Matahari berada di puncaknya dengan panas yang tercurah hampir sepanjang tahun menjadikan hamparan yang terlihat hijau dan rindang. Mereka bilang negeri tanah kelahiran Fiza adalah tanah surga , apapun yang dilemparkan ke dalam tanah, tanah akan menghadiahi hasil alam apapun yang bisa dimakan dan dimanfaatkan manusia.
Tapi benarkah seperti itu? Fiza seorang gadis desa yang tahun ini memasuki usia 18 tahun selalu bertanya-tanya , kenapa kehidupan keluarganya dan sebagian penduduk di desanya terlihat merana .
Fiza hanyalah anak dari keluarga buruh tani. Sejak dulu orang tua Fiza dan generasi sebelumnya hanyalah buruh tani. Mereka hanya mengandalkan tenaga untuk bertani di sawah milik orang lain dengan hasil yang tak seberapa untuk mengisi perut mereka. Fiza selalu bertanya sejak kecil kepada ayahnya kenapa mereka tak punya lahan sendiri untuk dikerjakan . Sang ayah tak menjawab nya, ia hanya seorang lelaki seperti kebanyakan di desanya yang hanya menerima nasib
"Anterin ini ke kakak kamu, jangan lupak minta uang buat keperluan kita bulan ini Fiz" sang ibu menyodorkan sebuah rantang porselen dengan corak bunga warna warni ke genggaman Fiza
"Tapi mak, bukannya kakak Faiz sudah kasih uang di awal bulan kemarin kan mak?" Sahut Fiza berusaha mengingat kedatangan kakaknya diawal bulan sambil memberi selembar amplop berisi uang dua juta kepada ibunya
"Sudah habis uang segitu, kau pikir listrik,air, makan tidak beli pakai uang, hah? " Raut wajah sang ibu mulai marah
Fiza diam tak berani menjawab , ia tahu tabiat ibunya yang tak bisa dilawan. Ayah mereka sendiripun sudah menyerah angkat tangan jika berurusan dengan istrinya....
"Iya mak, Fiza berangkat dulu, assalamualaikum"
"Walaikumsalam, mana baju ganti mu Fiza, malam ini kau menginap disana kan?" Teriak ibunya
"Bajuku ada ditinggal disana mak" jawab Fiza berlalu pergi dengan sepeda miliknya
🥀🥀🥀
Jalan di desanya masih belum tersentuh aspal sepenuhnya , beberapa masih berupa tumpukan batu-batu kali yang diratakan agar tidak terlalu becek saat dilewati kendaraan. Rumah-rumah didesanya kebanyakan masih berupa setengah bilik dan setengah bata tanpa pagar dan kendaraan . Hanya segelintir orang saja yang mempunyai rumah beton dengan pagar menjulang dan kendaraan pribadi. Ada kesenjangan sosial yang bisa Fiza rasakan sejak dahulu. Orang-orang rendahan seperti Fiza selalu diremehkan oleh juragan-juragan kaya didesanya.
Meski sekarang kehidupan Fiza membaik karena kakaknya Faiz sudah menikah dengan salah satu juragan kaya di desanya, Fiza tahu , kakaknya Faiz sebenarnya terluka dengan pernikahan itu. Kalau bukan karena pengobatan ayah mereka yang tak gratis, Faiz kini mengorbankan dirinya menjadi istri ketiga Tuan Haji Dalih. Seorang juragan tambak paling kaya di desa mereka .
"Assalamualaikum kak Faiz, ini Fiza" Fiza setengah berteriak dari balik pagar
"Walaikumsalam" jawab Faiz , ia keluar dari rumahnya dengan setelan gamis berwarna kelabu yang terlihat mewah dengan tempelan manik-manik yang membentuk pola bunga
"Kakak mau pergi?" Tanya Fiza
"Enggak ko, kakak di rumah aja enggak kemana-mana, hari ini dan besok kan jatahnya suami kakak ada di rumah" jawab Faiz sambil membuka pintu gerbang
"Ini dari mamak, opor ayam sama sambal ati kesukaan kakak" Fiza memberikan rantang itu kepada kakaknya
Fiza mengernyitkan dahinya, ia tahu alasan itu. Tentu saja kakanya Faiz harus berdandan cantik nan cetar jika giliran suaminya datang
"Alhamdulillah, masuk Fiz, salim dulu sama Tuan Dalih"
"Loh.... Fiza datang ya, masuk sini kamu mau menginap malam ini?" Suara tuan Dalih menyapanya
Fiza mengangguk lalu kemudian menggelengkan kepalanya ia selalu bertingkah grogi jika berhadapan langsung dengan kakak iparnya itu
Tuan dalih tertawa melihat tingkah Fiza yang polos, di dalam hati lelaki berperawakan kekar itu ia tahu Fiza pasti takut melihatnya. Tubuh yang menjulang tinggi, perawakan yang tegap dan wibawa seorang juragan tentu saja membuat ciut nyali orang-orang rendahan seperti FizaTuan Dalih membenarkan posisi duduknya,mengambil beberapa lembar uang seratus ribu lalu menyodorkannya kepada FizaFiza menatap kakaknya Faiz meminta persetujuan,Faiz tersenyum " ayo diambil, itu uang jajan dari kakak iparmu, jangan ditolak, buat jajan baso besok disekolahan "Fiza menerima uang itu dengan hati-hati"Te...rima...kas...ih tu...tuan Dalih" ucap Fiza terbata-bataTuan Dalih tertawaHa ha ha ha ha suaranya memenuhi seisi ruangan rumah."Kak, Fiza naik ke kamar atas ya"Faiz mengangguk mengiyakan.Fiza sudah terbiasa menginap di rumah Faiz kakak perempuannya untuk sek
Pecutan itu berhenti setelah tuan Dalih melenguh dengan teriakan yang keras, kedua bola matanya berputar setelah mendapatkan kemenangannya. Ikat pinggang itu ia lemparkan ke sembarang arah lalu bibirnya yang penuh nafsu menciumi dan menjilati kulit punggung Faiza yang sudah memar-memar sampai ke lekukan leher lalu dengan satu tangannya ia membalik wajah dan tubuh Faiza .Fiza dapat melihat dengan jelas wajah kakaknya yang sembab berurai airmata.terlihat dengan jelas wajahnya menahan sakit yang amat perihTanpa terasa bulir-bulir airmata menetes dari sudut kedua mata Fiza kejadian menegangkan penuh gairah sekaligus mengiris hati. Dadanya terasa sesakKakaknya bukan saja rela menahan malu dan cibiran karena mau menjadi isteri ketiga tetapi jauh lebih itu, kekerasan seksual yang didapatkan dari suaminya sendiriFiza berlari ke lantai atas,mengunci dirinya ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang melaporkannya kepada oran