelaki itu meminta pengemudi untuk menghentikan laju mobil.

Kini kedua orang itu bertukar tempat. Aru yang sudah menjadi lebih bertenaga karena beristirahat sebentar di belakang kini siap memacu mobilnya. Di tengah perjalanan menuju ke rumahnya banyak pikiran berlalu-lalang di dalam kepalanya, salah satunya adalah mengenai rencana yang akan dia lancarkan. Untuk sesaat Aru ingin membatalkan semuanya.

Pesan meluncur dari nomor Aru kepada nomor milik Elang. Isinya adalah tanggal dan waktu yang harus Elang tepati untuk melakukan perjalanan dari Pulau Lombok ke Kota Surabaya. Aru sudah mengatur semuanya dengan matang, termasuk apa yang akan dia lakukan di tengah jeda waktu yang ada.

Sesampainya di rumah Aru mendapati rumahnya kosong karena Bela masih berada di sekolah. Memeriksa pekerjaannya dengan sangat cepat, Aru akhirnya bisa merebahkan diri dengan sangat nyaman di atas ranjang setelah mampu menyelesaikannya.

Matanya berkedip sayu tatkala pandangannya jatuh pada atap langit-langit rumahnya yang berwarna putih. Jendela tinggi yang dibuka memberikan sirkulasi yang baik di dalam kamar, korden sempat berayun seakan menghibur kesedihan Aru yang entah sampai kapan bisa bertahan hidup.

Tak lama kemudian Aru pun tertidur, mungkin karena terlalu lelah setelah berada di sebuah perjalanan yang panjang, walau semuanya tidak dilakukan dalam satu hari penuh karena kemarin malam dia sempat menginap di rumah Dimas. Akan tetapi berada di luar rumah dan berjauhan dengan Bela telah membuat keletihan di tubuhnya semakin terasa saja.

Saat bangun Aru mendapati Bela sudah duduk di kursi belajarnya yang diletakkan di sudut ruangan, berdekatan dengan jendela. Mengamati kegigihan Bela dalam belajar demi meraih nilai yang tinggi meski dia sudah menikah telah memberikan kebanggaan bagi Aru.

Aru beringsut bangun, gerakan lembutnya ternyata mampu menarik perhatian Bela. Gadis cantik dengan kulit kenyal dan manis itu pun menoleh. Matanya seketika berbinar dengan senyum merekah tanpa henti di bibir ranumnya. “Mas Aru sudah bangun?”

Gadis itu beranjak untuk mendekati suaminya sendiri. Setelan kasual yang melekat di tubuh Bela tidak menurunkan kadar kecantikan dari gadis itu. Bahkan pada outfit paling sederhana sekali pun Aru akan tetap jatuh cinta kepada Bela.

Aru mengangguk pelan. Matanya serasa perih untuk dipaksa terbuka. “Aku mau mandi, Sayang. Bisa tolong siapkan air panas?”

Bela mengangguk patuh. Dalam gerakan lembut layaknya dewi gadis itu sudah berlalu ke kamar mandi untuk menyiapkan air panas di dalam sana. Sementara menunggu Aru memeriksa isi ponselnya. Di dalamnya berisi beberapa pesan dari para kolega yang menanyakan mengenai ketersediaan layanan yang dipesan, lalu ada pesan dari Dimas yang menanyakan posisinya sekarang. Akan tetapi dari kesekian pesan itu tidak ada satu pun pesan balasan dari Elang.

Diam-diam Aru diliputi kecemasan, jika ternyata apa yang dikatakan oleh Dimas benar bahwa Aru tak seharusnya mempercayai Elang. Akan tetapi tidak ada cara lain selain itu, jadi Aru mencoba untuk menumpukan setengah harapannya pada saudara kembarnya sendiri.

Setelah mandi Aru memeriksa keadaan Bela. Ketika melihat bahwa Bela masih sibuk dengan aktivitas belajarnya, Aru memilih untuk membuka laptop untuk menelusuri pekerjaan tertunda miliknya. Lelaki itu juga menyiapkan materi yang akan dia berikan pada Elang agar kembarannya itu bisa mempelajari jenis usaha yang dikembangkan oleh Aru untuk saat ini. Semua itu dilakukan demi tindakan preventif saja.

Pada jam makan malam Bela mengajak Aru untuk segera turun ke meja makan untuk menikmati hidangan yang dimasak sendiri oleh Bela. Mereka bercengkerama, dan lalu bercakap-cakap dengan sangat manis.

Setelah makan malam, Bela melanjutkan aktivitas belajarnya, mengingat bahwa ujian semakin dekat maka dia tidak bisa menyia-nyiakan waktu.

Melihat Bela yang tidak memberikan banyak perhatian pada Aru tentu membuat hati Aru menjadi lebih lemah dan sensitif. Aru ingin menarik Bela, merengkuh gadis itu demi menghentikan aktivitas belajarnya yang sangat tekun. Dengan kata lain Aru ingin dunia Bela berfokus padanya.

Mencoba untuk lebih bersabar dengan menyibukkan diri di tengah pekerjaannya, akan tetapi pada akhirnya Aru sudah tidak bisa melepaskan sosok Bela yang memunggunginya dari jauh. Aru menginginkan Bela, sekarang.

Jadi Aru pun menutup layar laptop miliknya dan memanggil, “Sayang? Masih lama belajarnya?” Suara Aru menjadi sangat lemah jika menaikkan tekanan pada tenggorokannya sendiri, terdengar seperti nada sumbang yang sangat pelik untuk didengar.

Bela pun menolehkan kepalanya dengan gesit. “Sebentar lagi, Mas. Ini aku tinggal mencocokkan hasil pekerjaanku saja kok.” Bela melambaikan pensil miliknya di udara dan kemudian melanjutkan belajarnya.

Karena sudah tidak sabaran lagi, Aru yang sudah lebih bertenaga dari sebelumnya kini mendekati Bela. Menarik sebuah kursi terdekat untuk merapatkan diri pada tubuh Bela. Tanpa pemberitahuan apa pun Aru merengkuh tubuh Bela dan menjatuhkan wajahnya pada tengkuk leher gadis itu. Aru hanya merindukan Bela, sangat, terlebih ketika mengingat bahwa sebentar lagi lelaki itu harus melepaskan istrinya sendiri.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status