Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.
Bruk!
"Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat.
Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya.
Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Saat di tengah-tengah pasar Lucas tidak sengaja bertemu dengan Alpha Nicholas Bryan, pimpinan dari Werewolf. Seorang pria dengan tubuh kekar yang tidak kalah memesonanya dengan Lucas."King Lucas," sapa Nicholas."Ya, Alpha.""Kenapa Anda bisa sampai di sini King Lucas?" tanya Nicholas. Walaupun Lucas sedang menyamar, tatap saja Nicholas dapat mengenalinya dari baunya. Penciumannya Werewolf sangat tajam, apalagi untuk seorang Alpha."Aku hanya tengah berjalan-jalan. Memantau kondisi rakyatku." Lucas dan Nicholas cukup akrab, di bandingkan dengan pimpinan klan yang lain, Nicholas lah yang paling akrab dengannya. Begitu juga dengan Nicholas, ia lebih akrab dengan Lucas mengingat Lucas sudah sangat sering membantunya."Ah, begitu rupanya." Nicholas menjawab singkat."Kenapa King?" tanya Kenzo ketika melihat Lucas tiba-tiba diam."Aku merasakan firasat buruk, aku pergi
Gabriel tercenung atas penolakan yang diberikan oleh Calista kepadanya. Gabriel tidak menyangka jika Calista telah melupakannya secepat itu. "Apa yang terjadi?" tanya Dimitri begitu ia menghampiri Gabriel. "Calista menolak aku." Dimitri menatap prihatin Gabriel. Pasti sangat sulit untuk temannya ini. "Kenapa kau tidak menceritakannya saja?" "Menceritakan? Menceritakan jika aku adalah Vampir dan aku pergi untuk urusan klan? Apa Calista percaya?" ujar Gabriel. Memang hanya Dimitri yang mengetahui jika Gabriel adalah seorang Vampir. "Jika aku menceritakan pada Lea mungkin dia percaya,"lanjutnya. "Yah, percintaan kalian rumit sekali. Manusia dan Vampir, aku tidak percaya cintamu itu begitu kuat pada Calista." Dimitri menghampiri kursi tamu di rumahnya lalu duduk
Calista menatap siapa yang baru saja datang. Pakaian pria itu terlihat lebih mewah, khas seorang kerajaan sekali. Dalam hati Calista bertanya-tanya sebenarnya ia berada di mana? Di lokasi syuting atau ini adalah parade Cosplay? "Kau siapa?" tanya Calista pada pria yang berjubah biru itu. "Perkenalkan, saya adalah Kenzo. Kaki tangan King Lucas sekaligus panglima perang." Kenzo menunduk hormat pada Calista. "Heh?" Calista heran sekali, kenapa orang-orang aneh ini memanggilnya ratu dan menghubungkan ini dengan Lucas. Lalu apa katanya tadi? Panglima? "Oke. Kenzo, kau tahu di mana Lucas?" tanya Calista. Kenzo mengangkat kepalanya. " King Lucas sekarang ada urusan, Yang Mulia. Nanti beliau akan kembali." Lagi-lagi Calista mendapatkan jawaban yang sama&nb
"Jadi aku harus pakai ini?" Calista mengangkat sebuah gaun berwarna merah, senada dengan pakaian yang Lucas pakai. Calista cukup terpana dengan penampilan Lucas yang sangat berbeda, tidak seperti pertama mereka bertemu. "Ya, malam ini ada acara yang harus aku hadiri. Temanmu itu juga ikut, Nicholas akan membawanya." "Benarkah? Kau tidak berbohong?" Calista menyipitkan matanya. Bisa saja Lucas membohonginya, Calista tidak sepenuhnya mempercayai Lucas. "Sejak awal aku tidak pernah berbohong," kata Lucas. Calista menghela nafas lalu mengeluarkan semua barang perlengkapan yang ada di dalam kotak itu, ada gaun, sepatu, anting, hiasan kepala, dan masih banyak lagi. Calista melihat itu menjadi ngeri. Ini merepotkan. "Semua ini harus di pakai?" tanya Calista. Yang benar saja, ia tidak pernah memakai hal-hal yang sepert
Calista dan Lucas duduk di dalam kereta kuda yang akan membawanya ke Istana Wizard. Dalam perjalanan Calista tidak berhenti takjub dengan hal-hal yang baru saja ia lihat. Sesekali ia mengintip di jendela yang berada di dalam kereta itu, Lucas yang melihatnya sesekali tertawa. "Tempat ini sangat bagus," kata Calista. Kereta kudanya melewati sebuah jalan yang di sisi kiri dan kanannya di tumbuhi pepohonan. Pepohonan itu berbaris rapi, seperti ditanam dengan sengaja. Apalagi kereta itu berjalan menuju matahari tenggelam. "Di sini tidak kalah bagus dengan duniamu, bukan?" Lucas menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Calista. "Memang bagus. Tapi duniaku adalah rumahku, aku harus kembali ke sana," balas Calista. "Apakah kita masih lama?" tanyanya seraya duduk menjauhi Lucas. "Sebentar lagi," kata Lucas. Mereka hanya perlu beberapa menit lagi a