Bukkk
BukkkBukkkKeluar dari bandara kemarahan Lousion benar-benar memuncak. Tanpa ampun, ia memukuli anak buahnya yang ia anggap salah, karena terlalu lambat memberikan informasi.
Meski wajah sudah bonyok, tetapi anak buahnya itu tak mengerang kesakitan atau sekedar menepis pukulan Lousion. Ia hanya diam, diam dan diam.
"Ayah, enough!" Sky segera menahan sang ayah. Ia merangkulnya ke belakang.
Lousion melepaskan diri. Berbalik mengusap kasar wajahnya dengan raut cemas tiada tanding.
"Tidak mungkin mereka sudah melakukan penerbangan. Pasti mereka masih di negara ini," ujar Sky.
Otak Lousion sangat panas. Ia nyaris tidak bisa berpikir. Keras-keras, ia menghantam badan mobilnya. Lalu, menempelkan kening di permukaan mobil.
"Di mana bocah itu," batin Lousion.
Sky menghubungi kontak Jhon kembali. Dan jawaban yang didapat tidak berubah.
Sejujurnya, Sky juga sangat marah. Bahkan mungkin lebih marah daripada Lousion.
Jhon tersenyum smirk. Kumis tebal dan jambang palsu yang ia pakai perlahan ia lepas. Kemudian dibuang secara asal."Sky Lousion," sebut Jhon disertai tatapan sengit.Sky yang sedang naik pitam sama sekali tak menggubris. Matanya bagai mengeluarkan api neraka. Kedua alisnya terangkat. Dengan gerakan cepat, ia menarik si penutup bagian atas senjata apinya, meluruskan telunjuk di pelindung pelatuk, dan senjata ia arahkan tepat menuju sasaran.Kaki Sky terbuka lebar. Pria itu siap melepas timbal panasnya.Satu … dua … tiga …DorrrPeluru berdesing. Jhon sigap menghindar seraya mengeluarkan senja
"Kalian yakin tidak ada satupun korban?" Tanya Rockie seraya menatap wajah mereka yang masih menyisakan rasa takut tiada banding.Mereka terlampau takut. Selain gelengan kepala, mereka tidak tahu harus berkata apalagi. Padahal barusan salah satu karyawan yang tiarap secara tidak sengaja melihat mayat tergeletak dalam keadaan mata melotot."Pria tua itu." Rockie menunjuk ke arah Lousion. "Ayah seorang psikopat. Namanya Lousion, dan ada anak laki-laki yang selalu bersamanya, namanya Sky. Biasanya jika ada Lousion, maka ada Sky. Ataupun sebaliknya. Dan kemunculan mereka berdua bukan tanpa sebab. Paling sering terjadi akibat ulah putri Lousion. Aleta namanya. Kalian ada yang mengerti?"Rockie sampai menjelaskan sebanyak itu, karena memang ia butuh satu saja bukti yang bisa menye
"Akhhh."Aleta menjerit seiring dengan cepatnya hentakan demi hentakan yang Jhon salurkan."Jhon …"Di sela kegiatan panas mereka, sesekali Aleta menyebut nama Jhon. Dan hal itu sukses mengisi penuh daya kekuatan Jhon hingga berkali-kali lipat."Akhhh."Adik kecil Jhon bertambah keras. Gerakan pinggulnya juga semakin cepat; tidak beraturan.Tubuh Aleta terhentak-hentak di bawah kungkungan nya."Jhon!" Tak kuasa, Aleta spontan menggigit pundak Jhon sampai bekas gigitannya tercetak rapi di pundak tersebut.
