Tiga hari berikutnya, pernikahan Leon dan Elsa berlalu begitu saja. Mereka masih tidur di satu ranjang walaupun Elsa masih diliputi rasa gugup yang sama, namun dia tidak bisa menyangkal bahwa tidurnya setiap malam lebih nyenyak ketimbang malam-malam sebelumnya yang dia habiskan di dalam kamarnya yang sempit, yang hanya beralaskan kasur lipat tipis.
Namun pada siang harinya, Elsa meminimalisir waktunya sebanyak mungkin di dalam kamar dan dia lebih sering bersama mami mertuanya. Menghabiskan banyak waktu di dapur, mencoba menu-menu baru yang tidak pernah Elsa ketahui sebelumnya. Sedangkan sang ayah mertua masih dalam perjalanan bisnis di Paris menggantikan Leon. Dan Leon sendiri, sekalipun dalam masa libur, masih disibukkan dengan pekerjaannya yang ia kerjakan secara online.
Mami mengajarkan pada Elsa untuk menjadi istri yang berbakti kepada suami. Walau terkadang Elsa merasa statusnya yang baru terdengar dan terasa begitu asing baginya. Namun semua ajaran yang Mami ajarkan pada Elsa adalah berupa perlakuan-perlakuan kecil, seperti halnya menawarkan Leon makan, menyediakan air minum di nakas sebelum tidur, mengajaknya mengobrol (hal yang paling sulit dilakukan), dan menyiapkan pakaian apa yang akan digunakan untuk suaminya setiap hari.
Awalnya, Elsa pikir Leon akan marah-marah kepadanya seperti di hari pertama pernikahan mereka, namun kini Leon tampak lebih dingin dan lebih sering menghindari Elsa. Setiap pagi ketika memilihkannya pakaian, Elsa selalu diliputi antisipasi apakah Leon akan menyukainya, dan pria itu rupanya mengenakan apapun pakaian yang Elsa siapkan dan tidak pernah mengomentarinya. Berkat Mami mertua, Elsa tahu apa saja yang disukai oleh Leon. Intinya, warna gelap.
Dan hari ini... hari ini adalah hari pertama Leon dan Elsa kembali ke aktifitas mereka masing-masing.
Ketika kenyataan itu menyadarkannya, Elsa tidak bisa menghentikan gejolak penuh antisipasi di perutnya. Dia akan kembali ke sekolah. Satu lagi tempat yang paling dibencinya selain rumah.
***
Leon menuju meja kerjanya, meletakkan tas kerjanya, lalu bergabung di sofa bersama perempuan itu, duduk di hadapannya.
"Apa yang mendorong seorang Kanaya Elvarette datang ke sini sepagi ini?"
Leon tidak tersenyum, namun perempuan di hadapannya terkekeh merdu. Garis cantik di wajahnya itu sungguh menawan, memesona setiap lelaki yang melihatnya, tidak terkecuali Leon. Dulu, Leon sempat dibuat terpesona oleh paras dewi itu, sampai dia menyadari bahwa kecantikan dan keahlian perempuan di ranjang bukanlah hal yang ia perlukan dalam sebuah hubungan. Mereka berkencang sekitar satu bulan, sebelum akhirnya Leon bosan dan memutuskan hubungannya dengan Kanaya. Hal yang juga sering ia lakukan pada perempuan lain yang tidak kalah cantik.
"Kamu bener-bener tahu aku," ucap Kanaya, masih tersenyum. "Aku memang paling anti bangun pagi, tapi setelah mendengar perkataan kakek semalam, kupikir aku harus sedikit berkorban hari ini."
Rahang Leon mengeras. Kemarin, ayahnya memberitahu dari Paris mengenai kesepakatan yang David Hardian inginkan dalam kerjasama bisnis mereka. Dan Leon benar-benar membenci kesepakatan itu, namun dia tidak bisa melihat jalan keluarnya.
Suara decakan Kanaya membuat Leon menoleh padanya, perempuan itu tengah memberengut kesal. Lalu tiba-tiba saja dia bangkit dan duduk di dekat Leon, sangat dekat dengannya.
"Kamu nggak perlu sekaku ini mengingat apa yang telah kita lakukan sebelumnya."
Kanaya tersenyum menggoda. Mengusap rahang Leon dengan jemarinya yang halus. Namun Leon tidak merasakan apa-apa. Dia bertanya-tanya, ada apa dengan dirinya. Kanaya jelas-jelas tengah menggodanya, namun dia sedikitpun tidak merasa tergoda oleh tubuh molek yang dibalut pakaian mahal dan terbuka itu.
