Share

Bagian 6 : Rumitnya Hidup Adora

"Serius Bar, aku merasa kayak pelihara kambing." ujar Ilana tanpa peduli lawannya tersinggung. Barry yang sedang bermain PS di layar plasma lebar Ilana hanya diam dan melanjutkan makan popcorn.

Barry adalah keturunan manusia yang urat malunya putus. Saat pembagian urat malu, Barry datang telat jadi ia tak dapat. Sehingga terjadilah manusia tak tahu malu seperti sekarang.

Rasanya Ilana ingin melemparkan remote ke kepala Barry agar laki-laki ini sadar dan segera minggat dari unitnya. Selain psikopat, tak punya malu, Barry juga tak peka. Padahal sudah terang-terangan Ilana mengusirnya.

"Serius deh aku betah bangat di sini. Kayaknya kita nikah aja."

Ilana merenggut kesal. Barry sudah bisa bergerak kesana kemari, walau ia masih memakai sarung dan dokter belum mengizinkan laki-laki ini untuk kembali beraktivitas normal. Barry beralasan tytyd miliknya masih bengkak, walau Ilana merasa semuanya hanya akal-akalan Barry. Terbukti, laki-laki ini bisa buat popcorn sendiri, bahkan berjingkrak-jingkrak seperti orang sehat. Mungkin Ilana perlu mencoba dengan menendang sekali lagi memastikan, jika milik Barry sudah sembuh atau belum.

"Calon bini kalau lagi merenggut makin cantik aja." Ilana memutar bola matanya malas.

"Oh iya Bar. Aku butuh orang untuk mengurus barang-barang banyak ini, mungkin kamu punya kenalan." Ilana mencoba untuk menerima Barry menjadi temannya, siapa tahu si parasit ini bisa membantunya saat kesusahan. Harry tak guna tak bisa diharapkan.

"Bantu apa nih?"

"Bantu kemas lah. Kan kalau endors sesuai tema. Sekalian dia atur jadwal aku, kayaknya berantakan bangat."

"Wait!" Ilana tak menyangka jika Barry langsung mengambil ponselnya dan menelpon orang. Berguna juga di psikopat ini. Ilana mencuri popcorn itu, padahal saat Barry menawarkan di awal, Ilana sengaja tak mau ia ingin menandakan marah dan mengusir secara halus, tapi sekarang Ilana tak bisa menyindir karena Barry tak punya malu.

"Eh Bar. Sebenarnya kalian lagi bertengkar sama Alena? Kamu betah bangat di sini. Aku nggak nyaman. Bagaimana kalau Alena tahu."

"Bagus kalau dia tahu. Jadi bisa kita percepat waktu kita menikah. Aku tahu, kamu sebenarnya udah ngebet mau nikah tapi pacarmu seperti tak peduli padamu."

"Oh well. Dan kamu juga tak peduli pada pacarmu. Jadi para laki-laki seperti ini bisa disebut apa?" tanya Ilana. Apa bisa disebut laki-laki tak guna? Bencong? Atau mereka dipakaikan mukenah pink karena tidak menunjukan sikap gentle sama sekali.

"Sayang, tuduhanmu tidak terbukti. Aku tentu peduli pada Alena. Tapi aku lebih-lebih peduli pada kamu, masa depanku. Aku ramal, 5 tahun lagi kita akan punya anak. Aku mau anaknya cewek biar cantik kayak mamanya." Ilana mengepalkan tangannya mengode pada Barry agar berhenti mengoceh. Barry tertawa. Satu-satunya hal positif yang si psikopat ini punya adalah ia suka tertawa dan hal itu menular kabar baiknya. Jadi Ilana tak terlalu merasa kesepian dan suntuk dengan aktivitasnya sehari-hari.