Sampai di atas, mereka hanya dihadapkan tiga pintu. Satu diantaranya adalah ruang yang dipakai Aleta dan Jhon.Telapak tangan Erik sudah basah duluan. Ia mengusapnya dengan kasar. Saat ia melirik Romis, wajah atasannya itu terlihat biasa-biasa saja. Entah memang tidak memikirkan atau ia pandai berakting.Salah satu anak buah Louison memberi isyarat untuk lekas membukakan pintu pada satu rekannya.Detik itu juga, satu pintu dibuka kasar olehnya. Sayang, yang didapati hanya kekosongan.Pria lain lanjut ke pintu sebelah. Pun isinya tidak jauh berbeda dari pintu sebelumnya.Hal ini berarti, Jhon dan Aleta berada di balik pintu terakhir.
Begitu pesan dari Sky masuk, Jhon lekas membuka. Lantas, matanya terbelalak mendapati rekaman Minni yang duduk dengan posisi kedua tangan terikat di belakang, dan mulut disumpal kain. "Minni!" seru Aleta. ***Aleta tak mau mendengar saran dari Jhon. Gadis itu langsung merampas kunci mobil Romis yang sudah disembunyikan di balik saku jasnya. "Hei, apa kau gila!" teriak Romis tak sama sekali digubris. Jangankan Romis, Jhon pun tidak ia tanggapi meski Jhon memohon-mohon. "Katakan pada pacarmu. Jika ia Ke luar, maka usahamu membawanya akan sia-sia," ujar Romis. Jhon mengunci mulutnya rapat-rapat. Ia pun hanya bisa mengikuti Aleta kemanapun gadis itu pergi. "Jhon!" Romis sampai berteriak panik. Jhon memberinya isyarat agar Romis tak perlu khawatir, karena Jhon masih bisa menjaga dirinya sekaligus diri Aleta. Romis akhirnya berhenti mengikuti mereka. Mulutnya mendesah berat disertai sorot kekhawatiran. Kemudian pundak pria itu ditepuk pelan dari belakang. "Jangan khawatir, Pak. Aku
"Wah." Kali ini Jhon tertarik. Ia sangat membenci Sky. Jadi ia juga menginginkan kematian Sky."Lakukan sesukamu, sayang. Aku akan mendukung."Selang satu detik.Kaca mobil dibuka sepenuhnya. Tubuh kecil Aleta menjulur keluar. Semua orang di depan rumah megah; termasuk Sky, dibuat terbelalak, disusul kalang kabut merogoh saku masing-masing.Telat!Aleta bergerak tiga puluh detik lebih cepat dari mereka. Mulut pistol yang berhasil diambil diarahkan ke semua orang.DorrrPeluru berdesing. Tembakan pertama yang ia lepas sukses men
"Sudah." Jhon beranjak menegakkan punggung. "Ayo bangun dan pergi da—" Ucapan pria itu menggantung. Ia terbelalak mendapati darah merembes pada pakaian Aleta, dan pada tangannya sendiri."Aleta!!!"Jhon panik luar biasa. Kontan ia mengangkat pundak lurus gadis itu. Begitu wajahnya dan wajah Jhon saling berhadapan. Air mata Jhon seketika bercucuran tanpa ampun."Aleta!" Dengan isak tangis menyayat hati, ia merangkul gadis itu erat-erat."Aleta!" sebutnya seiring dengan tangisan yang mulai menyeruak sampai luar.Tangisan Jhon berhasil memancing perhatian Sky yang tengah mencongkel peluru pada lengannya.
"Menyerah atau mati ditempat!"***Terlambat!Louison telah kehabisan kesempatan. Pria itu tak bisa lolos dari yang sudah-sudah.Kedua polisi memborgol kedua tangan Louison. Saat seperti ini, mereka dapat merasakan kesedihan mendalam pria itu."Cepat bawa dia!" Perintah Rockie, anggota kepolisian yang dibuat jatuh hati oleh Aleta.Kedua polisi membawa Louison. Secara otomatis, mereka melewati Jhon yang tengah merangkul Aleta. Bulir-bulir bening Louison membrondong deras seiring dengan dadanya yang naik turun."Mr Jhon, mari baw