Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira.
Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya.
"Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay.
Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan.
"Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira.
"Kai..."
"Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku juga hanya sebuah pengganti sebagai pengantinmu. Apa Anda akan melakukan hal yang sama, dengan apa yang Anda lakukan pada bingkai ini?" Jay seperti tertusuk oleh ungkapan Kaira.
"Kaira...'
"Anda silahkan istirahat. Aku akan istirahat di kamar yang lain," Kaira sudah memegang handle pintu sembari menutupi airmatanya dari Jay.
"Kaira, dia sudah menikah! Dia meninggalkanku karena tidak mempercayaiku. Apa kau juga akan melakukan hal itu padamu?" Kaira diam, saat Jay melontarkan satu pertanyaan padanya.
Kaira mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar, karena Jay sudah berdiri di belakangnya dengan tangan yang menghalangi pintu.
DEG... DEG... DEG...
Malam yang begitu sunyi, membuat debaran jantung keduanya saling terdengar di telinga masing-masing. Apalagi tinggi Kaira yang hanya sebatas pundak Jay, sehingga Kaira bisa mendengar debaran hebat dari jantung Jay yang berdiri di belakangnya.
"Kaira, apa kau bisa meluangka waktu untuk mendengarkanku bicara?" tanya Jay.
"Iya! Katakan saja!" jawab Kaira.
"Aku bukannya tidak bisa menjawab pertanyaanmu tentang sebuah cinta yang sudah berlabuh pada siapa. Aku hanya tidak ingin mengecewakanmu," ucap Jay.
"Kecewa? Apa benar dia mencintai wanita cantik yang ada di foto itu?" batin Kaira.
Hati Kaira terasa sakit dan berdenyut. Lagi dan lagi, Jay berbicara tidak jelas dan membuat Kaira salah paham dalam mengartikannya.
"Aku akan katakan padamu, wanita mana yang aku cintai di saat yang tepat dan aku sudah yakin kalau aku tidak akan di tolak," ucap Jay.
"Oh... Itu hakmu."
"Bisakah kau percaya padaku?"
"Percaya tentang apa?" tanya Kaira.
"Aku tidak akan mengkhianatimu, selama..."
"Selama AKu menjadi Istrimu? Kalau kau sudah yakin dengan cintamu, kau akan menceraikan aku? Lalu, untuk apa kau melanjutkan pernikahan pada saat itu? Bukankah kau tahu, kalau aku bukanlah Keysana? Apa dari awal, aku hanya sebuah pion supaya keluarga kalian tidak menanggung malu? Apa karena aku miskin dan sebatang kara, kau bisa membeliku dengan hartamu?" Jay tidak mengerti kenapa Kaira mengucapkan kata-kata yang sangat tidak masuk akal baginya.
"Apa aku seburuk itu?" tanya Jay.
"Lalu, aku harus menilaimu seperti apa?" tanya Kaira.
"Seperti ini!" Jay membalikan tubuh Kaira untuk menghadap ke arahnya. Jay mencium kening Kaira dengan lembut.
"Jangan baik padaku kalau kau hanya akan menyakitiku!" ucap Kaira.
"Satu bulan. Beri aku waktu satu bulan, untuk membuktikan bahwa kau adalah wanitaku satu-satunya. Kau percaya padaku, bukan?"
"Tidak akan lebih dari satu bulan."
***
Perseteruan yang berakhir dengan damai. Kaira cUkup puas dengan pernyataan Jay. Pernyatain bahwa dirinya adalah satu-satunya wanita dalam hidup Jay. Pernyataan itu lebih berarti dari pada sebuah ungkapan 'AKU MENCINTAMU!'
Jay memilih mengalah, tidur di kamar tamu dan Kaira tidur di kamar mereka. Kaira tidak bisa memejamkan matanya karena debaran jantungnya tidak bisa di kontrol.
"Siapa wanita itu?" batin Kaira.
Pukul dua dini hari, Kaira membuat teh hangat untuk menemani matanya yang tidak bisa terpejam.
"Aduhhhhhhh... Sebenarnya siapa sih wanita itu? Kenapa fotonya memenuhi otakku? Apa aku cemburu? Apa aku benar-benar menyukai Jay? AAARRRRRHHHHHH... Pusing!" Kaira teriak-teriak sembari mengaduk teh dengan tenaga dalam, sehingga suara sendok yang bertemu gelas, mengganggu pendengaran Jay.
Jay berjalan tanpa suara dan sudah berdiri di samping Kaira. Kaira masih saja asyik dengan gemelut hati dan pikirannya.
"Apa begitu asyik memakiku?"
"KYAAAAA..." Kaira benar-benar terkejut dengan suara Jay yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Hmmmm? Apa Istriku tidak menyadari kehadiranku?" goda Jay.
"Mau teh?" Kaira berusaha mengalihkan perhatian Jay.