"Aku jadi lupa mau nelpon tadi." Barry memainkan lagi ponsel mahal berwana putih tersebut. Walau terlihat sembrono, Ilana yakin tabungan Barry untuk masa depan sudah banyak. Apalagi ia sudah memiliki usaha sendiri, tinggal bagaimana manajemen pengelolaan yang baik hingga cafenya tetap eksis di antara cafe-cafe yang sedang berjamuran sekarang.

"Woi bro. Ahahaha, iya nih sibuk. Oh iya, Melati masih rebahan terus dia? Ada yang butuh teman nih. Melati bisa kesini. Kerjanya nggak berat, buka barang endorsan sama videoin, atau ngatur jadwal aja. Okay, ditunggu Melati ke sini. Yap, sore aja jam lima gitu."

Barry berbicara begitu lancar dan akrab, hingga Ilana bisa menduga jika laki-laki ini sudah akrab dan bisa terlihat Barry adalah type orang yang gampang bergaul dengan orang. Terbukti saat peresmian pindah pemilik cafe Daun-Daun banyak yang hadir, membuat Alena makin bangga karena punya pacar yang dikenal banyak orang. Walau bagi Ilana Barry itu psikopat!

"Melati sore datang. Jadi, jadwal menginap di sini nambah seminggu." ujar Barry tanpa malu. See? Bahkan jika membelah kepala Barry juga isinya kosong karena otaknya telah berpindah ke dengkul.

"Dih!" Ilana mencibir. Bukannya tersinggung melihat ekspresi Ilana yang seperti orang jijik, Barry malah tertawa lagi. Orang psikopat dan orang normal pasti beda sumber tertawa. Barry suka tertawa pada hal-hal yang Ilana anggap menyebalkan. Dari dulu Ilana memang selalu sinis pada apapun, hal itu yang membuatnya punya sedikit teman, walau banyak yang mengakuinya sebagai teman karena Ilana cantik. Jika ada yang berteman dengan Ilana maka para laki-laki bisa melirik teman-teman Ilana juga setelah melihat Ilana yang begitu judes dan sinis pada siapapun.

Dan Barry adalah salah satu dari jutaan laki-laki yang langsung tertarik begitu melihat Ilana. Begitu cantik dan wajahnya tak pernah bosan dipandang selalu bersinar walau tubuh Ilana terbakar.

"Udah makan sini. Masih banyak nih popcorn." Barry yang duduk di bawah lesehan dengan Ilana yang duduk di sofa langsung ditarik Barry. Keduanya duduk berdampingan dengan makan popcorn dingin itu bersama bahkan bergurau bersama. Jika sudah kenal dekat, maka orang akan tahu bagaimana Ilana. Sinis tapi begitu peduli, judes tapi memiliki hati yang begitu luas.

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

Atasan basic dipadukan dengan rok bermotif. Kostum yang sudah Adora siapkan sedari semalam, bahkan ia setrika berkali-kali, memastikan tidak kusut. Ini pertama kalinya Adora akan dinner date yang sesungguhnya bersama orang tercinta, dan ia harus tampil meyakinkan walau tetap memilih yang simple.

Sekarang baru pukul 05.48. tapi Adora sudah bersiap-siap, padahal acaranya malam. Rencananya, Adora akan menambahkan sedikit aksesoris bahkan ia tampil berani dengan memakai heels. Padahal Adora tak benar-benar memakai heels kemana-mana. Ia masih norak, jadi bisa dipastikan ujung heels bisa patah karena terjatuh berkali-kali.

Sambil menunggu Syden nanti jam 7. Mulut Adora terus mengunyah sambil membaca novel. Membaca novel bisa membuat Adora merasa memiliki dunia sendiri, bagaimana ia merasa tak pernah bahagia dengan hidupnya, dan mungkin ia bisa bersimpati pada hidup orang lain yang lebih kejam. Dan membuat Adora bersyukur.

Adora membaca kisah seorang anak ceria, yang seusia dirinyaโ€”19 tahun. Punya crush dan mengejar-ngejar crush dan ternyata sahabatnya juga menyukai orang yang sama. Rumit sekali hidup mereka.