Lalu sebuah bayangan memasuki benak Leon. Bagaimana jika Elsa yang melakukan ini padaya? Bagaimana jika Elsa yang berada di sampingnya saat ini? Apakah Leon masih sanggup mempertahankan kewarasaannya? Dan jawabannya langsung Leon temukan. Karena hanya dengan memikirkan gadis itu membuat Leon merasa bergairah. Lalu dia pun menyadari, mungkin perasaan aneh pada gadis belia itu juga akan berakhir sama seperti sebelum-sebelumnya. Suatu saat nanti, Leon juga akan bosan.
Kanaya melebarkan senyum, mengecup pipi Leon, mengira tatapan berkabut pria itu ditujukan padanya.
"Aku nggak sabar," bisik Kanaya, "untuk jadi istri kamu."
Istri.
Leon tersadar dan mengalihkan pandang darinya. Dengan sangat terpaksa, dia mengangkat sebelah tangan lalu merangkul Kanaya, membuat senyuman lebar terbit di wajah perempuan itu.
Kenyataan bahwa Leon telah memiliki istri di rumah, membuatnya dilema. Apakah dia harus melepaskan kesempatan bekerjasama dengan David Hardian yang sangat besar keuntunganya, demi seorang gadis bertubuh mungil di rumahnya yang ia sebut istri? Leon tidak yakin. Jika saja pengumuman kesepakatan ini datang lebih awal sebelum pernikahannya, dia pasti masih akan tertarik dengan Kanaya Elvarette Hardian. Dan semuanya pasti akan jauh lebih mudah.
Leon sangat sadar bahwa Maminya sangat menyukai Elsa, sedari dulu wanita kesayangan Leon itu selalu menginginkan anak perempuan, namun sayangnya sang Mami sudah tidak bisa lagi mengandung. Kehadiran Elsa benar-benar membuat Maminya bahagia.
Lalu Leon membayangkan bagaimana jadinya jika yang menjadi menantu sang mami adalah wanita di sampingnya ini? Apakah Mami juga akan menyukai Kanaya sebagaimana beliau menyukai Elsa? Karena Kanaya adalah sosok perempuan yang tidak akan mau repot-repot memasak masakannya sendiri, apalagi bergumul dengan pakaian kotor di ruang laundry, dan menyapu mengepel mungkin sesuatu yang tidak akan sudi dilakukannya sepanjang hidup. Kanaya terbiasa dengan pelayanan orang-orang di sekitarnya. Dia hidup dalam keluarga kaya raya yang memperlakukannya bak seorang putri.
Satu-satunya hal yang menjadi nilai plus pada Kanaya bagi Leon adalah kecantikannya dan kemampuan wanita itu di atas ranjang.
Leon seharusnya tidak membeda-bedakan mereka, namun pemikiran itu tidak bisa meninggalkan isi kepalanya begitu saja.
[to be continued]
Kehidupan Elsa tidak pernah sama seperti remaja kebanyakan. Ketika yang lain menghabiskan waktu mereka dengan smartphone masing-masing dan bersosialisasi dengan banyak orang di seluruh dunia, Elsa terisolasi di dalam rumah mengerjakan pekerjaan rumah juga sepulang sekolah harus kerja paruh waktu di toko. Hal itu membuat Elsa memahami beberapa hal yang belum seharusnya ia pahami di usia yang begitu belia.Di sekolah, Elsa terkenal sebagai gadis cupu siswi kesayangan guru. Kegemarannya dalam membaca buku dan mengerjakan soal-soal eksak membuatnya selalu menjadi juara di kelas. Namun hal itu juga sekaligus menjauhkan orang lain darinya.
Rasanya seperti sudah berjam-jam matanya tertutup, Elsa pikir hari sudah siang. Dia terbangun di atas ranjang kamarnya dengan pikiran linglung. Jamdigitaldi atas nakas menunjukkan bahwa beberapa jam yang dirasakannya ternyata hanya dua jam, kini sudah pukul 1 dini hari.Elsa menyadari bahwa Leon tidak ada di sampingnya, dan seprai itupun tidak tampak seperti telah ditempati. Dia menyingkap selimut dan menurunkan kedua kakinya ke lantai, baru menyadari bahwa pakaian yang digunakannya bukan jenis pakaian tidur yang biasa ia gunakan. Kepala Elsa pun mulai memutar balik kejadian sebelumnya.Dan di saat i
"A-aku... pulang dulu," kata Elsa. Arya menganggukkan kepala, tersenyum, lalu tangannya refleks terangkat dan mengacak rambut Elsa. Dan setiap pergerakannya itu tidak luput dari pengamatan Leon di balik kaca hitam mobil.Elsa tampak memaksa seyum walaupun dia merasa sangat gugup sekarang, lalu dengan tergesa dia masuk ke dalam mobil. Elsa langsung merasa kecil, kecil sekali sampai dia tidak berani mendongakkan kepalanya. Beberapa saat dalam keheningan dan Leon tidak juga menyalakan mesin mobil."Sore, kak Leon." Elsa menyapa canggung, melirik Leon hati-hati, namun Leon tidak menyahut. "Kenapa?" tanya Elsa heran.