"Hufffff... Padahal aku begitu terkejut. Apa dia mendengar celotehanku?" batin Kaira
"Boleh! Bawa saja ke balkon kamar. Aku akan menyusul," pinta Jay.
Jay masuk ke dalam kamar mandi, menggosok giginya karena Jay sempat tidur sekitar 1 jam. Jay tidak ingin memberikan kesan buruk ke Kaira.
Jay mengganti bajunya, memakai parfume hingga tercium wangi maskulin dari tubuhnya. Hanya acara minum teh bersama saja, Jay bersiap-siap seperti kencan.
"Apa yang harus aku bawa ya? Apa aku sudah wangi dan tampan? Mulutku tidak bau'kan? Aku harus periksa mulut besok," gumam Jay.
Jay masuk ke dalam kamar. Kaira masih tetap memakai baju yang sama. Jay mengambil selimut kecil dan di lingkarkan ke pundak Kaira.
"Di sini dingin. Pakai ini biar hangat!" ucap Jay.
"Lebih hangat kalau kau memelukku," jawab Kaira dengan asal-asalan mengikuti kata hatinya tanpa di pikir terlebih dahulu.
Wajah Jay memerah. Terlihat dari sorotan lampu yang membuat wajah tampannya semakin bersinar. Jay duduk di sebelah Kaira dan memeluk Kaira sesuai dengan jawaban yang Jay dengar.
"Apa sudah hangat?" tanya Jay, sembari menahan malu.
"Kalau seperti ini, kita benar-benar seperti Suami Istri," ucap Kaira.
"Aku harus menikmati dan percaya dalam waktu satu bulan ini. Jay tidak akan mengecewakanku. Aku harus membuatnya jatuh cinta padaku," batin Kaira.
"Benar! Aku mendengar istriku memakiku hanya karena foto. Sebenarnya aku membentakmu untuk tidak menyentuh foto itu, bukan karena itu foto wanita yang aku cintai. Tapi, aku tidak ingin tangan istriku terluka terkena pecahan kaca."
"Benarkah?" tanya Kaira dengan bersemangat.
"Aku memajang foto itu karena ada foto adikku di sampingnya. Tidak ada lagi foto adikku yang tersisa setelah kebakaran besar 3 tahun lalu yang menewaskannya," mata Jay berkaca-kaca saat membahas tentang adiknya.
"Aku tidak tahu," jawab Kaira.
"Di samping foto adikku, namanya Grace. Dia sudah menikah dengan pria lain. Dia sudah meninggalkanku 7 tahun lalu karena tidak mempercayaiku."
"Tidak percaya tentang apa?" tanya Kaira.
"Tentang aku yang tidak bisa memberikan kehidupan mewah untuknya. Kaira, sejak saat itu aku tidak pernah jatuh cinta lagi. Kau sebagai Istriku, sudah berhasil menggoyahkan hatiku. Jangan pernah pergi dariku hanya karena aku belum mampu membuatmu bahagia," mata mereka saling bertatapan satu dengan yang lainnya.
"Apa aku berarti untukmu?"
"Sangat berarti!"
Ucapan lembut Jay, seperti membuat Kaira mabuk kepayang dan jatuh di antara bintang-bintang.
"Aku minta maaf tentang bingkai yang aku hancurkan," ucap Jay.
"Aku juga minta maaf."
"Bisakah kita ulang semuanya dari awal?"
"Iya!" jawab Kaira.
Mereka mengakhiri kesalahpahaman dengan saling berciuman. Jay semakin melahap habis bibir Kaira yang terasa manis. Lidah Jay menari-nari dengan sangat lihai, seperti saling berdansa dengan lidah Kaira yang menyambutnya.
***
"AKU KEMBALI...!!!"
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.
Kaira memasukan rambut Tania yang panjang ke dalam kloset supaya kotor dan menjijikan, sama seperti dirinya yang di buat bau oleh Tania. Apalagi, Kaira mendengar Tania menyebut nama Grace secara terang-terangan. Kaira bukan type wanita yang kasar, baru kali ini Kaira membalas perbuatan orang yang merendahkannya."Kaira, cukup!" Jay mencegah Kaira untuk meneruskan balasannya. Jay memberikan jasnya untuk Tania, sedangkan pakaian yang basah adalah pakaian Kaira. Ada rasa yang sedikit menusuk di dada, membuat sesak, tapi Kaira kembali pada janji Jay yang akan membuatnya percaya."Kau benar-benar tidak mencintainya seperti yang kau katakan, bukan? Atau, ucapan Tania jauh lebih jujur dari pada yang kau ucapkan? Hatimu yang mana yang harus aku percaya?" batin Kaira. Jay mendekati Kaira, tapi Tania menarik tangan Jay dan memberikan ponselnya.