Adora bersyukur ia tak perlu punya drama rebutan pacar bersama sahabat karena hampir ia tak punya sahabat sama sekali. Sumber neraka bagi Adora adalah Harry.

Adora membaca kisah orang lain untuk merefleksikan hidupnya sendiri dan merenungi bagaimana perjalanan hidupnya selama 19 tahun. Ia harusnya sudah bisa menganggap dirinya dewasa tapi Harry selalu melihat Adora seperti anak kecil usia balita.

Adora sampai pada cerita yang membuatnya lumayan bikin sesak dada. Saat si tokoh utama tak sengaja membaca diary sahabatnya dan bagaimana perasaan sahabatnya pada laki-laki yang sama. Laki-laki yang tiap hari ia sebut, dan sekarang pertemanan mereka hancur karena seorang laki-laki. Seumur hidup, Adora selalu berdoa drama murahan seperti ini jangan menganggu hidupnya. Walau tanpa drama seperti itu hidupnya sudah rumit sendirian.

Besok Harry pulang, walau laki-laki itu tak bilang jam berapa pulang namun Adora bisa memastikan siang hari atau sore. Memikirkan Harry kembali membuat seluruh tubuh Adora lemas. Bisakah malaikat maut menjemput Harry sekarang? Tidak ada yang mengerti perasaan Adora. Harry itu perhatian tapi juga seperti menyiksa dirinya sekaligus.

"Tersiksa lagi kau besok?" Adora tertawa miris dengan nasibnya. Ia masih betah membaca novel walau isi kepalanya sudah berjalan kemana-mana terutama memikirkan Harry. Benci dan sayang sekaligus. Adora sayang pada Harry sebagai abang yang sangat peduli padanya, tapi sikap yang berlebihan membuatnya ingin mengakhiri hidupnya.

Adora menutup matanya, memori itu menari-nari di kepalanya. Tidak! Jangan!

Hanya itu yang bisa Adora lakukan. Gadis itu langsung bangun dan menghidupkan kipas angin, gila! Ia langsung keringat dingin, entah sampai kapan hal sial ini terus menghantui dirinya!

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

"Eyke Melati jeng." Ilana melotot pada Barry yang menahan tawanya. Yang benar saja Melati adalah bencong.

"Kukira bunga bangkai tadi." jawab Ilana sinis tak ada keramahan, menandakan ekspektasi Melati adalah seorang perempuan bukan manusia jadi-jadian.

"Ulalala. Banyak betol barang-barang. Eyke, bisa coba bikini kalau gitu." Ilana hanya bisa memijit kepalanya. Barry memang sengaja agar mengantarkan dirinya ke rumah sakit jiwa.

"Bar. You fucking kidding me?!" tanya Ilana saat Melati mulai membuka barang-barang itu.

"Dia baik. Pekerja keras."

"Pekerja keras gimana? Dia punya nafsu walau belok. Bisa aja aku tidur dia masuk kamar." Melihat tubuh tinggi Melati membuat otak Ilana sudah waspada kesana. Kalau nafsu sudah mendesak, mana kenal dia setengah manusia atau setengah siluman. Bahkan ada orang waras yang memperkosa pantat ayam.

"Well. Bahkan aku udah beberapa hari di sini, kamu nggak merasa terancam. Apa sebenarnya, kamu ngarap aku tidurin?" tuduh Barry tak tahu malu. Ilana mengepalkan tangannya.

"Aku usir kalian berdua!"

"Tytyd aku masih sakit."

"Persetan dengan tytyd!" jawab Ilana keras.

"Kenapa kau orang suka tytyd? Tytyd melati lagi malu-malu ngintip di bawah, dia pasti lagi senyum. Eyke malu." Dengan suara khas dan tangan yang melambai-lambai membuat Ilana makin bergidik ngeri.