Elsa sampai di depan pintu apartemen yang Mami beritahukan padanya, berikut dengan kata sandi unit tersebut. Sekarang, melihat pintu metal yang tampak sangat kokoh itu, membuat nyali Elsa menciut, pegangan pada tali tas bekalnya semakin erat. Bagaimana dia bisa menyetujui ide maminya ini tanpa berpikir terlebih dahulu? Bagaimana respon Leon nanti? Dia pasti bakal marah besar kalau sampai tahu Elsa datang ke sini.Kata Mami, Elsa bisa langsung mengetik kata sandi di pintu itu dan membukanya. Tapi Elsa bahkan tidak tahu harus mengetik di mana. Lagipula, jika dia melakukan seperti yang Maminya sarankan, hal itu terkesan tidak sopan sekalipun pemilik apartemen ini adalah suaminya sendiri. Apalagi dengan hubungan pernikahan mereka yang sangat membi
Elsa tidak mengerti kenapa dia begitu gugup dan tegang, perasaan seperti ini tidak pernah disukainya. Namun ketika knop pintu diputar dan Leon muncul, jantung Elsa berdebar, berdebar dengan sangat menyenangkan, penuh antisipasi, gugup, dan ketegangan yang tinggi. Elsa berharap dia bisa bersikap dengan tenang, merespon dengan normal, setiap kali berhadapan dengan Leon. Akan tetapi, sepertinya itu sangat mustahil dilakukan. Terlebih dengan cara lelaki itu menatapnya saat ini.Elsa merunduk. Apa Leon akan benar-benar memarahinya? Dia sudah menunggu setidaknya selama lima belas menit yang terasa berjam-jam sampai Leon dan teman wanitanya selesai dengan acara makan malam mereka, padahal Elsa sendiri juga belum memakan apapun semenjak siang tadi. Di
Elsa terbangun merasakan pegal di sekujur tubuhnya, namun juga ringan di dadanya. Dia membuka mata, menatap langit-langit kamar dalam diam. Ketika berhasil meraih semua kesadarannya, ingatan mengenai kejadian semalam membuat darahnya mendidih dan naik ke wajah. Elsa mencengkram selimut semakin erat dan menaikkannya ke dagu, menggigit bibir ketika setiap momen itu berputar di kepalanya bagai sebuah film.Dia tidak percaya bahwa dirinya sudah tidak lagi perawan. Sudah bukan lagi seorang gadis. Di usia 16 tahun, ya tuhan, apa yang dirinya pikirkan?!Elsa memikirkan bagaimana semalam Leon menyentuhnya, menyebar gelenyar pana
Elsa memilih untuk kembali ke apartemen Leon, beruntung kemarin Mami sudah memberitahunya kata sandi unit tersebut, karena Elsa tidak akan siap jika harus pulang ke rumah dengan keadaan dan perasaan kacau seperti ini. Dia selalu bisa bersembunyi dari Leon, lagipula Leon juga tidak akan peduli pada apapun yang terjadi pada Elsa. Namun Mami pasti akan tahu, beliau pasti akan bertanya, sedangkan Elsa tidak sedikitpun ingin menjawab dan mengatakan yang sebenarnya.Jadi sekarang, setelah berdiam diri cukup lama dalam lamunan, Elsa mengumpulkan bahan-bahan makanan di dapur untuk ia masak sebagai makan malam Leon nanti. Elsa tidak lapar, dia
"Maaf," panik Elsa, segera meraih tisu di atas meja dan secara naluriah tangan Elsa bergerak untuk mengelap celana Leon yang basah, tapi bukannya membantu, bekasnya malah semakin melebar. Elsa merutuk dirinya sendiri karena tidak bisa fokus dan tubuhnya terasa seperti tersengat listrik ketika merasakan tangan Leon di pahanya, atau itu cuma khayalan Elsa saja? Tapi yang pasti, air yang tumpah dari teko itu tidak sedikit, nyaris membasahi setengah celana bahan yang dikenakan Leon.Leon mengerang dalam di tenggorokannya. Merasakan tangan gadis itu membelai pahanya membuat Leon menutup mata merasakan denyut tidak tertahankan yang terasa di