MALAM PERTAMA... Malam ini begitu sunyi. Rembulan dan bintang, menghiasi langit yang begitu cerah. Desisan angin seperti menyapa tubuh yang sedang merasakan gejolak asmara dan desiran gairah. Seorang wanita sudah menunggu pangerannya menghampiri dengan gejolak yang sama. Tirai kamar bergerak-gerak, seakan hembusan angin mengiringi sebuah cinta yang akan tersampaikan. Lampu kamar sudah di matikan. Di balik cahaya kamar yang remang-remang, Kaira sudah memakai gaun malam tanpa bra. Dengan wajah merah dan malu-malu, ekspresi seperti itu membuat Jay tidak bisa menahan lagi gairahnya yang sudah berada di puncak. Jay mulai jalan mendekat ke arah Kaira yang sudah duduk manis menunggunya. Jay menelan ludahnya, matanya menikmati lekuk tubuh Istrinya yang begitu sempurna. Suara kaki Jay terdengar begitu berirama. Jantung yang berdebar, seperti menambahkan nada.
Saat terbangun dari tidurnya di pagi hari, Kaira merasakan pinggangnya seperti cidera. Betapa buas dan tidak terkontrolnya Jay pada saat melakukannya dengan Kaira semalam. Jay menyadari kalau Kaira sudah terbangun dari mimpi indahnya. Jay mencium tengkuk Kaira dan Kaira merasakan sesuatu yang bergerak-gerak di pinggulnya."Apa yang akan aku katakan pada Jay? Aduhhhh, malunya aku!" batin Kaira. Kaira diam saja saat merasakan Jay sudah memberikan kode untuk mengulang lagi apa yang mereka lakukan semalam. Kaira pura-pura tidur kembali."Sayang, kenapa kau tidak memujiku?" tanya Jay dengan manja."Aduhhhhh... Apa aku memiliki Suami yang tidak tahu malu? Kenapa dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa semalam?" batin Kaira."Sayang, aku tahu kau sudah bangun. Jadi, jawab aku! Apa aku hebat semalam?""Iya!" akhirnya Kaira menjawab
Meskipun dengan susah payah dan menahan nyeri di bagian ujung pahanya, Kaira tetap mengantar Jay ke bandara. Jay akan dinas paling cepat 2 hari dan paling lambat 10 hari. Pasangan yang baru saja di penuhi dengan cinta, harus terpisah oleh sebuah jarak. Saling percaya adalah sumber kekuatan yang pertama. Kaira di berikan cuty 3 hari oleh atasannya karena identitas Kaira sebagai Istri Jay masih di sembunyikan dan menjadi sebuah rahasia."Sayang, aku harus ke Prancis dulu baru ke Jepang.""Iya. Jangan lupa memberiku kabar dan jaga kesehatan," ucap Kaira sebelum Jay masuk ke ruang tunggu. Tuan dan Nyonya Alrecha menemani Kaira selama Jay dinas. Mereka memberikan perhatian pada Kaira bukan hanya sebatas menantu melainkan sudah seperti anak kandung. Kaira masih merasa canggung, tapi Nyonya
"Rasya, apa masih ada penerbangan ke London hari ini?" tanya Jay"Masih!" jawab Rasya."Pesankan aku tiket. Aku harus menemui Istriku.""Pekerjaan?""Ada kau, semua pasti beres.""Aku?" seru Rasya."Kau tinggallah di sini. Aku harus menjelaskannya pada Istriku sebelum semuanya semakin kacau.""Ke Jepang?" tanya Rasya."Setelah menjelaskannya, aku akan segera kembali ke sini.""Cih, kekuatan cinta!" batin Rasya menggerutu.***LONDON... Jay sampai di rumah sekitar tengah malam. Semua orang sudah tertidur termasuk Kaira. Jay melihat mobil Tuan A
Wanita itu langsung menemui Direktur Winny dan mengabaikan Kaira. Kaira juga wanita yang cuek, simple dan tidak suka dengan sesuatu yang berbelit."Aku sudah minta maaf, jadi semua sudah beres," batin Kaira sembari masuk ke dalam ruangannya. Lily memberika setumpuk kertas untuk Kaira periksa, bahkan sebelum duduk dengan benar. Kaira menghela nafas melihat setumpuk kertas yang membuat kepalanya langsung berdenyut."Aduhhh... Pinggangku sakit tapi aku harus duduk lama di kursi ini dan bersenandung dengan kertas-kertas ini," gumam Kaira."Hei, Kai!" bisik Lily."Lily, jangan bisik-bisik!" ucap Kaira sembari menyibakkan rambutnya. Lily menatap Kaira dengan pandangan curiga setelah melihat beberapa tanda merah di leher dan bawah telinga Kaira."Kai...""Apa?" Kaira belum menyadari
"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!""...""..." Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah."Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat."Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay."Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka. Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya."Menunduk!" pinta Kaira. Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal."Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia ter