"Bar serius. Ya kadang mereka sungguh-sungguh mau kerja, tapi aku sedang tidak menerima manusia setengah siluman. Aku mau yang kerjanya nurut. Jangan menambah pusing, kepala aku udah mau pecah ada kamu di sini."

"Kamu bisa tidur dan aku dengan senang memijit seluruh tubuh kamu. Gratis kok." goda Barry.

Ilana langsung berdiri dan masuk dalam kamarnya, membanting pintu sekuat mungkin. Hah! Kehadiran si psikopat mesum ini membuatnya hampir mati berdiri.

"Aduh jeng... Cantik-cantik kok galak."

Ilana tertidur dan ia terbangun karena merasa lapar. Saat itu sudah hampir pukul 10 malam.

Dengan mata yang masih mengantuk Ilana membuka pintunya dan melihat seorang gadis duduk di sana.

"Kamu siapa?" tanya Ilana. Melihat seorang gadis yang masih sangat belia. Bahkan lebih muda gadis ini daripada Ilene adiknya.

"Melati kak."

"Udah lama datang?" Melati menganggukkan. Jadi si bencong siapa?

"Trus yang tadi siang Melati itu siapa?"

"Buat menghibur kamu aja." Ilana berbalik melihat Barry yang baru selesai mandi. Demi apa si psikopat sudah pakai celana. Ilana mengode dengan matanya menunjuk celana Barry. Laki-laki itu malah menunjuk tytyd-nya. Ilana menggeleng.

"Mau pegang?" tanya Barry tak merasa bersalah. Ilana berbalik pada Melati yang pura-pura tak mendengar.

Tiba-tiba bau sabun yang begitu segar mendekati dirinya. Barry tanpa malu memeluk Ilana dari belakang dan mengecup leher gadis itu. Ilana langsung menginjak kaki Barry membuat laki-laki itu mengadu kesakitan.

"Melati udah makan? Kita makan dulu ya. Nanti aku jelasin Melati buat apa." Melati mengangguk.

Ilana ke belakang, mengisi air dari dispenser dan meminum karena tenggorkannya kering. Ilana masih duduk di barstool dan menelpon restoran langganan, untuk makan tiga orang.

"Aku udah pesan makanan." Ilana melihat Barry sudah memakai kaos warna putih. Perasaan laki-laki ini bisa berganti baju tiap hari. Ilana curiga, Barry memang berniat tinggal di sini selamanya. Dasar tak tahu malu.

"Oh ya?" Barry langsung memeluk Ilana. Gadis itu bergerak tak nyaman disaat ia masih memegang gelas berisi air.

"Kamu harus menciumku karena buat tytyd aku bengkak." Barry menempelkan wajahnya di wajah Ilana. Ilana mendorong laki-laki itu, tapi pelukan Barry begitu ketat.

Barry langsung mendekatkan wajah Ilana dan mengecup bibirnya.

Ilana menangkap dengan ekor matanya, jika Melati melihat mereka di ujung.

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Adora tersenyum pada Syden yang terlihat begitu tampan dan rapi. Inilah kencan mereka yang sebenarnya, setelah beberapa bulan menjalin hubungan.

Syden juga mengajak Adora makan di restoran yang mewah dan hanya ada beberapa orang di sana. Ia benar-benar merasa sebagai wanita dan dihargai. Keduanya sedang menunggu pesanan datang.

Rambut Syden disisir rambut bahkan saking rapinya, Adora bisa melihat rambut Syden terlalu mengkilap karena kebanyakan memakai minyak rambut. Syden memakai jas berwarna maroon. Pas sekali dengan rok motif berwarna maroon yang ia pakai, padahal mereka tak janjian.

Wagyu beef brochete. Inilah yang berhasil Adora pesan, sebenarnya Adora sadar harganya menyamai uang jajan bulanan tapi ia ingin merasakan ini seumur hidupnya dan mungkin juga Syden sudah menyiapkan cash untuk makan malam mereka ini. Walau ujungnya Adora merasa bersalah karena memilih makanan yang terlalu mahal. Terkadang Harry mengajaknya makan lama di luar, tapi tak terlalu semewah ini dan harganya bisa dijangkau keuangan Harry. Walau tak bilang, tapi Adora tahu Syden adalah orang yang membeli makanan tak perlu melihat harga atau tak pernah mendengar bunyi token listrik di rumahnya.

Syden adalah lulusan luar negri yang gajinya sudah mencapai dua digit.

Bahkan ingin menambah rasa bersalah. Syden memesan lagi Baked seabass in sult crust. Namanya saja yang ribet tapi sebenarnya ini adalah seekor ikan kakap besar berwarna putih yang dipanggang dalam balutan garam. Rasanya memang gurih. Harganya selangit, tapi rasanya Adora bisa menjamin enakan seblak yang ia buat. Bahkan semalaman Adora hanya makan seblak. Seblak itu masih bersisa, tapi Adora sudah membuangnya karena basi. Mubazir tapi karena sudah basi ia tak jadi berbuat banyak.

"Puas?" tanya Syden. Laki-laki itu memesan cocktail. Dan Adora lebih memilih air putih. Karena sudah terbiasa makan minum air putih bukan air berasa dan berwarna.

Syden adalah sosok calon suami idaman yang sangat bertanggung jawab dalam rumahnya. Rasanya seperti Adora ingin memiliki laki-laki ini. Mungkin bisa pelan-pelan sambil meyakinkan Harry, karena Adora juga baru masuk kuliah. Harry pasti akan mengizinkan ketika ia lulus kuliah, atau malah Harry membiarkan dirinya hanya di rumah saja. Padahal, laki-laki itu juga butuh pendamping. Usia Harry adalah usia yang sudah pantas untuk memiliki pasangan sekarang.

"Jangan terlalu berpikiran yang tidak-tidak. Stay positive. Agar energi-energi positif membuat hidup kamu bahagia. Jangan biarkan kamu terus tergerus dengan nasib kelam. Jangan." Adora hanya mampu tersenyum. Selain pacar-able, sangat pengertian, Syden juga seorang penasihat yang baik. Ia seperti bisa membaca semua isi hati Adora. Laki-laki ini begitu positif. Terkadang Adora selalu berpikiran jika ia tak pantas bersama Syden. Tapi berkali-kali Syden meyakinkan dirinya.

Ponsel Adora berbunyi. Adora tahu pasti itu Harry. Mungkin laki-laki itu menanyakan, apa ia sudah tidur dan mengucapkan goodnight.

Harry : Dora. Kamu nggak di rumah? Abang udah pulang. Kamu di mana? Pergi sama siapa?

Mampus!

Adora hanya mampu menggigit bibirnya, dan menunjukan pesan itu pada Syden.

Keduanya hanya mampu terdiam.

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

Buahahaha, menurut kalian apa yg akan Harry lakukan kalau tahu hubungan Adora dan Syden?

Masih betah bacanya? Awalnya aku mau buat cerita ini tema dark. Tapi kayaknya aku akan selipkan humor di sini, biar kalian gak tegang-tegang amat bacanya.

Tytyd Barry aja gak tegang๐Ÿคช๐Ÿคช๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ

See youโค๏ธโค๏ธโค๏ธ.

Kasih rate dan komen yaโค๏ธโค๏ธโค๏ธโค๏ธ๐Ÿ›๐Ÿ›๐Ÿ›.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sri Ningsih
rumit dan runyem tapi seru ......
goodnovel comment avatar
Rizka Ahmed Syukri
aku malah mikir kenapa emak masukin Butbut disini, maksudku ini kan ceritanya Nana, tapi kenapa Butbut selalu nongol, jadi makin penasaran sebenernya apa yang terjadi diantara mereka,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status